Sidebar Ads

banner image

Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (1)

Oleh: Ulil Abshar Abdalla

Dalam beberapa hari mendatang, saya mungkin masih akan menulis beberapa catatan tentang polemik Islam-Kristen. Saya sendiri bukan orang yang suka polemik dan debat, sebab debat tak akan membawa manfaat banyak selain, dalam bahasa Jawa, "umuk" (bangga diri).

 Tetapi sejarah dan praktek debat Islam-Kristen sangat menarik perhatian saya sejak dulu.

 Debat bukan hal yang dilarang dalam Islam. Qur an membolehkan apa yang disebut dengan "al-jadal al-ahsan" (good disputation/debate), sebagaimana tertuang dalam QS 16:125. Imam Al-Razi (wafat 1209), penulis tafsir yang massif dan "voluminous" berjudul "Mafatih Al-Ghaib," memberikan tafsir tentang apa yang dimaksud dengan "al-jadal al-ahsan" itu sebagai berikut:
أن يكون دليلاً مركباً من مقدمات مسلمة في المشهور عند الجمهور، أو من مقدمات مسلمة عند ذلك القائل، وهذا الجدل هو الجدل الواقع على الوجه الأحسن .
Jadal atau debat yang baik adalah yang didasarkan pada "dalil murakkab min muqaddimat musallamah," dalil yang tersusun dari premis-premis dasar yang kebenarannya diakui oleh orang banyak.
 Dengan kata lain, debat yang "ahsan" sebagaimana dimaksudkan oleh Qur an adalah debat yang berdasar pada "sound argument", hujjah yang kuat.

 Kebalikan dari "jadal ahsan" tentu adalah debat yang "ngawur" yang oleh Al-Razi didefinisikan sebagai berikut:
أن يكون ذلك الدليل مركباً من مقدمات باطلة فاسدة إلا أن قائلها يحاول ترويجها على المستمعين بالسفاهة والشغب، والحيل الباطلة، والطرق الفاسدة .
Yaitu debat yang disandarkan pada premis-premis yang jelas-jelas keliru dan ngawur.
 Debat semacam ini dimaksudkan oleh Si Pendebat untuk sekedar untuk "tarwij", membujuk audiens supaya tertarik pada opini yang ia kemukakan. Dalam tradisi filsafat klasik, debat semacam ini biasa disebut dengan "sofisme" (السفسطة). Kita punya istilah yang bavus: "debat kusir" (tentu dengan memohon maaf kepada para kusir).
Debat ini, menurut Al-Razi, tak diperbolehkan, sebab akan mengelabui orang banyak.

 Dalam Islam, literatur tentang "jadal" (debat) sangat banyak. Salah satu sarjana awal yang menulis buku tentang jadal adalah guru dari Imam Ghazali (w. 1111) bernama Imam Haramain (w. 1085). Dia menulis kitab berjudul "Al-Kafiyah fi Al-Jadal" (A Compendium on Disputation).

 Jadal atau debat adalah aktivitas intelektual yang sangat kuat akarnya dalam tradisi intelektual Islam klasik dan cukup populer. Para sarjana Islam bahkan menuliskan aturan-aturan dan prosedur berdebat secara baik dan tertib agar tidak terjerembab ke dalam jebakan "sofisme" atau debat kusir.
Sebagian dari prosedur berdebat ini didasarkan pada tradisi serupa di Yunani. Salah satu filosof Yunani yang meletakkan dasar berdebat yang baik dan logis adalah Aristoteles. Dia menulis buku tentang tertib berpikir yang berjudul "Organon". Buku ini terdiri dari enam bagian. Bagian yang secara spesifik berkenaan dengan debat atau dialektik adalah "The Topics" (Topika).
Karya Aristoteles ini kemudian diringkaskan oleh filosof Muslim besar dari Andalusia (nama Spanyol di era Islam dulu) bernama Ibn Rusyd (w. 1198), dengan judul "Talkhis Kitab Aristhuthalis fi Al-Jadal".
Tetapi bukan berarti sarjana dan filsuf Muslim hanya meng-"copy paste" saja ilmu dialektik dan debat dari Yunani tanpa menambahkan inovasi baru. Mereka mengembangkan lebih jauh ilmu ini dan menyumbangkan hal-hal baru. Di tangan para sarjana Muslim, ilmu dialektik ini berkembang sangat maju dan kaya.

 Salah satu terapan ilmu jadal dalam ranah yang spesifik adalah jadal dalam ushul fiqh (teori hukum Islam). Anda bisa membaca bagaimana aturan berdebat dalam ranah ini di bab khusus yang biasa dijuduli dengan "Masalik Al-'Illah".
Waktu dulu saya "ngaji" kitab ushul fiqh yang populer di pesantren Jawa, yaitu "Lubb al-Ushul" karya Imam Zakariyya Al-Ansari (w. 1520), dan sampai pada bagian "masalik al-'illah", guru saya bilang, "Bagian ini kita loncati saja ya, anak-anak. Kalian pasti ndak paham. Ini adalah ilmunya orang yang sudah sampai pada level mujtahid".

 Memang, bagian tentang masalik al-'illah yang berisi sebagian dari prosedur berdebat dalam fiqh itu, tak mudah dipahami. Hanya mereka yang akrab dengan praktek berdebat di kalangan para ulama Islam klasik bisa memahami bidang ini dengan baik.
Jika Anda ingin mencicipi "feel" dari praktek berdebat di kalangan para fuqaha (ahli hukum Islam), silahkan membaca karya Imam Syafii (w. 820) yang berjudul "Al-Risalah" atau "Kitab Jima' al-'Ilm". >>Selanjutnya...
Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (1) Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (1) Reviewed by Erhaje88 Blog on April 07, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.