Sidebar Ads

banner image

Politikus Sontoloyo

Muncul sebuah kegaduhan baru yang 'ditembakkan' kepada Presiden Jokowi perihal pidatonya yang memuat sejumlah diksi khusus; politikus sontoloyo. Bahkan istilah 'sontoloyo' kini semakin melebar, dipelintir, menjadi diskursus baru yang lagi-lagi nyaris tak berkesudahan.

Sejak awal, tak sedikit yang menilai bahwa statemen Presiden ini dianggap tidak pantas karena kata sontoloyo memiliki konteks dan makna yang kurang elegan. Secara linguistik, sontoloyo bisa bermakna konyol, tidak beres, bodoh, dan lain sebagainya. Penyebutan sontoloyo dianggap sebagai perkataan decrease yang tak selevel dengan status presiden yang merepresentasikan seorang kepala negara.

Sumber karikatur: google image

Perbedaan penilaian yang muncul dari aktor-aktor politik tersebut tentu saja sah, sebab meminjam istilah Dan Sperber (1995), komunikasi politik dan berbagai manuver di dalamnya selalu memiliki konteks dan relevansinya sendiri. Namun, perlu dicatat bahwa statemen "politikus sontoloyo" yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi tidak lahir dari sebuah rangkaian kata yang terputus. Bobot komunikasi Presiden sejatinya memuat pesan khusus.

Dalam statemen, Presiden hanya mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati. "Hati-hati, banyak politikus yang baik-baik, tapi juga banyak politikus yang sontoloyo!" Secara sederhana ada dua konteks untuk menjelaskan kalimat ini. Pertama, bahwa Presiden seperti hendak menanamkan literasi politik, mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak pada jurus kebohongan-kebohongan para politikus.

Paradoks kebohongan politikus yang kerapkali dengan mudah dijumpai hari ini telah menciptakan defisit akal sehat, perpecahan, bahkan melahirkan arus deras kebencian yang tak berkesudahan. Sebab statemen dan perilaku politikus adalah pendulum politik yang kerapkali mudah menyulut keretakan dan persoalan sejenis di tingkat akar. Sehingga peringatan tersebut justru memiliki posisi tawar yang pas, mengingat hari ini politik kita mengalami turbulensi karena ulah beberapa politikus yang gampang mengumbar janji nirbukti, giat mengkhianati aspirasi, dan getol memproduksi rasa benci.

Kedua, dalam kalimat tersebut sesungguhnya sudah tegas bahwa ada politikus yang baik. Penekanannya pada kata "banyak politikus yang baik" merupakan statemen universal yang menandai peristiwa politik di Indonesia pada umumnya, di mana masih banyak harapan baik, masih banyak cahaya keperakan di tengah gelapnya mendung. Dengan banyaknya politikus yang baik, Presiden seperti hendak memperlihatkan bahwa harapan untuk mewujudkan iklim politik yang bermartabat masih cukup terbuka lebar.

Oleh karenanya di akhir pidatonya presiden menutup sebuah pesan kepada masyarakat untuk memilih politikus yang baik. Artinya, masyarakat perlu membuka hati pada politikus yang memang baik dan memiliki rekam jejak yang jelas terkait peran, upaya, dan pengabdiannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Kultur Komunikasi

Dalam kultur komunikasi, statemen Presiden ini merupakan sebuah statemen berwajah Demonizing the Enemy. Sebuah statemen yang tampak "merendahkan" martabat musuh, semisal adanya geliat menyebarkan perilaku dan tindakan amoral yang kerapkali dilakukan oleh musuh-musuh sehingga seringkali menjadi masalah umum di tengah-tengah masyarakat luas. Musuh-musuh ini tentu saja bukan musuh-musuh politik elektoral dalam perebutan kekuasaan seperti Pilpres saja, tetapi yang juga secara langsung menjadi musuh masyarakat luas.

Politikus-politikus sontoloyo merupakan musuh-musuh dalam pengertian ini. Bahkan pola Demonizing the Enemy ini juga disebut sebagai sebuah taktik komunikasi yang oleh Jowett dan O'Donnell (2016) digambarkan sebagai upaya menyamakan perilaku musuh dengan "perilaku setan" sehingga layak diwaspadai dan dijauhi secara berjamaah.

Ancaman mendasar politikus sontoloyo pada titik klimaksnya menjadi ancaman bersama. Sehingga Presiden merasa perlu untuk memberi tahu masyarakat sebagai sebuah mekanisme pertahanan diri masyarakat itu sendiri. Bahkan penyebutan sontoloyo justru merupakan sebuah derivasi logis yang sebetulnya masih pantas. Pantas, karena sontoloyo merupakan bagian dari kelas kata yang berbasis culture area --di beberapa tempat sontoloyo menjadi ujaran untuk menunjukkan sebuah ejekan dan lelucon dalam momentum keakraban. Sehingga, ketika presiden menggunakan itu, sesungguhnya narasi pesan yang hendak dibangun adalah kritik dengan bahasa santai, humor, dan akrab.

Penguatan
Dalam konteks demikian jikapun ada yang masih terus menderaskan kritiknya perihal kata sontoloyo tersebut, justru hal ini akan memunculkan pertanyaan di dalam benak publik. Sebab, Presiden sudah tegas menyebutkan dua plakat dalam satu tarikan statemen, politikus yang baik dan politikus sontoloyo. Bagi politikus yang merasa baik, tak ada alasan untuk tersinggung karena Presiden sudah menegaskan eksistensinya. Tetapi, jika merasa tersinggung maka justru inilah yang menjadi masalah, apakah ketersinggungan tersebut ada kaitannya dengan 'DNA' politikus sontoloyo yang karenanya mereka merasa tersindir, atau memuat sejumlah motif-motif yang lain.

Namun, apapun itu yang jelas statemen tersebut memberikan kesan penguatan terhadap masyarakat untuk berhati-hati memilih politikus di tahun-tahun politik. Kegaduhan soal sontoloyo tampaknya wajar mengingat arus deras politik dapat dengan mudah menelan seseorang ke dalam statemen politis yang miskin nilai, miskin analisis, dan miskin tutur kata yang arif.

Taklid politik telah membuat jalan setapaknya sendiri. Semuanya menjadi satu suara, satu kanal, satu orientasi dalam layar-layar politik yang sama. Di satu sisi, ini baik sebagai sebuah solidaritas teamwork, tetapi menjadi buruk jika praktik dan perilaku menyimpang dalam politik kemudian diaminkan dengan khusyuk secara bersama-sama. Jika ini yang terjadi, maka adakah kata yang lebih pantas untuk mereka daripada sekadar kata sontoloyo?

Fathorrahman Hasbul peneliti new media dan komunikasi politik, menempuh Magister Ilmu Komunikasi UGM

https://detik.com/news/kolom/d-4284642/ihwal-politikus-sontoloyo
Politikus Sontoloyo Politikus Sontoloyo Reviewed by Erhaje88 Blog on November 02, 2018 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.