Oleh Suryono Zakka
Telah lama Pemerintahan Saudi menjadikan Wahabi sebagai sekte resmi negara. Gerakan puritanisasi (pemurnian agama) atau jargon kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits yang digelorakan Wahabi mengubah wajah Saudi (dahulunya disebut Hijaz atau Haramain) yang semula bermadzhab Sunni menjadi Wahabi.
Sebelum runtuhnya Turki Ottoman (Turki Utsmani), kawasan Saudi merupakan bagian dari kekuasaan Turki Utsmani sehingga paham keagamaannya menganut paham Sunni. Saudi memisahkan diri dari kekuasaan Turki Utsmani atas bantuan Inggris dengan dukungan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai pendiri sekte Wahabi. Hijaz kemudian menjadi Saudi Arabia atau Arab Saudi karena dikuasai oleh Ibnu Sa'ud. Dengan semboyan memberantas TBC (Takhayul, Bid'ah dan Khurafat), Ibnu Saud menjadikan pemikiran keagamaan yang ekstrem. Muhammad Bin Abdul Wahab menjadi satu-satunya sekte yang diakui sehingga aliran keagamaan lain seperti Sunni yang sebelumnya sudah lebih dahulu hidup di Hijaz diberantas karena mengakomodasi praktik tasawwuf atau kaum sufi, meyakini karamah para wali dan praktik ziarah kubur.
Menurut Wahabi, praktik kaum sufi yang berkembang pesat di Hijaz meliputi tanah Haramain (Mekah dan Madinah) yang mereka tuduh sebagai penyembahan kepada wali dan menyembah kubur merupakan penyebab kesesatan dan jauh dari ajaran Islam yang murni. Menurut mereka, praktik membangun kuburan dengan bangunan kubah merupakan bagian dari praktik penyembahan kubur yang hukumnya haram dan musyrik. Ditangan Wahabi, Saudi disulap menjadi kota metropolis bergaya kapitalis dimana banyak makam, jejak Rasulullah saw., keluarga dan sahabat serta bangunan kejayaan Islam dihancurkan sedangkan gedung menjulang tinggi dibangun tanpa batas.
Jika kita menilik sejarah cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) yakni ormas Islam moderat terbesar di Indonesia, lahir sebagai respon terhadap tanah Hijaz yang saat itu sudah dikuasai Wahabi. Tokoh-Tokoh ulama Nusantara yang terhimpun dalam Komite Hijaz yaitu komite yang membidani lahirnya NU, seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah dan tokoh ulama Pesantren pada tahun 1925 M mengirimkan surat dan delegasi terbuka kepada penguasa Saudi untuk menghentikan proyek Wahabisme keseluruh dunia termasuk ke Nusantara sehingga kiranya bisa diberikan kebebasan bermadzhab termasuk permohonan agar kubah makam Rasulullah tidak dibongkar.
Dengan misi memurnikan ajaran Islam secara murni sesuai manhaj salaf, Hijaz yang beralih nama menjadi Saudi menjadi pusat dan corong paham Wahabi. Wahabisme kemudian disebarkan keseluruh dunia melalui berbagai media seperti pemerintahan, pertelevisian, atau brosur-brosur dan buku yang dibagikan kepada jamaah haji setiap tahun atau jama'ah umrah seriap harinya. Tak luput juga, kampus-kampus Saudi ikut berperan serta menyebarkan paham Wahabi sehingga mahasiswa berpaham Wahabi akan menebarkan pahamnya setelah kembali kenegaranya masing-masing.
Tak heran jika jika ada sebagian mahasiswa Indonesia yang belajar ke Saudi sekembalinya ketanah air menjadi agen-agen Wahabi dengan menyerang praktik keagamaan sunni yang lebih dahulu mapan.
Kini, terjadi perubahan besar dalam negeri Saudi. Ada pergeseran paham keagamaan di Saudi yang semula dibawah kendali otoritas Wahabi beralih menuju moderatisasi. Walaupun paham Wahabi sudah tersebar diberbagai negara, Saudi sedikit demi sedikit berkurang wajah sangarnya sebagai penguasa atau moyangnya paham Wahabi. Perubahan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Paham Wahabi dipercaya sebagai akar terorisme global.
Masyarakat dunia sangat paham bahwa doktrin takfiri lahir dari paham wahabi. Kebiasaan mengkafirkan, menuduh bid'ah atau kesesatan, menuduh musyrik dan mencela sesama umat Islam lahir dari paham Wahabi. Paham Wahabi yang sangat radikal dan ekstrim inilah kemudian melahirkan gerakan dan jaringan terorisme diseluruh dunia seperti ISIS, Al-Qaida dan sebagainya.
Kenyataan semacam itu tentu menjadikan Saudi merasa ketakutan karena dianggap biang dari segala aksi teror. Jika tidak dihentikan dimasa mendatang maka akan ada banyak negara yang anti terhadap Saudi. Ditambah lagi pesatnya pertumbuhan Syiah yang sejak awal menjadi musuh bebuyutan Saudi. Banyak negara termasuk negara muslim Sunni yang menjalin kerjasama dengan Iran. Kedekatan Sunni dan Syiah akan menjadi mimpi buruk bagi Saudi sehingga Saudi perlu memoderatkan iklim keagamaan dalam negerinya. Kerapnya ajang pertemuan perdamaian antara Sunni dan Syiah akan menjadi batu sandungan bagi Saudi.
Disahkannya paham Syiah moderat sebagai madzhab yang sah dalam tubuh umat Islam juga menjadi ketakutan dan duka cita bagi Saudi.
2. Kejenuhan kaum Wahabi atas paham keagamaannya yang cenderung tekstualis.
Paham Wahabi yang sangat tekstualis dan tidak respon terhadap budaya lokal menjadi beban berat bagi pendukungnya. Pola pikir Wahabisme yang meniadakan peran akal melainkan hanya berkutat pada teks lahiriah al-Qur'an dan Hadits akan merusak perkembangan mental sehingga praktik keagamaan yang mereka lakukan sangat gersang, jauh dari spiritualitas dan jauh dari ruh ajaran Islam. Akibatnya, pola pikir menjadi picik dan sempit, sedikit-sedikit bid'ah dan sedikit-sedikit kafir.
Problem akan semakin besar jika kaum Wahabi dihadapkan pada realitas kehidupan masyarakat yang cenderung kental dengan tradisi lokal.
Dakwah yang cenderung menolak secara mutlak tentang tradisi, adat dan budaya yang secara teks tidak ada dalilnya hanya akan sia-sia sebab yang menerima dan menolak akan lebih banyak penolakannya karena peradaban manusia dibangun dan diwarisi dari tradisi dan adat istiadat. Terlampau banyak tradisi lokal dan adat istiadat yang tidak ada dalilnya secara teks.
3. Ancaman dari negeri-negeri Sunni
Sikap Saudi yang sangat getol dalam menebarkan paham Wahabisme mendapat respon negatif dari berbagai negeri Sunni. Penolakan dan larangan-larangan aktivitas kelompok Wahabi diberbagai negara merupakan imbas betapa buruknya dampak terorisme dari doktrin Wahabi.
Untuk membendung aksi terorisme dan radikalisme, tidak lain yang dilakukan oleh negeri-negeri Sunni yaitu membendung kaum Wahabi dan semua aktivitas keagamaannya sebab dakwah model Wahabi bukan menciptakan perdamaian melainkan perpecahan, kerusakan dan kekacauan.
4. Pesatnya pertumbuhan ormas-ormas moderat
Dalam hal ini, ormas-ormas moderat turut berperan secara signifikan dalam menciptakan perdamaian dan model Islam moderat sebagai perlawanan dari meningkatnya model Islam radikal.
NU melalui Pengurus Cabang Istimewanya (PCINU) yang tersebar diberbagai negara turut andil dalam mengenalkan Islam yang ramah kepada masyarakat dunia. Menjadi penyangga dunia dan rujukan untuk mengakhiri konflik bagi negeri-negeri muslim yang sedang dirundung perang saudara.
Di Saudi, PCINU Arab Saudi dan pejuang aswaja terus istiqamah mengibarkan bendera aswaja dengan aktivitas dakwah yang damai.
Menghidupkan kembali tradisi-tradisi dan amaliah ahlussunnah wal jamaah yang dahulu berabad-abad pernah hidup, membumi dan menjadi amaliah kaum aswaja di tanah Hijaz. Ulama Nusantara yang ada di Hijaz pernah jaya dan menjalin hubungan dakwah (Islamisasi) dengan masyarakat Nusantara. Ulama Nusantara sekian lamanya menjadi guru, imam masjid dan banyak menulis kitab yang spektakuler disekitar Masjidil Haram pada masanya dahulu. Kitab-kitab mereka kini masih menjadi rujukan bagi kaum aswaja diseluruh dunia termasuk di Nusantara.
Dalam konteks Indonesia, Ormas NU dengan model Islam Nusantara mengenalkan model Islam yang toleran, ramah dan akomodatif terhadap praktik kebudayaan lokal. NU yang mewarisi modal dakwah para auliya (wali sembilan) di Nusantara, terbukti berhasil menebarkan Islam yang sejuk dan damai sebagaimana misi Islam sebenarnya yaitu rahmat bagi sekalian alam.
Dengan model Islam Nusantaranya, NU mengenalkan Islam kepada dunia bahwa praktik Islamnya masyarakat nusantara yang damai dan tidak dilanda konflik, merupakan model Islam yang tumbuh, berkembang dan mengakar dalam masyarakat nusantara. Banyak tradisi dan kekayaan lokal yang tidak akan ditemui di negeri-negeri Arab. Tradisi itu diturunkan secara turun temurun sebagai kekayaan bangsa agar tidak hilang sebagai ciri khas dan identitas muslim Nusantara.
NU mengakomodasi dakwah secara bertahap, persuatif dan substansif. NU menerima konsep negara bangsa dengan simbol Pancasilanya serta menerima dan mempertahankan kearifan lokal yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana prinsip Al-Muhafadzatu alal qasimis shalil wal akhdzu bil jadidil ashlah.
Dari uraian diatas, tidak salah jika saat ini model dakwah dan model keagamaan NU sudah mulai diadopsi oleh Saudi dan negara-negara Arab. Tersiar pemberitaan tentang putra mahkota raja Saudi yaitu Muhammaed bin Salman akan segera meninggalkan ajaran Wahabi dan beralih kepada prinsip-prinsip Islam moderat.
Jika ini benar maka dakwah Sunni dengan model Islam moderat akan menjadi kiblat dakwah bagi negara-negara Islam. Posisi sentral Haramain sebagai kiblat shalat dengan mengakomodasi Islam moderat maka akan membawa citra Islam yang lebih baik dimata dunia. Islam tidak lagi dipandang sebagai ajaran yang menakutkan, penuh kebencian dan pembunuhan.
Disisi lain, prinsip-prinsip dakwah NU seperti tawasuth (moderasi), tasamuh (toleransi) dan i'tidal (keadilan) perlahan mulai menghiasi wajah Saudi dan pelan-pelan doktrin Wahabi mulai ditinggalkan. Program-program deradikalisasi untuk menangkal aksi terorisme mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Tidak berlebihan jika moderatisasi Saudi saat ini merupakan tanda kembalinya negeri Sunni yang pernah hilang karena direnggut oleh Wahabi.
Telah lama Pemerintahan Saudi menjadikan Wahabi sebagai sekte resmi negara. Gerakan puritanisasi (pemurnian agama) atau jargon kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits yang digelorakan Wahabi mengubah wajah Saudi (dahulunya disebut Hijaz atau Haramain) yang semula bermadzhab Sunni menjadi Wahabi.
Sebelum runtuhnya Turki Ottoman (Turki Utsmani), kawasan Saudi merupakan bagian dari kekuasaan Turki Utsmani sehingga paham keagamaannya menganut paham Sunni. Saudi memisahkan diri dari kekuasaan Turki Utsmani atas bantuan Inggris dengan dukungan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai pendiri sekte Wahabi. Hijaz kemudian menjadi Saudi Arabia atau Arab Saudi karena dikuasai oleh Ibnu Sa'ud. Dengan semboyan memberantas TBC (Takhayul, Bid'ah dan Khurafat), Ibnu Saud menjadikan pemikiran keagamaan yang ekstrem. Muhammad Bin Abdul Wahab menjadi satu-satunya sekte yang diakui sehingga aliran keagamaan lain seperti Sunni yang sebelumnya sudah lebih dahulu hidup di Hijaz diberantas karena mengakomodasi praktik tasawwuf atau kaum sufi, meyakini karamah para wali dan praktik ziarah kubur.
Menurut Wahabi, praktik kaum sufi yang berkembang pesat di Hijaz meliputi tanah Haramain (Mekah dan Madinah) yang mereka tuduh sebagai penyembahan kepada wali dan menyembah kubur merupakan penyebab kesesatan dan jauh dari ajaran Islam yang murni. Menurut mereka, praktik membangun kuburan dengan bangunan kubah merupakan bagian dari praktik penyembahan kubur yang hukumnya haram dan musyrik. Ditangan Wahabi, Saudi disulap menjadi kota metropolis bergaya kapitalis dimana banyak makam, jejak Rasulullah saw., keluarga dan sahabat serta bangunan kejayaan Islam dihancurkan sedangkan gedung menjulang tinggi dibangun tanpa batas.
Jika kita menilik sejarah cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) yakni ormas Islam moderat terbesar di Indonesia, lahir sebagai respon terhadap tanah Hijaz yang saat itu sudah dikuasai Wahabi. Tokoh-Tokoh ulama Nusantara yang terhimpun dalam Komite Hijaz yaitu komite yang membidani lahirnya NU, seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah dan tokoh ulama Pesantren pada tahun 1925 M mengirimkan surat dan delegasi terbuka kepada penguasa Saudi untuk menghentikan proyek Wahabisme keseluruh dunia termasuk ke Nusantara sehingga kiranya bisa diberikan kebebasan bermadzhab termasuk permohonan agar kubah makam Rasulullah tidak dibongkar.
Dengan misi memurnikan ajaran Islam secara murni sesuai manhaj salaf, Hijaz yang beralih nama menjadi Saudi menjadi pusat dan corong paham Wahabi. Wahabisme kemudian disebarkan keseluruh dunia melalui berbagai media seperti pemerintahan, pertelevisian, atau brosur-brosur dan buku yang dibagikan kepada jamaah haji setiap tahun atau jama'ah umrah seriap harinya. Tak luput juga, kampus-kampus Saudi ikut berperan serta menyebarkan paham Wahabi sehingga mahasiswa berpaham Wahabi akan menebarkan pahamnya setelah kembali kenegaranya masing-masing.
Tak heran jika jika ada sebagian mahasiswa Indonesia yang belajar ke Saudi sekembalinya ketanah air menjadi agen-agen Wahabi dengan menyerang praktik keagamaan sunni yang lebih dahulu mapan.
Kini, terjadi perubahan besar dalam negeri Saudi. Ada pergeseran paham keagamaan di Saudi yang semula dibawah kendali otoritas Wahabi beralih menuju moderatisasi. Walaupun paham Wahabi sudah tersebar diberbagai negara, Saudi sedikit demi sedikit berkurang wajah sangarnya sebagai penguasa atau moyangnya paham Wahabi. Perubahan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Paham Wahabi dipercaya sebagai akar terorisme global.
Masyarakat dunia sangat paham bahwa doktrin takfiri lahir dari paham wahabi. Kebiasaan mengkafirkan, menuduh bid'ah atau kesesatan, menuduh musyrik dan mencela sesama umat Islam lahir dari paham Wahabi. Paham Wahabi yang sangat radikal dan ekstrim inilah kemudian melahirkan gerakan dan jaringan terorisme diseluruh dunia seperti ISIS, Al-Qaida dan sebagainya.
Kenyataan semacam itu tentu menjadikan Saudi merasa ketakutan karena dianggap biang dari segala aksi teror. Jika tidak dihentikan dimasa mendatang maka akan ada banyak negara yang anti terhadap Saudi. Ditambah lagi pesatnya pertumbuhan Syiah yang sejak awal menjadi musuh bebuyutan Saudi. Banyak negara termasuk negara muslim Sunni yang menjalin kerjasama dengan Iran. Kedekatan Sunni dan Syiah akan menjadi mimpi buruk bagi Saudi sehingga Saudi perlu memoderatkan iklim keagamaan dalam negerinya. Kerapnya ajang pertemuan perdamaian antara Sunni dan Syiah akan menjadi batu sandungan bagi Saudi.
Disahkannya paham Syiah moderat sebagai madzhab yang sah dalam tubuh umat Islam juga menjadi ketakutan dan duka cita bagi Saudi.
2. Kejenuhan kaum Wahabi atas paham keagamaannya yang cenderung tekstualis.
Paham Wahabi yang sangat tekstualis dan tidak respon terhadap budaya lokal menjadi beban berat bagi pendukungnya. Pola pikir Wahabisme yang meniadakan peran akal melainkan hanya berkutat pada teks lahiriah al-Qur'an dan Hadits akan merusak perkembangan mental sehingga praktik keagamaan yang mereka lakukan sangat gersang, jauh dari spiritualitas dan jauh dari ruh ajaran Islam. Akibatnya, pola pikir menjadi picik dan sempit, sedikit-sedikit bid'ah dan sedikit-sedikit kafir.
Problem akan semakin besar jika kaum Wahabi dihadapkan pada realitas kehidupan masyarakat yang cenderung kental dengan tradisi lokal.
Dakwah yang cenderung menolak secara mutlak tentang tradisi, adat dan budaya yang secara teks tidak ada dalilnya hanya akan sia-sia sebab yang menerima dan menolak akan lebih banyak penolakannya karena peradaban manusia dibangun dan diwarisi dari tradisi dan adat istiadat. Terlampau banyak tradisi lokal dan adat istiadat yang tidak ada dalilnya secara teks.
3. Ancaman dari negeri-negeri Sunni
Sikap Saudi yang sangat getol dalam menebarkan paham Wahabisme mendapat respon negatif dari berbagai negeri Sunni. Penolakan dan larangan-larangan aktivitas kelompok Wahabi diberbagai negara merupakan imbas betapa buruknya dampak terorisme dari doktrin Wahabi.
Untuk membendung aksi terorisme dan radikalisme, tidak lain yang dilakukan oleh negeri-negeri Sunni yaitu membendung kaum Wahabi dan semua aktivitas keagamaannya sebab dakwah model Wahabi bukan menciptakan perdamaian melainkan perpecahan, kerusakan dan kekacauan.
4. Pesatnya pertumbuhan ormas-ormas moderat
Dalam hal ini, ormas-ormas moderat turut berperan secara signifikan dalam menciptakan perdamaian dan model Islam moderat sebagai perlawanan dari meningkatnya model Islam radikal.
NU melalui Pengurus Cabang Istimewanya (PCINU) yang tersebar diberbagai negara turut andil dalam mengenalkan Islam yang ramah kepada masyarakat dunia. Menjadi penyangga dunia dan rujukan untuk mengakhiri konflik bagi negeri-negeri muslim yang sedang dirundung perang saudara.
Di Saudi, PCINU Arab Saudi dan pejuang aswaja terus istiqamah mengibarkan bendera aswaja dengan aktivitas dakwah yang damai.
Menghidupkan kembali tradisi-tradisi dan amaliah ahlussunnah wal jamaah yang dahulu berabad-abad pernah hidup, membumi dan menjadi amaliah kaum aswaja di tanah Hijaz. Ulama Nusantara yang ada di Hijaz pernah jaya dan menjalin hubungan dakwah (Islamisasi) dengan masyarakat Nusantara. Ulama Nusantara sekian lamanya menjadi guru, imam masjid dan banyak menulis kitab yang spektakuler disekitar Masjidil Haram pada masanya dahulu. Kitab-kitab mereka kini masih menjadi rujukan bagi kaum aswaja diseluruh dunia termasuk di Nusantara.
Dalam konteks Indonesia, Ormas NU dengan model Islam Nusantara mengenalkan model Islam yang toleran, ramah dan akomodatif terhadap praktik kebudayaan lokal. NU yang mewarisi modal dakwah para auliya (wali sembilan) di Nusantara, terbukti berhasil menebarkan Islam yang sejuk dan damai sebagaimana misi Islam sebenarnya yaitu rahmat bagi sekalian alam.
Dengan model Islam Nusantaranya, NU mengenalkan Islam kepada dunia bahwa praktik Islamnya masyarakat nusantara yang damai dan tidak dilanda konflik, merupakan model Islam yang tumbuh, berkembang dan mengakar dalam masyarakat nusantara. Banyak tradisi dan kekayaan lokal yang tidak akan ditemui di negeri-negeri Arab. Tradisi itu diturunkan secara turun temurun sebagai kekayaan bangsa agar tidak hilang sebagai ciri khas dan identitas muslim Nusantara.
NU mengakomodasi dakwah secara bertahap, persuatif dan substansif. NU menerima konsep negara bangsa dengan simbol Pancasilanya serta menerima dan mempertahankan kearifan lokal yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana prinsip Al-Muhafadzatu alal qasimis shalil wal akhdzu bil jadidil ashlah.
Dari uraian diatas, tidak salah jika saat ini model dakwah dan model keagamaan NU sudah mulai diadopsi oleh Saudi dan negara-negara Arab. Tersiar pemberitaan tentang putra mahkota raja Saudi yaitu Muhammaed bin Salman akan segera meninggalkan ajaran Wahabi dan beralih kepada prinsip-prinsip Islam moderat.
Jika ini benar maka dakwah Sunni dengan model Islam moderat akan menjadi kiblat dakwah bagi negara-negara Islam. Posisi sentral Haramain sebagai kiblat shalat dengan mengakomodasi Islam moderat maka akan membawa citra Islam yang lebih baik dimata dunia. Islam tidak lagi dipandang sebagai ajaran yang menakutkan, penuh kebencian dan pembunuhan.
Disisi lain, prinsip-prinsip dakwah NU seperti tawasuth (moderasi), tasamuh (toleransi) dan i'tidal (keadilan) perlahan mulai menghiasi wajah Saudi dan pelan-pelan doktrin Wahabi mulai ditinggalkan. Program-program deradikalisasi untuk menangkal aksi terorisme mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Tidak berlebihan jika moderatisasi Saudi saat ini merupakan tanda kembalinya negeri Sunni yang pernah hilang karena direnggut oleh Wahabi.
Moderatisasi Saudi, Kembalinya Sunni Dari Tangan Wahabi
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
November 01, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE