Prinsip - Prinsip Toleransi

Oleh: Kiai Ahmad Ishomuddin*

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang mulia, merdeka dan setara. Manusia dari segala sisinya ditakdirkan beragam untuk saling melengkapi dan menyempurnakan, bukan untuk saling merendahkan, menghinakan, saling membahayakan, saling merugikan dan apalagi saling menumpahkan darah. Perbedaan adalah sunnatullah sehingga tidak diperkenankan menyeragamkan apa saja yang telah ditakdirkan berbeda itu.

Seseorang dengan agama, keyakinan atau penafsiran tertentu tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang yang berbeda dalam hal tersebut.

Dalam upaya mencapai kemaslahatan, tujuan mulia, dan kebajikan atau menghindarkan diri dari kemafsadatan dan hal-hal yang merugikan yang disepakati maka orang-orang yang berbeda itu dapat bekerjasama sesuai kesepakatan di antara mereka. Sedangkan untuk hal-hal yang tidak bisa disepakati dapat dibicarakan bersama (musyawarah) untuk mencapai titik temu (mufakat) dan jika tidak maka wajib saling menghormati dan saling toleransi.

Setiap orang yang berbeda berkewajiban untuk saling menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta dengan menjunjung tinggi rasa keadilan, mengedepankan akhlak mulia, menjunjung tinggi kesetaraan (al-musawah) dalam pergaulan sehari-hari. Sebaliknya, berkewajiban untuk menghindarkan diri dari saling berburuk sangka, saling mencari-cari kesalahan, saling membenci dan tidak bekerjasama dalam saling berbuat dosa dan permusuhan.

Dalam konteks hidup bersama sebagai bangsa setiap orang yang berbeda baik suku, agama, ras, dan lain-lain berkewajiban untuk memprioritaskan keamanan, persatuan dan persaudaraan.

Dalam memenuhi hak-haknya setiap orang atau kelompok memiliki kebebasan dalam batas tidak melanggar dan merugikan orang/pihak lain. Sedangkan jika terjadi perselisihan karena perebutan hak dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau melalui jalur pengadilan.

*Ketua Syuriyah PBNU