Sidebar Ads

banner image

Habib Umar bin Hafidz: "Islam Kita Menyatukan, Bukan Memecah Belah"

"Dakwah Harus Dengan Ma'ruf, Bukan Caci Maki. Islam Kita Menyatukan, Bukan Memecah Belah
"– إسلامنا يوحد ولايفرق –

Oleh : Habib Umar bin Hafidz

(Diterjemahkan oleh Habib Jindan bin Novel dalam Acara Jalsatuddu’ah pertama di Jakarta Islamic Center, Jakarta Utara, Ahad Malam Senin, 15 Oktober 2017)

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memilih kalian untuk memikul amanah yang agung ini.
Semoga Allah menolong kalian agar bisa menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya.

Wahai Allah rekatkanlah hati dan sanubari-sanubari kami ini dengan hati dan sanubari orang-orang yang dekat dan Engkau cintai dengan sanad yang kuat yang tersambung kepada mereka.
Hakikat keistimewaan dalam Islam adalah dengan memerdekakan nafsu kita dan juga memerdekakan orang lain dari jajahan nafsu-nafsunyanya mereka sendiri.
Allah telah menyebutkan kepada kita tentang perkara DAKWAH KEPADA ALLAH dengan cara metode dakwah yang diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala yang bermanfaat bagi masayarakat.

Yang pertama hatinya dipenuhi dengan Ta’dzhim (pengagungan) kepada Allah Ta’ala dan tidak berharap kecuali hanya kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Ta’ala mengatur slogan ini di lidahnya Para Rasul seperti tercantum dalam Al Qur’an:
ما أسألكم عليه من أجر إن أجري إلا على رب العالمين
“Sesungguhnya Aku tidak meminta dari kalian wahai umat upah apapun juga, Sesungguhnya upahku ditanggung oleh Allah, oleh Allah yang menciptakan alam semesta.” (QS Asy- syu’ara: 164).

Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menyampaikan Risalah yang takut kepada Allah dan tidak mengenal rasa takut melainkan hanya kepada Allah, dan sungguh sebaik-baik tempat bersimpuh hanyalah kepada Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang pantas untuk menyandang jabatan berdakwah di jalan Allah Ta’ala adalah orang-orang yang hatinya tidak berharap melainkan hanya kepada Allah.
Dan selama di dalam hati masih ada titik harapan kepada selain Allah maka pasti dia tidak akan selamat dari kekacauan dalam dakwahnya, baik disadari maupun tanpa disadari ada kepentingan demi sesuatu yang diharapkan selain Allah atau demi kekhawatiran selain khawatir kepada Allah.

Dan kita pun membaca wahyu Allah di dalam metode dakwah yang benar.
Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun,
اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا
“Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sampaikan dakwahku, dan ucapkan kepada dia dengan penyampaian yang lembut”. (QS. Thaha : 43-44).

Sesungguhnya akal-akal yang berpikiran bahwa ‘Sesungguhnya engkau belum melaksanakan nahi mungkar apabila engkau tidak berucap dengan kata-kata yang kasar dan keras”, maka ucapan dan pemikiranmu itu bertentangan dengan Wahyu-Nya Allah.

Lihat wahyu Allah tentang metode dakwah ini, ketika mengatakan Fir’aun telah berbuat hal-hal yang jahat dan melewati batas, seharusnya setelah kalimat ini ‘kasari dia’, atau ‘bunuh dia’ atau ‘habisi dia’, tidak, tetapi justru sikap kalian metode ucapan adalah ucapan yang lembut, kemudian metode hati adalah dengan harapan agar dia akan menjadi takut, akan menjadi khusyu’, dan akan menjadi sadar.

Di dalam ayat yang lain disebutkan:
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
“Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan batinmu ?”, Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (QS. An Nazi’at : 17-19)

Bahkan cara ucapan pun diajarkan oleh Allah melalui wahyu kepada Para Nabi-Nya.

Ketika Nabi Musa disampaikan pengaduan dari kaumnya, “Kami sudah diganggu (Fir’aun) dari sebelum engkau datang, kami diteror oleh Fir’aun,” maka Nabi Musa mengatakan kepada mereka, “Sabarlah kalian kelak barangkali Allah akan merubah keadaan kalian menuju keadaan yang lebih baik”.

Nabi Musa berkata kepada kaumnya, “Mintalah pertolongan kepada Allah Subhanahuwata’ala dan bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah menolong hamba-hamba yang dikehendakinnya, dan sesungguhnya hasil akhir kemenangan hanya bagi mereka orang-orang yang bertakwa”.

Sesungguhnya perkara AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR adalah kewajiban yang penting sampai hari kiamat, tetapi tinggal bagaimana tentang metode dan caranya.
Apabila engkau memerintahkan orang lain untuk berbuat hal yang ma’ruf (yang baik) maka perintahkan dengan cara yang ma’ruf pula.
Dan apabila engkau mencegah orang lain dari perbuatan yang mungkar, maka cegahlah mereka dengan cara yang ma’ruf (yang baik), bukan mencegah kemungkaran dengan cara yang mungkar juga.

Ketika beberapa ulama-ulama salaf dahulu menyaksikan bagaimana masyarakat menggosipkan ‘Hajjaj’ yang banyak membunuh umat Islam, mendzholimi umat Islam, dengan Ghibah, maka para ulama dan Kaum Sholihin itu berkata “Sesungguhnya Allah akan menuntut Hajjaj atas Kedzholiman yang dahulu dia lakukan, sebagaimana Allah akan menuntut orang yang mendzholimi Hajjaj dengan mencaci dan menggosipkan Hajjaj”.

Dulu di masa Hajjaj, ada sekelompok Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mereka tidak memahami makna mencegah dari kemungkaran dengan memaki Hajjaj, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak baik kepada Hajjaj, atau memprovokasi massa untuk melakukan revolusi menggulingkan Hajjaj, bukan itu yang mereka pahami dari Makna ‘Nahi Mungkar’ tersebut.
Seperti Sahabat Abdullah bin Umar ra dan para sahabat-sahabat yang lain berpendirian demikian, mereka tidak ada satupun yang mendukung Hajjaj atas kedzholiman dan kemungkaran yang dia lakukan dan mereka juga tidak mencaci maki Hajjaj.

Siapa gerangan pemimpin dari semua manusia yang melakukan praktik Amar Ma’ruf Nahi Mungkar ?
Siapa gerangan orang yang mengenal paling takut kepada Allah ?
Siapa gerangan orang yang paling mengenal kecemburuan di dalam agama Allah ?

Sesungguhnya itu NABI MUHAMMAD
Katakan, Cacian apa yang pernah keluar dari lidahnya Rasulullah yang ditujukan kepada orang-orang musyrikin yang dahulu mengganggu beliau di Makkah ?
Cacian apa yang pernah keluar dari lidahnya Rasulullah terhadap orang-orang munafiqin yang dahulu hidup di Madinah bersama Nabi?

Pernahkah kita mendengar cacian Nabi Muhammad terhadap orang-orang Yahudi yang senantiasa menggugurkan janji dan kesepakatan mereka terhadap umat Islam berkali-kali?
Sesungguhnya Nabi tidak menyibukkan diri untuk mencaci maki mereka dan Nabi tidak berhenti untuk mengajak mereka.
Dan Nabi Muhammad mendirikan jihad terhadap orang-orang tersebut, tetapi dengan aturan koridor kenabian yang diatur di dalam Sunnahnya.

Ketika ada sekelompok orang Yahudi yang berkhianat atas janji yang telah disepakati, maka yang diusir satu kelompok itu dan kejahatan kelompok tersebut tidak ditimpakan kepada seluruh kaum Yahudi secara merata.

Dan kita semuanya mencintai Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Jihad di Jalannya Allah Subhanahuwata’ala, kita hidup atas hal tersebut, dan rela mati atas hal tersebut, tetapi dengan cara dan metodenya Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.

Dikatakan kepada Nabi Muhammad, “Ya Rasulullah, sumpahi mereka kaum musyrikin yang menyerang kita, sebab mereka telah membunuh lebih dari 70 orang kemudian membelah perut salah seorang Sahabat Rasulullah dan juga melukai, menumpahkan banyak darah, dan melakukan banyak kejahatan”

Nabi mengucapkan, “Ya Allah berikanlah hidayah-Mu kepada kaumku sebab mereka tidak mengetahui”

Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu ketika mereka pulang dari peperangan, orang-orang munafiqin memprovokasi umat Islam kalau betul Nabi kalian ini Nabi yang benar maka kalian ini tidak akan kalah perang, kalian pasti akan menang, maka Sayyidina Umar geram mendengar ucapan orang Munafiqin tersebut, beliau menghadap Rasulullah dan meminta izin untuk membunuh provokator-provokator dari Orang-orang Yahudi dan kaum munafiqin yang memprovokasi umat Islam untuk menyelesaikan masalah ini.

Nabi mengatakan, “Wahai Umar sesungguhnya mereka para Munafiqin mengucap La ilaha illallah”, kemudian Sahabat Umar berkata, “Sesungguhnya lidah mereka mengucap La ilaha illallah, tetapi hati mereka tidak,” kemudian Nabi melanjutkan, “Saya tidak diperintahkan untuk memeriksa hatinya manusia”.

Adapun orang Yahudi yang Sayyidina Umar meminta membunuh mereka, Nabi berkata, “Saya punya perjanjian dengan mereka, bagaimana saya akan menggugurkannya dengan membunuhi mereka ? Selama mereka memprovokasi secara diam-diam dan mereka tidak membatalkan perjanjian ini, maka saya tidak punya jalan untuk membatalkan perjanjian ini.

Kemudian di masa-masa tersebut, ada seorang anak kecil dari orang Yahudi dimana anak kecil ini mengetahui isi hati orang-orang dan bisa berbicara tentang hal-hal yang ghaib yang ada di tebgah-tengah masyarakat, hingga anak ini Ibnu Shayyad dikenal dengan Dajjal.

Maka Sayyidina Umar berkata, “Kalau memang betul dia, izinkan aku untuk membunuh anak ini biar selesai fitnah Dajjal itu Ya Rasulullah”.

Nabi Muhammad menjelaskan, “Kalau memang betul Ibnu Shayyad ini Dajjal, maka engkau tidak akan mampu membunuhnya sebab Aku sudah memerintahkan akhir zaman akan datang Dajjal, akan melakukan hal ini dan hal itu, kalau engkau melakukan itu berarti Sabdaku itu tidak benar dan bohong, kalau memang ternyata dia Dajjal, maka tidak ada kebaikan bagimu ketika membunuh anak ini”.

Namun sesungguhnya kemarahan yang dilakukan karena Allah Ta’ala, kecemburuan yang dilakukan karena Allah Ta’ala, apabila dijadikan bukan karena Allah dan ada hal lain selain Allah dalam kemarahan dan kecemburuna tersebut, maka akan menarik orang tersebut kepada hal-hal diluar jalannya Allah.

Tempat dari kemarahan, kecemburuan, kekerasan, ketegasan, karena Allah Subhanahuwata’ala terhadap orang-orang kafir tersebut, dengan kita tidak membiarkan kemungkaran-kemungkaran yang mereka sebarkan menyebar pada diri kita, pada keluarga kita di dalam rumah kita”.


Bukan seseorang yang mengklaim dia marah karena Allah tetapi dia bersalaman dengan wanita bukan mahramnya, kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat Allah,terbukanya aurat bagi kaum wanitanya, namun ketika melihat ada orang-orang yang diluar sana melakukan kemungkaran tersebut dia marah, dia bangkit, emosinya siap melakukan kekerasan, tetapi kesalahan yang ada pada keluarganya dia diam, bukan itu kemarahan karena Allah Subhanahuwata’ala yang ditujukan kepada orang lain bukan kepada dirinya sendiri.
Salah seorang sahabat Nabi ada yang meminum minuman keras. Kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah, dan dicambuk 40 cambukan. Setelah itu tertangkap lagi dan dicambuk kedua kalinya sebanyak 40 cambukan. Hingga ketiga kalinya dia tertangkap dan akan dicambuk, ada seorang sahabat yang marah dan mulai mengeluarkan cacian terhadap peminum minuman keras tersebut.

Ketika Nabi mendengar cacian tersebut, Nabi menegurnya, “Tidak, Ini sudah melewati batas, jangan mencaci dia, dia dihukum 40 kali cambuk, itu hukumannya, jangan kalian menjadi anteknya syaitan untuk menjerumuskan saudaramu yang muslim lebih jauh daripada Allah Subhanahuwata’ala, ketahuilah bagaimanapun juga, dia ini cinta kepada Allah dan Rasul-Nya malah dipuji oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam”.

Nabi Muhammad menyetujui, menetapkan hukum Islam ini harus diterapkan karena dia minum minuman keras, tetapi Nabi pun juga menjalankan hukum Islam tidak diizinkan Muslim mencaci Muslim lainnya.
Ini adalah timbangan kenabian.

Sayyidina Umar Amirul Mu’minin ketika beliau menjabat sebagai Khalifah beliau berpatroli di perumahan Kota Madinah, lalu beliau mendapati ada sebuah orang yang di dalam rumahnya sedang minum minuman keras, maka Sayyidina Umar pun langsung melabrak rumah tersebut dan memarahi mereka.

Kemudian mereka berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya kami mengakui kesalahan, tetapi saat ini kamu melakukan 3 kesalahan. Pertama kamu mencari-cari kesalahan kami, Kedua Allah mengatakan jangan masuk ke dalam rumah hingga diizinkan dan pemilik rumah itu merasakan nyaman dengan kehadiran kalian, ketiga engkau melabrak kami tanpa izin. Ini semua 3 kesalahan yang engkau lakukan, dan kami hanya melakukan 1 kesalahan.”

Maka Sayyidina Umar berkata, “Betul, kalau begitu begini saja saya bertaubat kepada Allah, kalian pun bertaubat kepada Allah”, dan Amirul Mu’minin keluar meninggalkan mereka.

Dan ketika Sayyidina Umar melihat mereka dalam keadaan semacam ini, Sayyidina Umar tidak melakukan hukum cambuk kepada mereka.
Padahal Sayyidina Umar adalah orang yang Nabi Muhammad bersabda,”Sesungguhnya Allah menjadikan yang haq kebenaran di dalam hatinya Sayyidina Umar dan di dalam ucapan Sayyidina Umar”.

Dan yang mengherankan kita menemukan jamaah dan kelompok-kelompok di masa sekarang ini dimana mereka saling memata-matai, saling mencari-cari kesalahan orang lain, mencaci maki orang lain, dan melakukan hal-hal mungkar lainnya, ini adalah kemungkaran yang mereka lakukan walaupun dengan dalih untuk menghilangkan kemungkaran lainnya.

Dan hal-hal ini seperti memata-matai, caci maki, menggangu muslim lain, semuanya ini adalah hal-hal yang diharamkan di dalam Islam.

Barangsiapa yang ingin berjuang membela agama Islam, maka wujudkan pembelaan tersebut dengan kesungguhan kepada Allah Subhanahuwata’ala dan peneladanan kepada Nabi Muhammad.

Barangsiapa yang ingin mencegah orang lain dari kemungkaran, hanya karena salah dalam mencegah kemungkaran, malah muncul 2 mungkar, 3 mungkar, atau kemungkaran besar lainnya akibat dia tidak pandai dalam mencegah kemungkaran itu.

Dahulu di sebuah wilayah sekitar 50 tahun yang lalu, saat itu sedang digembar-gemborkan revolusi diantara negara-negara Islam, sehingga ada beberapa ulama yang terpengaruh dengan bujukan revolusi ini hingga ikut-ikutan terhadap kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk memperjuangkan revolusi bagi kaum muslimin tersebut. Dan setelah memenangkan revolusi itu kemudian masuk pengaruh politik dan lain sebagainya hingga dia yang dulunya Tokoh yang berperan dalam revolusi negara tersebut malah menjadi korban politik dan dipenjarakan di penjara khusus, dimana di penjara khusus tersebut super ketat bahkan untuk buang hajat pun hanya diizinkan di waktu-waktu yang sudah ditentukan, hingga dia menulis sebuah surat,’Dahulu sebelum revolusi kita menuntut kebebasan dalam berbicara, namun setelah revolusi menuntut revolusi di dalam buang hajat’.

Dan hasil dari dahulu yang mereka cita-citakan tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan dahulu.
Dan saya sempat berjumpa dengan tokoh tersebut di akhir hayatnya, orang ini di dalam hatinya penuh dengan penghormatan, pengagungan, kepada orang-orang Shalihin yang mulia yang tidak menodai tangan mereka dengan darah, dan tidak menodai lidah mereka dengan cacian terhadap orang lain.
Ketahuilah kita sekarang dihadapkan pada perkara agung yang sangat penting, dan tugas kita adalah untuk menyelamatkan umat, dan di hadapan kita adalah sebuah jalan menempuh metodenya kaum Shalihin, jalan mereka Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Dan sunnah-sunnah itu adalah mengagungkan ucapan Rasulullah, mengagungkan setiap perbuatan Rasulullah, bahkan diamnya Rasulullah dan semua keadaan Rasulullah mereka terobsesi untuk melakukannya.

Ini makna Ahlussunnah Wal Jama’ah yang demikian, dan makna dari Jama’ah satu sama lain saling hormat kepada orang lain, saling mencintai orang lain, menjaga persatuan orang lain, ini makna dari Jama’ah tersebut.

Dan mereka yang menempuh jalan ini tidak akan terpengaruh arus manapun, mereka tetap konsekuen dengan apa yang mereka fatwakan. Adapun orang-orang yang terpengaruh dengan hembusan ke kanan ikut ke kanan, hembusan ke kiri ikut ke kiri, maka orang semacam itu setiap kali ada perubahan pendiriannya pun akan berubah juga, maka besok ketika hari lain lagi, dia berfatwa dengan fatwa yang bertentangan dengan fatwa pertama tadi, dan begitulah hanya mencari maslahat.

Mari kita bangkit untuk mengevakuasi dan menyelamatkan Umat, dan maksud tujuan dari ucapan ini bukan menyibukkan diri mencaci kelompok yang berbeda cara dakwah dengan kita, tetapi untuk memberikan penjelasan bagi kita agar kita lebih terang dan jelas mengenai metode yang betul ini.

Dan di hadapan kalian ini adalah Sebuah Risalah Masjid, dimana sebuah risalah untuk mengajak kepada Risalah Ilmu, Risalah dakwah untuk mengajak ke jalan Allah Subhanahuwata’ala, maka kita harus bisa mengayomi semuanya ke jalan Allah Subhanahuwata’ala dengan cara yang betul.

Dan kalian berinteraksi dengan orang ahli politik atau yang tidak berkecimpung di dalam politik, Dan kalian berinteraksi dengan orang yang pemikirannya diluar agama Islam ataupun yang pemikirannya masih benar, Dan kalian berinteraksi dengan orang yang melakukan kemaksiatan ataupun orang yang taat, berinteraksi kepada semua lapisan masyarakat, tetapi sesuai dengan koridor yang diatur dalam metode kenabian dan tolak ukur dalam timbangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar tidak kebablasan.

Melalui masjid ini, mari kita jadikan sarana untuk mendamaikan masyarakat, dan untuk menenangkan hati masyarakat, dan melalui masjid kita bantu masyarakat dengan ilmu kita, dengan pikiran kita, dengan sedekah dan infak kepada masyarakat.

Dan hidupkan kembali Sunnah menjenguk orang sakit, Pikirkan orang-orang yang belum kenal masjid agar mereka tertarik datang ke masjid.

Dengan tugas penting ini, maka banyak orang yang akan mengambil manfaat dan terselamatkan dari kegelapan, justru dengan peran ini akan punya pengaruh besar dalam menolak bala musibah dari umat Islam.

Dan sesungguhnya jika metode ini kalian jalankan, manfaat yang kalian berikan bukan hanya kepada masyarakat yang ada di Indonesia tapi juga menyebar kepada seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia ini. Sebab Nabi Muhammad diutus bukan untuk wilayah tertentu tetapi untuk seluruh alam semesta, maka luaskan manfaat dan semangat kita untuk mereka.
Semoga Allah Subhanahuwata’ala menganugerahkan kita sebaik-baiknya peneladanan terhadap Nabi Muhammad, dan mengikuti metode Nabi Muhammad, dan Allah memperkuat sanad hubungan antara kita dengan Nabi Muhammad, dan menjadikan kita orang-orang yang menggembirakan Nabi Muhammad, dan semuanya dikumpulkan di barisan Nabi Muhammad.

Sesungguhnya barusan para guru kita dan para wakil kita telah duduk bersama, bersepakat untuk kemaslahatan ummat yang perlu segera kita realisasikan bersama. Dan semua poin-poin yang telah kita sepakati tadi adalah benih yang akan membuahkan menolak balak dan musibah dari ummat ini dan mendatangkan kemanfaatan yang besar, apabila benih ini kita sirami dengan tiga hal; kejujuran, keikhlasan dan kesungguhan.

Semoga Allah memberkahi benih yang baru saja kita tanami bersama. Memberikan taufiq di dalam menyiraminya. Dan memberkahi buah yang akan keluar darinya. Dan Allah perlihatkan kepada kita semua buah darinya, di dunia dan akhirat. Aamiiiinn…

Kemudian Habib Umar bin Hafidz berdoa dengan doa panjang yang semoga dikabulkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Aamiiin…
(serambimata.com)
Habib Umar bin Hafidz: "Islam Kita Menyatukan, Bukan Memecah Belah" Habib Umar bin Hafidz: "Islam Kita Menyatukan, Bukan Memecah Belah" Reviewed by Erhaje88 Blog on October 19, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.