Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memerintahkan kepada jajaran TNI AD untuk nonton bareng film Pemberontakan G30S/PKI. Film ini sebenarnya telah dihentikan penayangannya sejak 30 September 1998 atas permintaan masyarakat dan keluarga besar TNI AU.
Film Pemberontakan G30S/PKI diproduksi oleh Produksi Film Nasional (PFN) yang dipimpin oleh Brigjen TNI Gufron Dwipayana, orang dekat Presiden Soeharto. Tokoh penting di balik film ini adalah sejarawan Nugroho Notosusanto. Dwipayana memilih Arifin C. Noer sebagai sutradara film yang awalnya berjudul Sejarah Orde Baru. Ia memilih Arifin sebab dianggap independen dan tidak memiliki afiliasi dengan organisasi mahasiswa manapun atau organisasi masyarakat apapun.
Film Pengkhianatan G30S/PKI dikerjakan selama dua tahun dengan biaya terbesar saat itu, yaitu Rp800 juta. Setelah selesai, film ini ditayangkan dalam sidang kabinet dan semuanya setuju. Film berdurasi lebih dari tiga jam ini ditayangkan di bioskop dan TVRI sebagai tontonan wajib anak-anak sekolah dan pegawai pemerintah.
Ternyata, Arifin kecewa setelah melihat hasilnya. Dia mengungkapkan kekecewaannya kepada Eros Djarot, sutradara, penulis lagu, dan politisi.
“Hingga menjelang turunnya Soeharto hanya ada satu versi untuk melihat peristiwa G30S, yakni versi film
Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. Noer, sebuah rekonstruksi visual yang agaknya dicomot langsung dari kepala Soeharto, superhero satu-satunya dalam film tersebut,” tulis Eros Djarot, dkk., dalam Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S/PKI .
Menurut Eros, Arifin C. Noer sangat kecewa dengan film yang digarapnya.. Berdasarkan pengakuannya, sebagai sutradara film ternyata dia telah dipaksa tunduk pada seorang sutradara politik yang bertindak sebagai pengarah film sesungguhnya.
Usai membuat film Pengkhianatan G30S/PKI , Arifin ingin berhenti membuat film. Mungkinkah karena kekecewaan terhadap film itu? Dia menyampaikan keinginannya itu dalam surat tanggal 10 Februari 1984 kepada Ajip Rosidi, sastrawan yang berdiam di Jepang pada 1980-2002. Ajip membalas surat itu pada 17 Februari 1984.
“Keputusan untuk tidak membuat film lagi tentu keputusan yang penting. Buat saya, juga mengagetkan. Sayang dalam surat itu kau tidak memberi alasan yang lebih terperinci. Kau mengatakan bahwa selama 5 tahun membuat film merupakan tahun-tahun yang percuma. Dari segi apa? Dalam arti apa?” tulis Ajip dalam buku kumpulan surat-suratnya, Yang Datang Telanjang.
Ajip memberikan penilaian terhadap film-film karya Arifin dan memintanya agar mempertimbangkan lagi keputusan untuk berhenti membuat film. Ajip menyebut bahwa Arifin sepertinya punya masalah dengan PFN (Produksi Film Negara).
“Baik sekali kau mempertimbangkan hubunganmu dengan PFN. Tetapi jangan hendaknya karena itu kau lantas memutuskan mau berhenti membuat film. Sebab, kalau begitu, maka dunia perfilman Indonesia akan terus hanyut dalam selera Indo –atau Cina,” kata Ajip yang berharap “filmmu akan membuat tradisi, atau baik disebutkan: melanjutkan tradisi film pribumi seperti yang dibuat oleh Usmar Ismail.”
Akhirnya, Arifin pun urung berhenti bikin film. Ia meninggal dunia pada 28 Mei 1995.
Artikel lebih lengkap, bisa dibaca di: Historia.id
Film Pemberontakan G30S/PKI diproduksi oleh Produksi Film Nasional (PFN) yang dipimpin oleh Brigjen TNI Gufron Dwipayana, orang dekat Presiden Soeharto. Tokoh penting di balik film ini adalah sejarawan Nugroho Notosusanto. Dwipayana memilih Arifin C. Noer sebagai sutradara film yang awalnya berjudul Sejarah Orde Baru. Ia memilih Arifin sebab dianggap independen dan tidak memiliki afiliasi dengan organisasi mahasiswa manapun atau organisasi masyarakat apapun.
Ternyata, Arifin kecewa setelah melihat hasilnya. Dia mengungkapkan kekecewaannya kepada Eros Djarot, sutradara, penulis lagu, dan politisi.
“Hingga menjelang turunnya Soeharto hanya ada satu versi untuk melihat peristiwa G30S, yakni versi film
Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. Noer, sebuah rekonstruksi visual yang agaknya dicomot langsung dari kepala Soeharto, superhero satu-satunya dalam film tersebut,” tulis Eros Djarot, dkk., dalam Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S/PKI .
Menurut Eros, Arifin C. Noer sangat kecewa dengan film yang digarapnya.. Berdasarkan pengakuannya, sebagai sutradara film ternyata dia telah dipaksa tunduk pada seorang sutradara politik yang bertindak sebagai pengarah film sesungguhnya.
(Arifin C. Noer di Festival Film Indonesia 1982/wikipedia)
Usai membuat film Pengkhianatan G30S/PKI , Arifin ingin berhenti membuat film. Mungkinkah karena kekecewaan terhadap film itu? Dia menyampaikan keinginannya itu dalam surat tanggal 10 Februari 1984 kepada Ajip Rosidi, sastrawan yang berdiam di Jepang pada 1980-2002. Ajip membalas surat itu pada 17 Februari 1984.
“Keputusan untuk tidak membuat film lagi tentu keputusan yang penting. Buat saya, juga mengagetkan. Sayang dalam surat itu kau tidak memberi alasan yang lebih terperinci. Kau mengatakan bahwa selama 5 tahun membuat film merupakan tahun-tahun yang percuma. Dari segi apa? Dalam arti apa?” tulis Ajip dalam buku kumpulan surat-suratnya, Yang Datang Telanjang.
Ajip memberikan penilaian terhadap film-film karya Arifin dan memintanya agar mempertimbangkan lagi keputusan untuk berhenti membuat film. Ajip menyebut bahwa Arifin sepertinya punya masalah dengan PFN (Produksi Film Negara).
“Baik sekali kau mempertimbangkan hubunganmu dengan PFN. Tetapi jangan hendaknya karena itu kau lantas memutuskan mau berhenti membuat film. Sebab, kalau begitu, maka dunia perfilman Indonesia akan terus hanyut dalam selera Indo –atau Cina,” kata Ajip yang berharap “filmmu akan membuat tradisi, atau baik disebutkan: melanjutkan tradisi film pribumi seperti yang dibuat oleh Usmar Ismail.”
Akhirnya, Arifin pun urung berhenti bikin film. Ia meninggal dunia pada 28 Mei 1995.
Artikel lebih lengkap, bisa dibaca di: Historia.id
Kecewa Dengan Film Pengkhianatan G30S/PKI, Sang Sutradaranya Ingin Berhenti Buat Film
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
September 19, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE