Oleh: Irfantoni Listyawan
Beragam Jenis Bambu dan Filosofinya bagi Orang Jawa
Bambu atau Pring kata orang Jawa, memiliki berbagai jenis diantaranya bambu kuning (pring kuning), bambu cendhani, bambu apus, bambu wuluh, dheling, petung, dan bambu ori. Nama jenis bambu tersebut dalam falsafah hidup orang Jawa memiliki makna-makna filosofis tertentu. Adapun diantara filosofis diantaranya adalah :
“Pring Dheling tegese kendhel lan eling, kendhel mergo eling timbang grundel nganti suwing..”
(Memiliki arti bahwa orang hidup haruslah itu haruslah tau diri dan selalu mawas diri, jangan selalu menggerutu dalam menjalani kehidupan).
“Pring Ori, urip iku mati, kabeh seng urip mesti bakale mati..”
(Artinya adalah, hidup itu mati dan semua yang hidup pasti mati).
“Pring Wuluh, urip iku tuwuh ojo mung emboh ethok-ethok ora eruh..”
(Bagian ini memiliki artian bahwa hidup itu tuwuh, selalu dinamis, dan jadi orang janganlah bersikap acuh dan pura-pura tidak tahu menahu apa yang seharusnya kita ketahui).
“Pring Cendhani, urip iku wani ngadepi ojo mlayu mergo wedhi..”
(Dalam menjalani hidup kita haruslah jadi seorang pemberani, berani menghadapi segala situasi dan jangan lari karena takut).
“Pring Kuning, urip iku eling wajib podo eling marang sing peparing..”
(Pesan dari wejangan tersebut adalah, hidup harus selalu ingat pada Sang Maha Pengasih)
“Pring Apus, urip iku lampus dadi wong urip ojo seneng apus-apus..”
(Walaupun hidup dinamis, namun hidup juga mudah rapuh atau lampus. Maka dari itu orang janganlah suka berbohong agar hidup kita tidak semakin rapuh).
“Pring Petung, urip iku suwung senajan suwung nanging ojo podo nganti bingung..”
(Hidup itu selalu dipenuhi masalah, dan terkadang masalah membuat kita semakin suntuk suwung. Namun, meskipun hidup penuh masalah kita hendaknya jangan selalu bingung).
Falsafah Ngelmu Pring juga menyebutkan bahwa “Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg rejeki seret ora usah podo buneg...”. Artinya adalah, walaupun bambu adalah masuk dalam keluarga rumput namun dapat berdiri tegak, walaupun rejeki sedang seret hendaknya jangan terlalu suntuk. Selain itu dalam Ngelmu Pring, kita diajarkan bagaimana hendaknya kita selalu ingat akan mati sebagaimana pada bait “Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring...”. Hal tersebut memiliki arti yang sangat mendalam, apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir, sebagaimana hal ini dapat kita temui dalam upacara kematian masyarakat pedesaan Jawa. Setelah diusung dak dimakamkan, maka sang manusia tersebut kembali kepada bumi beriringan dengan akar-akar bambu.
Masyarakat Jawa juga memiliki prinsip bahwa hidup itu berjalan seperti air, dan kita mengalir bersamanya. Pun demikian dengan bambu yang memiliki sifat “Ora gampang tugel, mergo iso melur...”, (tak mudah patah, karena lentur). Bagi masyarakat Jawa sifat bambu yang sedemikian memiliki makna yakni “Urip kuwi ojo podo kaku, meluro lan pasraho. Ojo mangu-mangu, nging terus mlaku..”. Dalam menjalani hidup kita jangalah menjadi orang yang kaku, bersikaplah melur atau fleksibel dalam artian kita selalu bersikap terbuka dan membuka diri. Hidup juga hendaknya jangan berpangku tangan, terus berjalan dan berusaha hingga Tuhan menunjukkan hasilnya. Usaha tersebut juga dibarengi dengan doa agar hidup selalu dalam lindungan Tuhan yang mengatur seluruh hidup kita.
Hidup juga janganlah berelebihan harta, konsumtif dan hedonis, hiduplah secukupnya. Bagi orang Jawa, apabila hidup dalam keadaan “Cukup sandang pangan papan, urip bakal mukti pakarti..”. Dengan artian bahwa apabila kita hidup berkecukupan dari segi sandang, pangan, dan papan maka hidup kita akan selalu bermakna jika dibarengi dengan budi pekerti yang luhur. Demikianlah secuil falsafah hidup masyarakat Jawa dalam Ngelmu Pring. Ngelmu Pring sendiri merupakan local wisdom tidak hanya dapat diterapkan bagi masyarakat Jawa semata, namun juga bagi siapapun. Jika ini coba kita terapkan dalam kehidupan, bukan tidak mungkin menjadikan hidup kita berjalan selaras dan seimbang dengan kosmologi alam.
Indonesiana
Beragam Jenis Bambu dan Filosofinya bagi Orang Jawa
Bambu atau Pring kata orang Jawa, memiliki berbagai jenis diantaranya bambu kuning (pring kuning), bambu cendhani, bambu apus, bambu wuluh, dheling, petung, dan bambu ori. Nama jenis bambu tersebut dalam falsafah hidup orang Jawa memiliki makna-makna filosofis tertentu. Adapun diantara filosofis diantaranya adalah :
(Memiliki arti bahwa orang hidup haruslah itu haruslah tau diri dan selalu mawas diri, jangan selalu menggerutu dalam menjalani kehidupan).
“Pring Ori, urip iku mati, kabeh seng urip mesti bakale mati..”
(Artinya adalah, hidup itu mati dan semua yang hidup pasti mati).
“Pring Wuluh, urip iku tuwuh ojo mung emboh ethok-ethok ora eruh..”
(Bagian ini memiliki artian bahwa hidup itu tuwuh, selalu dinamis, dan jadi orang janganlah bersikap acuh dan pura-pura tidak tahu menahu apa yang seharusnya kita ketahui).
“Pring Cendhani, urip iku wani ngadepi ojo mlayu mergo wedhi..”
(Dalam menjalani hidup kita haruslah jadi seorang pemberani, berani menghadapi segala situasi dan jangan lari karena takut).
“Pring Kuning, urip iku eling wajib podo eling marang sing peparing..”
(Pesan dari wejangan tersebut adalah, hidup harus selalu ingat pada Sang Maha Pengasih)
“Pring Apus, urip iku lampus dadi wong urip ojo seneng apus-apus..”
(Walaupun hidup dinamis, namun hidup juga mudah rapuh atau lampus. Maka dari itu orang janganlah suka berbohong agar hidup kita tidak semakin rapuh).
“Pring Petung, urip iku suwung senajan suwung nanging ojo podo nganti bingung..”
(Hidup itu selalu dipenuhi masalah, dan terkadang masalah membuat kita semakin suntuk suwung. Namun, meskipun hidup penuh masalah kita hendaknya jangan selalu bingung).
Falsafah Ngelmu Pring juga menyebutkan bahwa “Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg rejeki seret ora usah podo buneg...”. Artinya adalah, walaupun bambu adalah masuk dalam keluarga rumput namun dapat berdiri tegak, walaupun rejeki sedang seret hendaknya jangan terlalu suntuk. Selain itu dalam Ngelmu Pring, kita diajarkan bagaimana hendaknya kita selalu ingat akan mati sebagaimana pada bait “Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring...”. Hal tersebut memiliki arti yang sangat mendalam, apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir, sebagaimana hal ini dapat kita temui dalam upacara kematian masyarakat pedesaan Jawa. Setelah diusung dak dimakamkan, maka sang manusia tersebut kembali kepada bumi beriringan dengan akar-akar bambu.
Masyarakat Jawa juga memiliki prinsip bahwa hidup itu berjalan seperti air, dan kita mengalir bersamanya. Pun demikian dengan bambu yang memiliki sifat “Ora gampang tugel, mergo iso melur...”, (tak mudah patah, karena lentur). Bagi masyarakat Jawa sifat bambu yang sedemikian memiliki makna yakni “Urip kuwi ojo podo kaku, meluro lan pasraho. Ojo mangu-mangu, nging terus mlaku..”. Dalam menjalani hidup kita jangalah menjadi orang yang kaku, bersikaplah melur atau fleksibel dalam artian kita selalu bersikap terbuka dan membuka diri. Hidup juga hendaknya jangan berpangku tangan, terus berjalan dan berusaha hingga Tuhan menunjukkan hasilnya. Usaha tersebut juga dibarengi dengan doa agar hidup selalu dalam lindungan Tuhan yang mengatur seluruh hidup kita.
Hidup juga janganlah berelebihan harta, konsumtif dan hedonis, hiduplah secukupnya. Bagi orang Jawa, apabila hidup dalam keadaan “Cukup sandang pangan papan, urip bakal mukti pakarti..”. Dengan artian bahwa apabila kita hidup berkecukupan dari segi sandang, pangan, dan papan maka hidup kita akan selalu bermakna jika dibarengi dengan budi pekerti yang luhur. Demikianlah secuil falsafah hidup masyarakat Jawa dalam Ngelmu Pring. Ngelmu Pring sendiri merupakan local wisdom tidak hanya dapat diterapkan bagi masyarakat Jawa semata, namun juga bagi siapapun. Jika ini coba kita terapkan dalam kehidupan, bukan tidak mungkin menjadikan hidup kita berjalan selaras dan seimbang dengan kosmologi alam.
Indonesiana
Ngelmu Pring, Bagian Dari Ajaran Orang Jawa
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
September 16, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE