Oleh: Fadhil Nugroho Adi
Masyarakat Jawa memiliki tradisi menembangkan tembang-tembang macapatan dan ngidung di waktu malam dengan tujuan menolak hama penyakit dan menenteramkan suasana bathin masyarakat yang sedang gelisah. Ngidung memuat nuansa berkomunikasi dengan makhluk-makhluk yang tidak kasat mata. Orang Jawa biasa melakukan komunikasi tersebut melalui irama tembang Jawa yang bernuansa sebagai mantra.
Irama nada atau melodi tembang macapat yang dipakai untuk kidungan adalah mantra suara atau sastra gendhing. Masyarakat Jawa memiliki kemampuan melahirkan mantra swara berupa tembang-tembang sebagai bagian dari memayu hayuning bawana. Kalangwan, atau selalu mempersembahkan keindahan adalah aras laku budaya Jawa.
Selain itu langen gendhing-gendhing karawitan (gamelan) juga mengandung nilai ajaran Kejawen yang cukup dalam tentang keselarasan dan kerukunan. Di antaranya mengandung dasar ajaran bahwa keselarasan dan kerukunan tidak harus berarti keseragaman, namun justru merupakan penggabungan dari unsur-unsur berbeda. Ajaran Kejawen lekat dengan kebersamaan, kerukunan dan keselarasan sebagaimana paduan gendhing.
Masyarakat Jawa memiliki tradisi menembangkan tembang-tembang macapatan dan ngidung di waktu malam dengan tujuan menolak hama penyakit dan menenteramkan suasana bathin masyarakat yang sedang gelisah. Ngidung memuat nuansa berkomunikasi dengan makhluk-makhluk yang tidak kasat mata. Orang Jawa biasa melakukan komunikasi tersebut melalui irama tembang Jawa yang bernuansa sebagai mantra.
Irama nada atau melodi tembang macapat yang dipakai untuk kidungan adalah mantra suara atau sastra gendhing. Masyarakat Jawa memiliki kemampuan melahirkan mantra swara berupa tembang-tembang sebagai bagian dari memayu hayuning bawana. Kalangwan, atau selalu mempersembahkan keindahan adalah aras laku budaya Jawa.
Selain itu langen gendhing-gendhing karawitan (gamelan) juga mengandung nilai ajaran Kejawen yang cukup dalam tentang keselarasan dan kerukunan. Di antaranya mengandung dasar ajaran bahwa keselarasan dan kerukunan tidak harus berarti keseragaman, namun justru merupakan penggabungan dari unsur-unsur berbeda. Ajaran Kejawen lekat dengan kebersamaan, kerukunan dan keselarasan sebagaimana paduan gendhing.
Sebagaimana ditulis Sultan Agung dalam Serat Sastra Gending, sastra merupakan figur halus, tak mampu dilihat, sedangkan gending bisa dirasakan lewat keindahan. Gending akan menjadi mudah dirasakan apabila menggunakan sastra, begitu pun sebaliknya. Suara indah dalam gending akan memberi petunjuk bagaimana laku mistik dilakukan dengan baik. Jika gending rusak, tak berirama dengan indah, berarti rusak pula peribadatan mistik. Baik gending maupun sastra akan mengacu pada ugering agesang (falsafah hidup) mistik kejawen.
(Kejawen/suaramerdeka.com)
Rahasia Dibalik Alunan Gendhing Jawa
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
September 13, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE