(gambar: ilustrsi-wordpress.com)
SEJARAH kepresidenan kita dicederai buruknya hubungan satu presiden dengan pendahulunya. Begitulah, hubungan Presiden Soeharto sangat buruk dengan Presiden Soekarno. Begitu pula hubungan Presiden BJ Habibie bisa dikatakan buruk dengan Presiden Soeharto.
Pun hubungan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Abdurrahman Wahid tidak bisa dibilang baik. Penyebabnya boleh jadi karena peralihan tongkat kepresidenan didahului gejolak politik.
Akibat gejolak politik yang mendahuluinya, nyaris komunikasi antara satu presiden dan pendahulunya terputus. Padahal, komunikasi penting untuk menyinambungkan program.
Kita tahu peralihan tampuk kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto didahului peristiwa 1965. Estafet kepresidenan dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie diawali krisis ekonomi dan politik.
Pergeseran kekuasaan dari tangan Presiden Gus Dur ke Presiden Megawati dimulai dengan Sidang Istimewa MPR. Peralihan kekuasaan melalui pemilu ternyata tak juga membuat hubungan presiden dengan pendahulunya berlangsung baik.
Begitulah, hubungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Megawati sangat buruk. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo kita boleh berharap hubungan buruk antarpresiden tinggal sejarah.
Presiden Jokowi beberapa kali bertemu dengan pendahulunya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menjelang peralihan kekuasaan kepresidenan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi pada 2014, keduanya melangsungkan pertemuan.
Pertemuan itu merupakan bagian dari proses transisi kekuasaan. Pada Maret 2017, Jokowi dan SBY bertemu. Pertemuan itu berlangsung seusai pilkada DKI putaran pertama yang penuh gejolak politik.
Ketika itu muncul rumor SBY membiayai demo mendesak Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dihukum atas tuduhan menodai agama. Pertemuan itu memperlihatkan bahwa gejolak politik atau perbedaan pendapat bisa dikomunikasikan.
Gejolak politik dan perbedaan pendapat tidak lantas membuat kedua presiden saling mendiamkan, tidak bertegur sapa, hanya ‘berbalas pantun’ di ruang publik. Lalu, pada peringatan HUT ke-72 RI, 17 Agutus 2017, di Istana Negara, Presiden Habibie, Presiden Megawati, Presiden Yudhoyono, dan Presiden Jokowi berjumpa.
Inilah untuk pertama kali, semua presiden yang masih hidup menghadiri peringatan HUT RI. Terakhir, kemarin, Presiden Jokowi kembali bertemu dengan Presiden Yudhoyono.
Dalam pertemuan itu Yudhoyono memberi masukan tentang Perppu Ormas yang baru-baru ini disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Kedua presiden juga membicarakan kondisi ekonomi dan politik dewasa ini.
Apa yang dilakukan Presiden Yudhoyono, yakni memberi masukan secara langsung kepada Presiden Jokowi, harus kita apresiasi. Lebih baik seorang presiden memberi masukan langsung kepada penerusnya daripada berkoar-koar di ruang publik.
Semestinya menjadi fatsun politik pendahulu menahan diri untuk tidak mengomentari atau mengkritik kebijakan presiden atau pejabat penggantinya secara terbuka di ruang publik.
Bila seorang presiden mengkritik penerusnya secara terbuka, itu sama saja sang presiden ingin mengatakan dia lebih hebat daripada presiden penerusnya. Ada glorifikasi masa lalu. When i was a president....
Kita berharap perjumpaan dan komunikasi antarpresiden menjadi keadaban politik yang terus terawat. Bila perlu, hal itu dilembagakan menjadi semacam forum presiden, tempat para presiden pendahulu memberi masukan secara langsung kepada presiden yang sedang menjabat.
Artikel ini sudah terbit di mediaindonesia.com dengan judul asal: Keadaban Perjumpaan Presiden
Adab Pertemuan Para Presiden Indonesia Kurang Solid
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
October 28, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE