Sidebar Ads

banner image

Ustad Abdul Somad Dalam Wacana Kritik

Oleh: Semar

Ustadz Abdul Somad lahir dan dibesarkan dalam keluarga NU. Ia anak muda yang cerdas dan memiliki wawasan ilmu agama yang luas.
Meski begitu, ustadz Somad sangat mesra dengan para propagandis khilafah, dan menjadi bagian penting dari ikhtiar penyebaran ide khilafah di Indonesia.


Anak muda yang cerdas ini pernah menyebut, bahwa di medsos, hanya ada tiga ulama NU yang pantas diikuti dan didengarkan ceramahnya, yakni Kyai Idrus Ramli, Gus Sholah, dan satunya lagi dia lupa. Tapi satu ulama yang dia lupa itu, saya yakin yang dimaksud pasti bukan dirinya sendiri. Entahlah..

Tapi sadar atau tidak, pernyataan ustadz Somad tersebut sebenarnya sudah melampaui batas dalam posisi dia sebagai penceramah. Para kader NU pun dengan mudah dapat menarik mafhum mukholafah dari statemen tersebut, bahwa di luar ulama yang ia sebut diatas, semuanya tidak layak jadi teladan, tidak pantas diikuti, dan ceramah - ceramah mereka harus diabaikan.

Sebagai ustadz muda yang berwawasan luas, dan konon katanya berilmu tinggi, ia telah terjangkiti penyakit sombong dalam hatinya, sehingga merasa penting untuk membuat kualifikasi mana ulama yang layak, dan mana ulama yang tidak layak di lingkungan NU. Naudzu billah min dzalik...

Belakangan ia menjadi kontroversi di jagad medsos terkait pernyataannya terkait Rina Nose, yang menurut ustadz Somad, secara fisik Rina pesek, jelek, dan buruk.

Pro dan kontra tak terelakkan. Ada yang mengkritik secara datar, lewat satire atau lewat kisah sufi atau para nabi. Ada pula yang mengkritiknya secara keras. Namun tidak sedikit yang gigih membelanya.

Dalam tulisan saya di facebook sebelum artikel ini, saya sama sekali tidak dalam posisi mengkritik atau membelanya. Tapi respon yang berkembang memang melampaui ekspektasi, baik dalam hal yang mengkritik maupun yang membela.
Bagi saya, semua harus diletakkan dalam kerangka ushikum wanafsi bit taqwallah. Sebagai anak muda yang lagi "naik daun", kritik bisa menjadi jamu yang menyehatkan. Tapi bagi yang membelanya, kritik sering dipahami sebagai sikap mencerca.

"Begitu banyak kebaikan yang diberikan, tapi hanya dengan satu kesalahan, kalian lantas mencacinya..!" Begitu kira - kira yang dilontarkan pihak yang membelanya.

Bagi saya, semua sah - sah saja. Saya jadi teringat kata - kata Socrates yang dikutip oleh Jostein Gaarder dalam novel filsafat nya, "Satu pertanyaan kritis dan subversif, jauh lebih memantik perubahan daripada seribu jawaban".

Seandainya dulu Karl Marx tidak usil dan tidak kritis terhadap kapitalisme, boleh jadi wajah kapitalisme saat ini lebih menggurita dan sangat mengerikan.

Mengapa Mazhab Frankfurt yang dimotori oleh trio ilmuwan Jerman, Max Horkheimer, Teodore Adorno dan Herbert Marcuse, begitu kritis melihat modernisme?

Tanpa kritik, dunia akan berlari tunggang langgang tak terkendali. Sebaliknya pula, tanpa kritik dunia akan senyap tanpa perubahan. "Athena itu seperti kuda yang lamban, dan akulah yang melecutnya agar beringas". Begitu yang dikatakan Socrates.

"Mengapa Anda tidak bicara langsung saja ke ustadz Somad?". Itulah pertanyaan yang muncul dari pihak yang tidak rela Ustadz Somad dikritik.

Pertanyaan yang nyaris sama absurdnya juga bertebaran, "Jika Anda mengkritik Ustadz Somad, lalu apa yang ingin Anda lakukan?".

Pertanyaan yang serupa sebenarnya juga pernah dialamatkan ke j Frankfurt. "Setelah kritik lalu apa?".

Seperti berlari ke arah jalan buntu, maka Jurgen Habermas melanjutkan visi intelektual teori kritis para pendahulunya. Persis Habermas yang melihat modernisme sebagai proyek yang belum selesai, dan tidak dalam posisi untuk melipat panji modernitas, maka keadaan itu tak berbeda seperti posisi yang diambil para pengkritik Ustadz Somad.

Tapi orang - orang yang terlanjur terbiasa dalam dunia kesenyapan tanpa hiruk-pikuk, maka kritik sering dipersepsikan sebagai manifestasi hinaan, caci maki, dan bentuk - bentuk destruktif lainnya.

Kritik adalah sarana komunikasi sosial dalam pola yang beda. Karena itu, tak perlu jauh berprasangka atau berburuk sangka, sepanjang semuanya masih bisa dicerna dengan nalar sehat.
Pihak pertama melawan jenis kritik, bahkan terkadang dgengan kalimat yang sangat kejam. "Memangnya Anda siapa berani mengkritik Ustadz Somad?""Anda itu bodoh, dibandingkan dengan ustadz Somad..!"


Baca artikel terkait:
-Ketika si Ustad Menghina (Ciptaan) Tuhan
Nabi Nuh, Rina Nose dan Abdul Domad


Baik yang mengkritik Ustadz Somad, maupun yang mengkritik para pengkritik Ustadz Somad, sebenarnya berada pada jalur yang sama. Kewarasan kita sedang diuji dan dipertaruhkan. Dan keduanya sama - sama berpotensi jatuh terpelanting pada jurang yang sama.

Jika takut menantang badai, jangan sekali-kali bermimpi jadi pohon kelapa. Jadilah rumput, karena badai tak akan pernah menyentuhnya. Tapi tetap harus siap diinjak, karena rumput posisinya di bawah.

Bagi pembela ustadz Somad, tak perlu masygul, dan tak perlu berlebihan menolak kritik. Apalagi sampai menyebut bahwa yang mengkritik Ustadz Somad dan membela Rina adalah para Ahokers.

Sekedar untuk diketahui saja, Rina Nose dulu adalah pendukung Anies, bukan Ahok. Lho kok para Ahokers sekarang membela Rina? Ya..! Yang mereka bela, yang mereka suarakan adalah nilai (value), nilai kebenaran, dan menolak segala kemusykilan.

Berbuat khilaf dan segera menyadarinya, itu lebih baik daripada orang yang tidak pernah berbuat khilaf, tapi tidak pernah menyadari tumbuhnya bibit keangkuhan di dalam dirinya.
Tuhan selalu memiliki seribu cara untuk mengangkat derajat seseorang, dan begitu juga sebaliknya.

Nah, sekarang semua terserah anda bagaimana mau bersikap. Diam atau tidak banyak bicara, terkadang memang bernilai emas. Banyak bicara sedikit kerja, itu namanya beo. Sedikit bicara banyak bekerja, nah itu mirip maling.. (Buahahaaaa..!)
Ustad Abdul Somad Dalam Wacana Kritik Ustad Abdul Somad Dalam Wacana Kritik Reviewed by Erhaje88 Blog on November 21, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.