Sidebar Ads

banner image

Islam Dan Dosa Warisan

"Orang terdahulu bisa mendapat pahala atau menanggung dosa yang dilakukan generasi selanjutnya karena mereka mengajarkan atau mencontohkan suatu perbuatan pada generasi selanjutnya"



Oleh: Hilma Rosyida Ahmad

Konon Sayyidah Hawwa telah kena rayuan Iblis, selanjutnya beliau pun merayu Sayyidina Adam agar memetik buah di pohon larangan (Khuldi). Maka, mereka berdua dihukum agar turun ke bumi, dan semua anak keturunannya menanggung dosa sang kakek dan nenek.
Dosa itu terus ditanggung dari generasi ke generasi.. sehingga Sang Pencipta menurunkan anaknya "Sayyiduna Isa al-Masih" yang disalib sebagai tumbal penghapus dosa lama itu.
Makanya kita harus berterima kasih pada al-Masih, itu kata pembawa misi dakwah ke agama Kristen.

Disisi lain, Sayyidah Hawwa yang berjenis kelamin perempuan mewariskan dosa kepada keturunan perempuan. Sehingga dianggap perempuan sebagai makhluk penggoda, hina dan seterusnya.
Makanya di agama Yahudi; perempuan jadi makhluk derajat rendahan, diasingkan dan dianggap kotor, terutama saat keluar darah haidh.
Para perempuan yang merasa terzhalimi; berusaha bangkit dan merebut hak kemanusiannya agar sama dengan para lelaki.
Itu cerita kelam yang sangat pilu dan menyedihkan, menurut dua agama samawi.

kalau agama non samawi lain lagi; ada yang lebih dahsyat misalnya ketika pasangannya mati; sang isteri berarti tidak punya hak untuk hidup.

Bagaimana dengan Islam sendiri?
Pemahaman dosa warisan itu tidak ada dalam Islam, anak-anak dilahirkan dalam keadaan "fithrah" (suci, tanpa dosa), dalam al-Qur`an: "Seseorang tidak meananggung dosa orang lain"
Anak tidak menanggung dosa apapun atasa kesalahan yang dilakukan orang tuanya, masih ingatkah dengan seorang perempuan yang bertaubat dari perbuatan zina, datang dalam keadaan hamil dan minta untuk dihukum?
Rasulullah tidak menghukumnya, tunggu dulu sampai melahirkan.
Sang perempuan itu datang lagi, tapi tetap tidak dihukum, karena bayi kecilnya masih perlu ASI dan perawatan sang ibu.
Sang perempuan datang lagi bersama anaknya yang memegang roti di tangan mungilnya menandakan sang anak sudah bisa hidup tanpa ASI sang ibu.
Tapi Rasulullah tidak bersedia menghukum sang perempuan sampai ada di kalangan umat yang berjanji untuk merawat sang anak itu setelah kepergian ibunya, membuktikan bahwa anak hasil dari perbuatan zina itu sangat disayangi dan diperhatikan oleh Sayyiduna Rasulullah SAW.
Akhirnya perempuan itu dirajam, salah seorang yang menyaksikan kejadian penghukuman itu; mencemooh sang perempuan yang sudah pergi,
Rasulullah SAW marah dan bersabda:
"Dia telah bertaubat dengan sesungguhnya, seandainya taubat itu dibagikan ke seluruh penduduk Madinah; taubat itu tentu cukup".

Setelah sabda itu dan sabda Rasulullah SAW agar tidak mencemooh orang lain atas kesalahannya sendiri, tentu tidak pantas seorang muslim berani membuka mulutnya untuk menghina anak dari perempuan itu.
Lalu tidak mungkin kita sebagai Bani Adam mewarisi dosa kakek dan nenek kita `alaihuma as-salaam.
Alasannya:
1- Kesalahan itu sudah diampuni.
2- Masalah diturunkan ke bumi, itu bukan hukuman tapi memang tujuan penciptaan Sayyidina Adam dan keturunan Beliau untuk memakmurkan bumi.

Lalu apakah benar Sayyidah Hawwa lah yang merayu sang suami?
Tidak, yang merayu itu Iblis.
Sayyidina Adam dan isteri merupakan korban rayuan, makanya dalam al-Qur`an selalu pakai "huma" dll yang ditujukan untuk mereka berdua.

Jadi kenapa mesti perempuan menjadi yang tertuduh?
Siapa yang memberitahukan kalau Sayyidah Hawwa lah yang menjadi sumber kesalahaan yang sebenarnya sudah dimaafkan?
Dalam Islam; perempuan makhluk mulia, dalilnya banyak sekali.
Begitu banyak perbuatan yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan menjadi sarana mengangkat derajatnya, contohnya hamil dan melahirkan.
Sakit dan derita yang ditanggung perempuan hanya Allah yang Mengetahuinya, jadi hanya Dia yang Tahu nilainya dan Membalasnya.
Perjuangan tingkat tinggi; sehingga seorang perempuan yang meninggal saat melahirkan menyandang pahala syahid akhirat, meskipun dia melahirkan dari kehamilan hasil zina*.
Sebagian laki-laki dengan pongah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Banyak yang sempurna di kalangan laki-laki, dari perempuan hanya 4: Asiyah isteri Fir`aun, Maryam binti `Imran, Sayyidah Khadijah dan Sayyidah Fathimah..".

Untuk ucapan sejenis itu; Syekh `Amr al-Wardani hafizhahullah menjawab: "Apa urusanmu? Memangnya kalau yang sempurna 4, apakah itu berarti sisanya para syethan? Tidak mungkinkah kaum perempuan itu bertingkat-ting kat?".

Mungkin kalau bisa kutambahkan: "Kamu sendiri bagaimana? sempurnakah?".
Syekh Zaiemuddin Abdul Adzim hafizhahullah meriwayatkan dari Syekh `Amr yang bertanya dengan Syekh Ali Jum`ah hafizhahullah tentang benarkah kebanyakan wali zaman sekarang dari kalangan perempuan? dan itu diiyakan oleh Syekh Ali.

Jadi mari memuliakan perempuan, "hanya laki-laki yang mulia yang bisa memuliakannya, yang bisa merendahkan perempuan itu hanyalah orang yang kurang ajar" (al-hadits) supaya yang perempuan juga memuliakan kaumnya sendiri, sebab sering juga yang rajin menghina perempuan adalah perempuan sendiri. Karena kita tidak dibolehkan sombong apalagi ngaku sebagai wali.

Kembali ke cerita dosa warisan, Rasulullah SAW memandang generasi selanjutnya adalah harapan. Makanya saat Beliau SAW ditawari Sayyidina Jibril untuk menjepitkan kawasan at-Thaaif antara dua gunung sebagai balasan pada warganya yang menghina, mencemooh, melempari batu sampai Beliau luka berdarah, tapi tawaran itu ditolak mentah dengan harapan keturunan dari warga itu suatu saat beriman.

Jadi, saya merasa sedih tentang kabar bahwa keturunan orang-orang yang dianggap anggota PKI yang berkhianat tidak mendapatkan kesempatan yang layak sebagai manusia di Indonesia, mungkin itu urusan kepentingan politik di suatu masa yang tidak ku mengerti.
Lalu atas nama apa tuduhan yang bertebaran di medsos sekarang ini yang ditujukan pada seseorang atau berbagai pihak sebagai anak-anak PKI, keturunan china yang berkhianat pada NKRI di masa lampau dan seterusnya.
Jadi semenjak kapankah kita muslim Indonesia menganut kepercayaan dosa warisan, tidak cukupkah nash-nash dalam al-Qur`an dan hadits Nabawi untuk menunjukkan bahwa manusia makhluk yang suci dan tidak menanggung dosa orang terdahulu?
Yang ada dalam Islam: orang terdahulu bisa mendapat pahala atau menanggung dosa yang dilakukan generasi selanjutnya karena mereka mengajarkan atau mencontohkan suatu perbuatan pada generasi selanjutnya, seperti yang disebutkan di hadits Nabawi.

Maukah kira-kira yang menghina seseorang atas kesalahan leluhurnya disebut sebagai "anti al-Qur`an atau anti ajaran Islam"? lalu anak cucunya nanti dibully di medsos masa depan: "Kamu ini anaknya seseorang yang anti al-Qur`an lho?!?! nih link tulisan-tulisan kakek/nenekmu di fb atau hasil screenshot wa di hp warisan kakekku... ".

Begitulah,
ﻛﻤﺎ ﺗﺪﻳﻦ ﺗﺪﺍﻥ
kamu mendapat balasan seperti yang kamu lakukan.
Rabbuna yahfazhunaa, amien...
*Silahkan cek hasyiah al-Baijuri dalam fiqh asy-Syafi`i.
Islam Dan Dosa Warisan Islam Dan Dosa Warisan Reviewed by Erhaje88 Blog on June 06, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.