Sidebar Ads

banner image

The Compelling Religious Mythology, Wayang-Purwa (1)

Asal mula masuknya dan pementasan wayang kulit di Nusantara memang belum diketahui secara pasti. Drs. Suroto dalam bukunya, Indonesia di Tengah-Tengah Dunia dari Abad ke Abad Jilid 1, mengatakan bahwa pertunjukan bayang-bayang di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1500 Sebelum Masehi.


Pada masa itu pada umumnya bangsa Indonesia masih memeluk kepercayaan anmisme dan dinamisme yang hingga sekarang ini masih tetap ada dalam kehidupan sebagian bangsa Indonesia.

K.P.A. Kusumodilogo dalam tulisannya Pakem Serat Sastra Muruda, R.M. Adipati Aryo Cokronegoro dalam Kawruh Pedalangan (1906), R.M. Sayid dalam Ringkasan Sejarah Wayang (1981) juga menunjukkan data perkembangan wayang, meskipun banyak angka tahun yang tidak sama, bahkan tidak sesuai dengan angka tahun menurut ilmu sejarah.

Sementara itu Ir. Sri Mulyono dalam bukunya, Wayang, Asal-Usul, Filsafat, dan masa Depannya (1975), berpendapat bahwa ia tidak dapat menerima kalau wayang kulit dianggap berasal dari India, mengingat wayang India yang pernah dipertunjukkan Pada Konferensi Drama Internasional di Kuala Lumpur tahun 1969 sangat jauh berbeda dengan wayang kulit purwa.

Berita tertulis tertua yang menyebutkan mengenai wayang terdapat dalam Kakawin Arjunawiwaha gubahan Mpu Kanwa yang hidup pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042). Kata wayang dalam kakawin tersebut nampak pada penyebutan "awayang" atau "aringgit" sebagai berikut:

Hananonton ringgit manangis asekel muda bidepan buwus wruh tuwin yan walulang inukir malah inucap batur nin wan tresnen wisaya malaha ta wihikanari tatwa nyan maya sahana-hana nin bawa siluman....
(Ada orang yang menonton wayang menangis sedih. Bodoh benar dia. Padahal sudah tahu juga bahwa yang bergerak dan berbicara itu kulit yang ditatah. Memang kata orang dia sedang terkena daya gaib, sedangkan seharusnya ia tahu bahwa pada hakekatnya (pertunjukan) itu hanyalah palsu, segala yang ada ini maya belaka)

Sementara itu, bukti sejarah tertulis lain yang menguatkan bahwa pertunjukan wayang kulit telah dimulai semenjak masa kerajaan Hindu di Nusantara juga dimuat dalam kakawin yang sama, atau Serat Centhini Jilid IX. Selain mengisahkan pementasan wayang kulit purwa, kakawin Arjuna Wiwaha juga menjelaskan peralatan pergelaran wayang kulit purwa seperti kelir, gedebog, blencong, cempala, dan lain-lain yang kesemuanya merupakan ciptaan orang Jawa sendiri dan mengandung lambang atau mempunyai makna tertentu sebagai berikut:

Janma tama karya lejem mring pandulu, sasmitaning Hyang Sejati, dhalang lan wayang dinunung, pamanggone Hyang mawarni, karya upameng pandulon. Kelir jagad gumelar wayang pinanggung, asnapun mahluking Widi, gedebog bantala wegung, blencong padhang ing urip, gamelan gendinging lakon.

Adapun perkembangan wayang kulit di Nusantara yang ditulis oleh K.P.A. Kusumodilogo dalam Serat Sastera Miruda, R.M.A.A. Cokronegoro dalam Kawruh Pedalangan yang ditulis tahun 1906, R.M. Sayid dalam Ringkasan Sejarah Wayang yang diterbitkan ahun 1981, Ir. Sri Mulyono dalam Wayang, Asal-Usul, Filsafat, dan Masa Depannya yang diterbitkan tahun 1975, dan karya tulis para budayawan dalam beberapa media massa dikisahkan sebagai berikut.

1. Prabu Jayabaya memindahkan dan memperbesar gambar-gambar wayang dari daun Tal ke permukaan kulit yang ditatah dan diberi pegangan dari bambu pada tahun 959 Masehi atau 861 Çaka dengan sengkalan candraning wayang wolu (Akan tetapi pendapat ini tidak sesuai dengan ilmu sejarah, karena pada tahun itu yang memerintah kerajaan adalah Empu Sindok (928-947) dan prabu Jayabaya memerintah tahun 1130-1160).

2. Prabu Brawijaya dari kerajaan Majapahit menyempurnakan gambar wayang dengan memberi sunggingan (warna) pada tahun 1378 Masehi atau 1300 Çaka dengan sengkalan tanpa srna gunaning atmaja.

3. Prabu Ajisaka atau Widayaka dari kerajaan Purwacarita membuat Pakem Lakon Dewa-Dewa pada tahun 1379 atau 1301 Çaka, dengan sengkalan ratu guna maletik tunggal.

4. Para Wali seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Kudus menyempurnakan pertunjukan wayang dengan pemakaian kelir, debog, blencong, untuk pertunjukan semalam suntuk pada tahun 1521 atau 1443 Çaka dengan sengkalan   "geni dadi sucining jagad".

5. Sultan Trenggana dari kerajaan Kediri menyempurnakan bentuk wayang dengan penatahan pada tahun 1555 atau 1477 Çaka, dengan sengkalan resi pitu kinarya tunggal. (Pendapat ini tidak cocok dengan ilmu sejarah karena Sultan Trenggana memerintah Kediri pada tahun 1521-1546).

6. Prabu Hamangkurat Tegal Arum (Amangkurat I) menambah pertunjukan wayang dengan pengiringan pesinden pada tahun 1634 atau 1556 Çaka, dengan sengkalan wayang dua ing wana tunggal.
Bersambung ke halaman ini >>>The Compelling Religious Mythology, Wayang Purwa (2)

(Suaramerdeka.com)
The Compelling Religious Mythology, Wayang-Purwa (1) The Compelling Religious Mythology, Wayang-Purwa (1) Reviewed by Erhaje88 Blog on November 09, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.