Sidebar Ads

banner image

Menjawab "Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya"

Oleh: Suryono Zakka

Indonesia didirikan bukan oleh orang yang tidak paham agama. Negara ini didirikan oleh agamawan (ulama) dan tokoh nasionalis yang beragama. Salah besar jika ulama pendiri bangsa tidak memakai dalil agama untuk mendirikan negara ini termasuk dalil tentang nasionalisme.
Salah alamat jika tokoh nasionalis tidak paham dalam merumuskan NKRI sehingga dianggap asal ngarang dalam membentuk negara. Dengan semangat agama dan nasionalisme, salah satu pendiri bangsa ini yang bernama Hadratusy Syeikh KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa resolusi jihad bahwa menjaga NKRI dihukumi mati syahid dengan semboyan cinta tanah air bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).

Analisa Lambang Negara Garuda Panca Sila (Nasionalisme adalah sebuah tuntutan politik. Setiap bangsa berhak menuntut kedaulatan atas negeri tempatnya tinggal selama berabad-abad berdasarkan alas an-alasan budaya, ekonomi dan kemasyarakatan)

Dengan landasan agama dan nasioanalismenya, beliau mengatakan bahwa nasionalisme adalah bagian dari agama. Agama dan nasionalisme bukanlah dua kutub yang berseberangan. Keduanya saling menguatkan.

Ada banyak dalil baik dalil aqli (rasio) maupun naqli (nash) tentang nasionalisme. Secara akal, nasionalisme diartikan sebagai rasa cinta tanah air yang secara fitrah melekat dalam diri manusia. Kemanapun kita pergi pasti kita merasakan kerinduan dengan kampung atau tanah kelahiran kita. Unsur menyatunya manusia dengan tanah airnya karena manusia tercipta dari tanah, berpijak diatas tanah, bertahan hidup dengan mengonsumsi makanan yang juga hidup diatas tanah dan akan kembali menyatu dengan tanah.

Secara teks, ada banyak ayat Al-Qur'an yang menginspirasi agar manusia mencintai tanah airnya dan tidak merusak bumi tempat mereka berpijak. Rasulullah SAW mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dalam satu akidah dan satu kebangsaan (Q.S al-Hasyr: 9).
Nabi Ibrahim sangat mencintai negerinya sehingga senantiasa mendoakan untuk kedamaian dan keberkahan bangsanya (Q.S Ibrahim: 35).

Dalam beberapa hadits sebagaimana dikonfirmasi oleh Ibnu Hibban dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw. sangat mencintai tanah kelahirannya. Sebelum hijrah meninggalkan Mekah, beliau berkata:

"Sekiranya kaumku tidak mengusik dan menentang dakwahku niscaya aku tidak akan meninggalkanmu (Mekah)."

Riwayat Bukhari mengisahkan bagaimana setiap kali Nabi sepulang dari bepergian menuju Madinah, beliau menatap dinding atau tembok Madinah seraya mempercepat langkah kudanya. Ini menunjukkan betapa dirinya sangat menyintai Madinah sebagai tempat akhir perjuangan hidupnya sebagaimana Mekah sebagai tempat kelahirannya. Rasulullah menyatukan negara Madinah yang plural karena terdiri dari komunitas muslim dan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan perjanjian sakral yang disebut Piagam Madinah. Kesatuan negara untuk sama-sama menjaga kedaulatan Madinah dari rongrongan pihak asing.

Kesalahan memahami Islam dalam konteks keindonesiaan inilah yang kerap kali membawa permasalahan.
Memahami Islam secara tekstual tanpa memperhatikan konteks lokalitas akibatnya Islam terasa kaku, tidak adabtable dan gagal paham. Hanya karena kata nasionalisme secara tekstual tidak ada dalam Al-Qur'an lantas mengharamkan Pancasila dan nasionalisme.

Memahami Islam saja tanpa nasionalisme maka Islam akan terasa gersang dan diliputi oleh fanatisme sektarian. Apa yang terjadi di negara-negara Timur - Tengah saat ini merupakan imbas dari Islam tanpa nasionalisme kebangsaan. Mereka fasih dalam beragama dengan sejuta dalil agama namun sangat krisis dan miskin cinta tanah air. Akibatnya, disaat mereka dilanda konflik dan perbedaan-perbedaan pandangan keagamaan seperti Islam-Kristen atau Sunni-Syiah maka akan cepat memanas dan tidak lagi memperhatikan masa depan bangsanya. Yang penting kelompok mereka menang dalam pertempuran mengalahkan saudara mereka sendiri.

Gagal paham khilafah sebagaimana pengusungnya (HTI), adalah memahami Islam sebagai sebuah keharusan untuk mendirikan negara agama. Islam dipahami sebagai ideologi untuk menolak ide-ide Barat (seperti istilah nasionalisme) sehingga semua yang berbau Barat harus ditolak.
Padahal Islam yang kita pahami tidak demikian. Islam yang kita pahami adalah menyerap unsur positif dari manapun asalkan memberi kemaslahatan. Tidak ada kewajiban syar'i untuk mendirikan Pan Islamisme khilafah model HTI karena khilafah bukan bagian dari pokok-pokok ajaran Islam (Rukun Iman dan Rukun Islam).

Khilafah model HT adalah murni hasil produk pemikiran dari Taqiyufdin Nabhani yang bersemangat tinggi menyatukan dunia Islam dalam sebuah kesatuan untuk menandingi Barat. Euforia politik untuk mencontoh dinasti Islam yang pernah jaya dimasa lalu walaupun sebenarnya dinasti-dinasti Islam yang pernah lahir tidak satupun memakai sistem khilafah model HTI. Produk pemikiran HT ala khilafah tidak harus diikuti karena hanya hasil produk pemikiran yang tidak ada kaitannya dengan syariat Islam karena produk pemikiran tidak sama dengan Islam itu sendiri. Jika khilafah model HT adalah murni ajaran Islam yang otoritatif dari Al-Qur'an dan Hadits tentu negara-negara muslim menyetujui hajat HT namun faktanya khilafah model HT ditolak dimanapun, menjadi partai terlarang dan menjadi masalah besar diberbagai negara.

Sebagai ormas terlarang seperti PKI yang anti Pancasila, sudah sepatutnya kita sebagai anak bangsa untuk mewaspadai gerakan-gerakan anti Pancasila yang serupa dengan HTI. Habis DI/TII muncullah HTI dan setelah HTI ini akan terus muncul gerakan serupa dengan wujud, model dan gaya yang berbeda. Sebagai gerakan politik, HTI dan ormas-ormas anti Pancasila semisalnya akan terus berupaya untuk mengkampanyekan khilafah atau NKRI bersyariah meskipun dengan model gerakan dan propaganda yang berbeda.

Ada yang benar-benar anti demokrasi seperti HTI sehingga enggan menjadi partai politik yang ikut andil dalam kontestan Pemilu dan ada pula yang agak lunak dengan menghalalkan partai sehingga ikut Pemilu untuk memasarkan gerakannya dalam merebut kekuasaan.

Propaganda khilafah model HTI sering kali sulit terdeteksi karena syabab (pemuda) atau penggiatnya memakai simbol Islam atau label pengajian. Memasukkan paham-paham khilafah dengan bungkus pengajian agar menarik simpati kaum awam dan menganggap khilafah bagian dari kewajiban syar'i.
Jadi, berungkali syabab HTI menyamar sebagai ustadz untuk memasarkan produk khilafah. Mempropagandakan anti Pancasila dan mengobarkan semangat untuk merongrong NKRI karena dianggap hukum kafir. Sasaran mereka adalah masyarakat yang tidak paham tentang politik Islam dan tidak paham tentang Nasionalisme.

Bagaimana jadinya negara ini jika dipenuhi oleh mereka yang mengaku Ustadz atau mengaku paham agama namun anti Pancasila? Bagaimana masa depan bangsa ini jika generasi-generasi muslimnya dibunuh rasa cinta tanah airnya dan sewaktu-waktu diajak untuk kudeta kepada Pemerintah?

Tentu kita tidak ingin negara yang sangat kita cintai ini hancur lebur akibat segelintir orang yang merusaknya. Islam saja tanpa nasionalisme, NKRI tidak akan pernah terwujud selama-lamanya karena negara ini didirikan oleh mereka yang beragama dan punya jiwa nasionalisme. Islam saja tidak cukup tanpa diimbangi semangat nasionalisme untuk membentuk negara kesatuan yang begitu luas ini.

Untuk itu, kita harus benar-benar paham mana tokoh sentral semacam ustadz yang punya jiwa nasionalisme sehingga mampu menjaga agama dan menjaga amanah NKRI dan mana yang hanya mengaku ustadz namun pada dasarnya ingin merusak Pancasila dan mengobrak-abrik NKRI. Padamkanlah setiap percikan api agar tidak membesar, tidak membakar dan menghabisi seluruh isi rumah kita. (aswajamuba)
Menjawab "Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya" Menjawab "Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya" Reviewed by Erhaje88 Blog on November 17, 2017 Rating: 5

1 comment:

  1. Alhamdulillah. Trmksh shbtku sdh brknan menshare tulisan dr sy yg fakir ilmu. Slm prshbtn dn slm silaturahim.

    ReplyDelete

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.