Kafir, adalah sebuah istilah yang tentu tidak asing kita dengar di telinga. Di Al-qur'an, istilah ini banyak digunakan untuk menyebut kaum yang menentang dan memerangi Rasulullah SAW dalam menyebarkan dakwah ajaran suci Islam. Kaum kafir Quraisy misal, mereka yang sejak awal terang-terangan memerangi bahkan hendak membunuh rasulullah SAW karena dituduh tidak sesuai dengan ajaran nenek moyang mereka yang jahiliyah.
Ada dua macam kafir di bumi ini.
Pertama kafir harbi. Kafir yang memerangi dan mendzalimi muslim. Mereka wajib diperangi. Sebab jika tidak, mereka akan menghalangi dakwah Islam.
Kedua kafir dzimmi. Mereka haram untuk diperangi karena mereka taat dan menjunjung tinggi kedamaian dan kondusifitas sebuah negara.
Di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim ini, juga sebagian kecil diduduki oleh kaun kafir dzimmi. Yang biasa kita sebut dengan istilah 'non muslim'. Mereka tidak pernah menyerang, golongan muslim lah yang kerap membuat perlawanan dan mendiskreditkan mereka.
Pada momentum konbes NU Februari 2019 kemarin, NU menyatakan sikap bahwa memanggil non muslim dengan ungkapan kafir adalah haram. Hal ini tentu dilandasi banyak alasan dan pertimbangan. Utamanya karena kata 'kafir' belakangan ini banyak digunakan untuk menyakiti hati dan membuat permusuhan antar sesama umat beragama dan sesama bagian dari bangsa indonesia. Jika ini diteruskan, perpecahan antar umat beragama dan bernegara akan terjadi di bangsa tercinta Indonesia ini.
Kita tentu saja tidak mau itu terjadi. Oleh sebab itulah keputusan konbes NU ini perlu kita terima. Mengingat kondisi indonesia saat ini yang banyak terpecah karena agenda politik busuk politisi dalam negeri. Mereka yang sok mengAkukan diri sebagai hamba terdekat Allah, lantas seenaknya sendiri menganggap yang berseberangan meski beragama sama, diangganya tak beragama atau bahkan tak punya hak untuk mengakui Tuhan dan agamanya.
Istilah "kafir" memang sebenarnya konotasinya mengarah pada kaum yang tidak beragama Islam. Baik yang memusuhi maupun tidak. Namun saat ini istilah itu telah banyak dipolitisasi. Sehingga yang berseberangan pendapat, paham dan bahkan pilihan politik pun dikatainya sebagai kafir.
Jadi istilah 'kafir' sudah tak lagi relevan di negeri ini. Lebih baik ditinggalkan demi kemaslahatan, kedamaian, perdamaian, kesatuan dan persatuan umat manusia dan bangsa indonesia.
Salam perSATUan (Lifa Qatrunnada)
Ada dua macam kafir di bumi ini.
Pertama kafir harbi. Kafir yang memerangi dan mendzalimi muslim. Mereka wajib diperangi. Sebab jika tidak, mereka akan menghalangi dakwah Islam.
Kedua kafir dzimmi. Mereka haram untuk diperangi karena mereka taat dan menjunjung tinggi kedamaian dan kondusifitas sebuah negara.
Di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim ini, juga sebagian kecil diduduki oleh kaun kafir dzimmi. Yang biasa kita sebut dengan istilah 'non muslim'. Mereka tidak pernah menyerang, golongan muslim lah yang kerap membuat perlawanan dan mendiskreditkan mereka.
Pada momentum konbes NU Februari 2019 kemarin, NU menyatakan sikap bahwa memanggil non muslim dengan ungkapan kafir adalah haram. Hal ini tentu dilandasi banyak alasan dan pertimbangan. Utamanya karena kata 'kafir' belakangan ini banyak digunakan untuk menyakiti hati dan membuat permusuhan antar sesama umat beragama dan sesama bagian dari bangsa indonesia. Jika ini diteruskan, perpecahan antar umat beragama dan bernegara akan terjadi di bangsa tercinta Indonesia ini.
Kita tentu saja tidak mau itu terjadi. Oleh sebab itulah keputusan konbes NU ini perlu kita terima. Mengingat kondisi indonesia saat ini yang banyak terpecah karena agenda politik busuk politisi dalam negeri. Mereka yang sok mengAkukan diri sebagai hamba terdekat Allah, lantas seenaknya sendiri menganggap yang berseberangan meski beragama sama, diangganya tak beragama atau bahkan tak punya hak untuk mengakui Tuhan dan agamanya.
Istilah "kafir" memang sebenarnya konotasinya mengarah pada kaum yang tidak beragama Islam. Baik yang memusuhi maupun tidak. Namun saat ini istilah itu telah banyak dipolitisasi. Sehingga yang berseberangan pendapat, paham dan bahkan pilihan politik pun dikatainya sebagai kafir.
Jadi istilah 'kafir' sudah tak lagi relevan di negeri ini. Lebih baik ditinggalkan demi kemaslahatan, kedamaian, perdamaian, kesatuan dan persatuan umat manusia dan bangsa indonesia.
Salam perSATUan (Lifa Qatrunnada)
Kafir Atau Non-Muslim?
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
March 02, 2019
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE