Ceramah KH. Ahmad Mustofa Bisri, yang akrab di dengan nama panggilan (nickname) "Gus Mus", pada puncak acara Haul ke 9 Almaghfurlah Gus Dur di lapangan Sriwedari, Solo (Sabtu malam 23/2/19) sangat menarik untuk disimak. Dengan gaya pidato khas para Kyai NU, Gus Mus menyampaikan "mauidloh hasanah"nya, yaitu mengingatkan para jamaah agar mengikuti jejak Gus Dur ketika masih hidup.
Dua hal yang diambil sebagai suritauladan dalam kehidupan Gus Dur, yaitu sifat berani dan sifat mencintai. Dua sifat ini jika ditarik sampai pada taraf yang tertinggi, adalah ciri utama seorang waliyullah. Gus Mus mengutip ayat Al Qur'an dan sabda Rasulullah saw yang terkait dengan kewaliyan sebagai dasarnya.
Dalam perjalanan hidupnya, almaghfurlah Gus Dur adalah sosok yang bukan hanya mau dicintai, tetapi lebih-lebih lagi, mau mencintai siapapun tanpa melihat latar belakang, termasuk agama, pihak yang dicintai. Dan almaghfurlah (Gus Dur) juga sosok yang memiliki keberanian luar biasa. Bukan dalam pengertian berani berantem, tetapi berani membela apa yang diyakini sebagai kebenaran, dengan resiko apapun.
Keberanian mencintai itulah yang menurut Gus Mus menunjukkan bahwa cucu pendiri ormas Nahdlatul Ulama ini adalah seorang habib dalam pengertian sebenarnya. Karena Habib bukan saja dicintai tetapi juga nencinta. Gus Dur menggunakan cinta kepada sesama ummat manusia sebagai landasan perjuangan kemanusiaan yang menembus batas-batas identitas primordial dan kenegaraan. Dan Gus Dur-pun dicintai oleh manusia secara universal, bukan hanya terbatas di negeri atau komunitasnya sendiri.
Dalam situasi dan kondisi masyarakat kita yang sedang berada dalam sebuah musim kebencian (a season of hatred), wejangan Gus Mus tentu sangat relevan. Ketika manusia makin arogan, sehingga ada yg sampai mengeluarkan 'ancaman' kepada Tuhan, maka diperlukan sebuah keberanian untuk merubah situasi tersebut. Dan cinta kepada sesama umnat manusia adalah salah satu dasar untuk meng-eliminasi kebencian itu.
Bravo Gus Mus dan Alfatihah bagi Almaghfurlah Gus Dur.
(Muhammad A.S. Hikam)
KH Mustofa Bisri alias Gus Mus mengisi tausiyah dalam Haul Gus Dur/Sumber gambar: detik.com
Dua hal yang diambil sebagai suritauladan dalam kehidupan Gus Dur, yaitu sifat berani dan sifat mencintai. Dua sifat ini jika ditarik sampai pada taraf yang tertinggi, adalah ciri utama seorang waliyullah. Gus Mus mengutip ayat Al Qur'an dan sabda Rasulullah saw yang terkait dengan kewaliyan sebagai dasarnya.
Dalam perjalanan hidupnya, almaghfurlah Gus Dur adalah sosok yang bukan hanya mau dicintai, tetapi lebih-lebih lagi, mau mencintai siapapun tanpa melihat latar belakang, termasuk agama, pihak yang dicintai. Dan almaghfurlah (Gus Dur) juga sosok yang memiliki keberanian luar biasa. Bukan dalam pengertian berani berantem, tetapi berani membela apa yang diyakini sebagai kebenaran, dengan resiko apapun.
Keberanian mencintai itulah yang menurut Gus Mus menunjukkan bahwa cucu pendiri ormas Nahdlatul Ulama ini adalah seorang habib dalam pengertian sebenarnya. Karena Habib bukan saja dicintai tetapi juga nencinta. Gus Dur menggunakan cinta kepada sesama ummat manusia sebagai landasan perjuangan kemanusiaan yang menembus batas-batas identitas primordial dan kenegaraan. Dan Gus Dur-pun dicintai oleh manusia secara universal, bukan hanya terbatas di negeri atau komunitasnya sendiri.
Dalam situasi dan kondisi masyarakat kita yang sedang berada dalam sebuah musim kebencian (a season of hatred), wejangan Gus Mus tentu sangat relevan. Ketika manusia makin arogan, sehingga ada yg sampai mengeluarkan 'ancaman' kepada Tuhan, maka diperlukan sebuah keberanian untuk merubah situasi tersebut. Dan cinta kepada sesama umnat manusia adalah salah satu dasar untuk meng-eliminasi kebencian itu.
Bravo Gus Mus dan Alfatihah bagi Almaghfurlah Gus Dur.
(Muhammad A.S. Hikam)
Gus Mus: Gus Dur Adalah Habib Yang Sebenarnya
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
February 25, 2019
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE