Sidebar Ads

banner image

Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (2-Habis)

Oleh: Ulil Abshar Abdalla


Sebelumnya...
Bagaimana dengan debat (jadal) dan polemik Islam-Kristen?
Ini adalah salah satu bentuk "applied dialectics" atau debat terapan yang secara spesifik berkenan dengan bidang teologi. Sejak masa yang paling awal, debat Islam-Kristen sudah berlangsung.
Sebuah risalah yang berjudul "Risalah al-Kindi" (The Apology of Al-Kindi) merekam debat Islam-Kristen pada periode yang sangat awal, yaitu pada Abad ke-9 (menurut William Muir). Debat ini terjadi di Baghdad antara seorang Muslim dan keponakan dari "Ndalem Ngarsa" Raja Al-Ma'mun (berkuasa 813-833) bernama Abdullah ibn Ismail al-Hasyimi dan seorang Kristen bernama Abdul Masih ibn Ishaq al-Kindi (ini bukan Al-Kindi sang filsuf Arab yang terkenal itu).
Catatan: Studi paling awal tentang risalah ini bisa dibaca dalam tulisan lama sarjana Belgia Armand Abel, "L'apologie d'Al-Kindi et sa place dans la polémique islamo-chrétienne" (1964).
Saya sendiri menduga bahwa risalah ini ditulis secara anonim oleh penulis yang mengaku bernama Abdul Masih ibn Ishaq. Sosok ini mungkin fiktif. Sementara sosok lawan dari pihak Muslim bernama Abdullah ibn Ismail, dalam dugaan saya, mungkin sosok fiktif, bukan nama asli. Fakta bahwa pihak Kristen memakai "nama kunyah" Ibn Ishaq (anak atau keturunan Ishaq) dan pihak Muslim memakai kunyah Ibn Ismail (anak atau keturunan Ismail) memperkuat dugaan saya ini.
Tetapi ini bukan berarti bahwa debat ini tidak pernah terjadi secara riil. Debat ini boleh jadi pernah benar-benar berlangsung. Meski boleh jadi juga itu hanyalah debat imajiner belaka.
Apapun kemungkinan mengenai faktualitas debat ini, sejumlah argumen yang ada di buku ini (baik yang melawan Islam atau Kristen) boleh jadi berdasarkan pada sejumlah argumen yang sudah beredar pada masa itu.
Dengan kata lain, risalah ini bisa menjadi dasar kuat bagi kita untuk menduga bahwa sejumlah debat Islam-Kristen sudah berlangsung pada Abad ke-9 dengan sejumlah argumen yang mengkristal sebagaimana tertuang dalam risalah karangan Al-Kindi tersebut.
Yang tertarik membaca sejarah panjang debat Islam-Kristen, silahkan menelaah buku karya Abdelmajid Charfi, "Al-Fikr al-Islami fi al-Raddi 'Ala al-Nasara Ila Nihayat al-Qarn al-Rabi' 'Asyar (Polemik Islam-Kristen Hingga Akhir Abad Ke-14; terbit 1986)". Buku ini mengetengahkan survei yang sangat mendalam dan menarik sekali mengenai isi debat-debat Islam-Kristen hingga abad ke-14 Masehi.
Salah satu tokoh penting dalam polemik melawan Kristen ini tentu saja adalah Ibn Taymiyyah (w. 1328). Di zaman "perang melawan teror" sekarang ini, nama Ibn Taymiyyah memang kurang sedap. Dia menjadi semacam "bête noir", sosok yang tak disukai. Dia kerap dianggap sebagai bapak fundamentalisme Islam modern. Tentu penggambaran semacam ini tidak atau kurang adil. Ibn Taymiyyah adalah sosok yang sangat prolifik, dengan warisan intelektual (buku dengan ribuan halaman) yang luar biasa kaya dan canggih. Koleksi fatwa-fatwanya yang diterbitkan oleh pemerintah Saudi mencapai 37 jilid besar-besar:
Bahwa Ibn Taymiyyah adalah sosok yang kontroversial pada zamannya, itu jelas sekali. Dia, atas laporan dan desakan ulama lain yang tak menyukai ide-idenya yang kontroversial, berkali-kali dipenjarakan oleh pemerintahan dinasti Mamluk yang berpusat di Mesir. Dia bahkan meninggal saat di penjara.
Ibn Taymiyyah hidup pada era ketika umat Islam sedang menghadapi ancaman pasukan Mongol. Sepanjang hidup Ibn Taymiyyah, sekurang-kurangnya ada tiga usaha Mongol untuk menginvasi kawasan Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Mamluk saat itu: pada tahun 1299, 1300 dan 1303.
Ibn Taymiyyah adalah sosok yang sangat polemis. Dia suka berdebat dengan semua kelompok dalam Islam. Karena itu musuhnya ada di mana-mana. Kalau Ibn Taymiyyah hidup di zaman Twitter dan Facebook seperti sekarang, mungkin dia sangat suka melakukan twitwar, hahaha....
Sepanjang karir intelektualnya, Ibn Taymiyyah sudah melakukan banyak "twitwar" dengan banyak golongan: dengan kelompok Asy'ariyyah (mazhab teologi yang diikuti oleh warga NU di Indonesia),
Mu'tazilah, Syiah, kelompok sufi, para fuqaha, dan tentu saja para filsuf.
Salah satu kelompok yang menjadi sasaran polemik Ibn Taymiyyah adalah kelompok Kristen. Dia menulis polemik anti-Kristen berjudul "Al-Jawab al-Sahih Li Man Baddala Din al-Masih" (Jawaban yang Benar atas [Argumen] Orang-Orang yang Mendistorsi Agama Yesus Kristus). Sebagaimana laiknya karya Ibn Taymiyyah yang lain, karya polemis ini ditulis sebagai sebuah buku massif dalam tujuh jilid (edisi yang disiapkan oleh Dr. Ali ibn Hasan ibn Nasir dkk).
Sebagaimana terbaca pada judulnya, ini adalah sebuah karya yang ditulis sebagai sebuah respon (al-jawab) atas karya lain dari pihak Kristen. Dan memang demikian keadaanya. Karya ini adalah respon atas dua "surat" yang ditulis, pertama, oleh kardinal gereja Kristen Malaki yang berpusat di Sidon, yaitu Kardinal Paulus dari Antiokia (w. circa 1180). Kedua adalah surat yang ditulis oleh sosok anonim dari Cyprus.
Karya Ibn Taymiyyah ini berisi bantahan atas poin per poin dalam dua surat itu. Ada beberapa isu yang menjadi tema pokok pembahasan dalam dua surat it -- soal Islam sebagai agama yang hanya diperuntukkan bagi orang Arab saja, soal penolakan keaslian Al-Kitab oleh pihak Islam, soal distorsi dalam Al-Kitab, dan tentu saja soal trinitas dan ketuhanan Yesus.
Selain karya Ibn Taymiyyah ini, sebetulnya ada bantahan lain atas surat Paulus dari Antiokia yang ditulis seorang ahli fiqh terkenal dari lingkungan mazhab Maliki, yaitu Syihabuddin al-Qarafi (w. 1285), penulis karya fiqh terkenal "Al-Furuq" (yang menjadi tema disertasi Sherman Jackson, seorang intelektual Muslim Afro-Amerika yang terpandang saat ini). Judul karya polemik Al-Qarafi adalah "Al-Ajwibah Al-Fakhirah 'Ala Al-As'ilah Al-Fajirah" (Jawaban Yang Elegan Atas Tesis-Tesis Yang Arogan).
Sebetulnya membaca karya-karya polemis ini, meski kadang melelahkan dan menjengkelkan, bisa menjadi kegiatan mental-intelektual yang membawa kenikmatan (jouissance)-nya sendiri. Membaca karya-karya semacam ini bisa menjadi semacam olah otak yang mengasyikkan.
Polemik dan apologetika sebagai sebuah genre dan diskursus intelektual tak akan pernah mati. Dia akan selalu ada, sebab kebutuhan akan hal itu juga ada pada sebagian kalangan umat. Meski, sebagai sebuah diskursus akademis, kegiatan polemik dan apologetika Islam-Kristen ini makin kehilangan popularitasnya. Kalangan akademia mengembangkam jenis wacana baru yang tidak menghakimi keyakinan lain, yaitu wacana dialog antar-iman.
Di tengah-tengah maraknya multikulturalisme saat ini, apologetika dan polemik antar-agama sudah dipandang sebagai sejarah masa lampau. Sebab semangat polemik dan apologetika memang cenderung untuk menjatuhkan pihak lawan. Atau, kalau mau meminjam istilah dari Al-Razi: "إلزام الخصم وإفحامه -- menundukkan dan membungkam lawan debat.
Semangat polemik dan apologetika Islam-Kristen adalah menunjukkan kesalahan pihak lain, bukan membangun "mutual understanding", saling pengertian. Meskipun, sebagai warisan intelektual, literatur apologetika Islam-Kristen yang jumlahnya cukup massif ini tetap layak menjadi bahan studi dan riset.
Sekian.
Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (2-Habis) Tradisi Debat Dalam Islam dan Polemik Ibnu Taimiyyah Melawan Kristen (2-Habis) Reviewed by Erhaje88 Blog on April 08, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.