Sidebar Ads

banner image

Waspada Terhadap "Virus" NU, Renungan Harlah NU ke 91 (Bag. 6)


Oleh: Abdullah Nasikin
Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
Islam Nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita, yakni Walisongo. Islam Nusantara tidak anti arab, karena bagaimanapun juga dasar-dasar Islam dan semua referensi pokok dalam ber-islam berbahasa Arab. Makanya dalam NU ada istilah "Arab digarap, Jawa dibawa, Barat diruwat".
Walau istilah Islam Nusantara telah menimbulkan polemik pro dan kontra. Bagi NU sebagai ormas Islam terbesar, Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras. Bahwa Islam di Nusantara didakwahkan dengan cara merangkul budaya, menyelaraskan budaya, menghormati budaya, dan tidak memberangus budaya. Dari pijakan sejarah itulah, NU akan bertekad mempertahankan karakter Islam Nusantara yaitu Islam yang ramah, damai, terbuka dan toleran.
Menyimak wajah Islam di dunia saat ini, Islam Nusantara sangat dibutuhkan, karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah karena bersifat tawasut (moderat), tidak ekstrim kanan dan kiri, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik. Oleh karena itu, sudah selayaknya Islam Nusantara dijadikan alternatif untuk membangun peradaban dunia Islam yang damai dan penuh harmoni di negeri mana pun.
Menurut Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, Rais Syuriah PBNU Pusat sekaligus ketua Thariqat se-dunia menjelaskan, “Sebenarnya maksudnya Islam di Nusantara, bukan merupakan ajaran atau aliran sendiri. Jadi bagaimana mewarisi Islam yang telah digagas atau dikembangkan para wali-wali dulu.”
Beliau melanjutkan “Islam di belahan bumi Indonesia itu punya karakteristik sendiri yang unik. Kalau saja wali songo itu tidak coba beradaptasi dengan lingkungan sekitar ketika Hindu dan Budha masih menjadi agama mayoritas, mungkin kita tidak bisa menyaksikan Islam yang tumbuh subur seperti sekarang ini.”
Beliau berpesan bahwa inti Indonesia adalah terletak pada rasa persatuan dan kesatuan. Rasa inilah yang agaknya menjadi barang mahal dan sulit sekarang ini. Rasa itu sesungguhnya yang membingkai keberadaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karenanya tugas kita bagaimana terus menjaga NKRI ini, itulah mengapa dalam setiap ceramah beliau akhir-akhir ini sering membahas tentang upaya mengukuhkan Persatuan Bangsa dan Negara.
(Selanjutnya...)

Waspada Terhadap "Virus" NU, Renungan Harlah NU ke 91 (Bag. 6) Waspada Terhadap "Virus" NU, Renungan Harlah NU ke 91 (Bag. 6) Reviewed by Erhaje88 Blog on January 31, 2017 Rating: 5

Stay Connected

Powered by Blogger.