Setiap tahun, umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi pada tahun baru Saka. Nyepi bertujuan memohon kepada Tuhan agar menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Pada dasarnya, Nyepi berasal dari kata sepi, sunyi, dan senyap. Ini berarti tahun baru dimulai dengan menyepi tanpa adanya aktivitas seperti biasa. Bahkan, semua pelayanan umum termasuk bandara pun ditutup. Hanya rumah sakit yang buka saat Nyepi.
Sebelum Nyepi dimulai, ada beberapa rangkaian ritual yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali, yaitu melasti, bhatara nyejer, tawur kesanga, ngerupuk, dan catur brata penyepian.
Umat Hindu akan memulai upacara melasti sebelum Nyepi. Acara akan diadakan di kawasan pantai, sumber mata air dan danau yang disucikan. Melasti memiliki makna menyucikan benda yang disakralkan oleh umat Hindu. Umat yang bermukim dekat pantai umumnya melakukan prosesi Melasti ke laut, dan yang tinggal di daerah pegunungan melaksanakan ke danau atau ke sumber mata air terdekat. Sementara untuk umat yang jauh dari laut atau danau, bisa melakukan ritual di sumber mata air terdekat.
Upacara melasti dianggap sebagai ngayudang malaning gumi ngamet tirta amerta, yang berarti menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan. Dalam kepercayaan agama Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai asal Tirta Amerta atau air kehidupan.
Saat melakukan melasti, orang-orang akan datang dengan membawa perangkat-perangkat keramat peribadahan, yaitu arca, pratima, dan pralingga dari pura yang ada di wilayah masing-masing untuk disucikan. Tak lupa mereka membawa sesajian sebagai pelengkap upacara.
Setelah upacara melast selesai, upacara dilanjutkan dengan Bhatara Nyejer atau berdoa di Pura atau Bale Agung di masing-masing kawasan. Kemudian, dilakukan Tawur Kesanga atau persembahan kurban di Pura Besakih.
Tawur Kesanga bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia, dan manusia dengan lingkungan.
Pada akhir acara, tawur kesanga ditutup dengan acara ngerupuk, yaitu ritual berkeliling pemukiman sambil menebar nasi tawur sambil menyebarkan asal dupa atau obor beramai-ramai. Ngerupuk identik dengan pawai ogoh - ogoh, patung berbentuk raksasa jahat yang menjadi simbol negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di sekeliling kehidupan manusia.
Makna dari ritual ini adalah untuk mengusir si roh jahat dan serta menetralkan semua kekuatan dan pengaruh negatif "bhutakala" yakni roh atau makhluk yang tidak kelihatan secara kasat mata.
Ritual terakhir dilaksanakan pada hari Nyepi dengan melangsungkan catur brata penyepian, yaitu kegiatan berdiam diri di dalam rumah serta melakukan empat pantangan, yaitu tidak melakukan kegiatan (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).
Pada pelaksanaannya, catur brata penyepian akan diawasi oleh petugas keamanan desa adat yang disebut Pecalang. Bagi yang melanggar empat pantangan akan diberikan sanksi sesuai kesalahan.
Nyepi Tanpa Internet Di Bali
Bahkan, kebiasaan swafoto (selfie ) pun dilarang saat Nyepi. Tahun kemarin dan tahun ini, pihak PHDI Bali meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar layanan internet untuk daerah Bali dihentikan selama catur brata penyepian. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar masyarakat tidak melakukan swafoto dan mengunggahnya ke media sosial dan sibuk dengan hiburan di dunia maya.
Menurit Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata atau ASITA Bali, I Ketut Ardana, menghapus internet saat Nyepi adalah perkembangan budaya Bali. Sama seperti ogoh-ogoh yang baru muncul sekitar tahun 1980-an. Pawai ogoh-ogoh menjadi hal unik dan menarik wisatawan donestik maupun wisatawan mancanegara.
Seluruh penyelenggara jasa internet atau provider akan mematikan layanan selama Hari Raya Nyepi di Bali. Hal tersebut telah disepakati saat pertemuan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Corporate Communications Telkomsel Bali-Nusa Tenggara, Teni Ginaya, menyebutkan tidak menjadi soal jika internet dimatikan selama satu hari saat Nyepi. "Kami mengikuti instruksi pemerintah saja," ujarnya.
Untuk tahun ini layanan internet di Bali akan berhenti mulai Kamis, 7 Maret 2019 pukul 06.00 WITA hingga Jumat 8 Maret 2019 pukul 06.00 WITA.
Pemerintah Provinsi Bali dalam rilisnya menyebutkan, imbauan Nyepi tanpa internet di Bali merujuk pada surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika menindaklanjuti Surat Gubernur Bali Nomor 027/1342/Set/Diskominfos tanggal 21 Pebruari 2019 perihal Bebas Internet pada Hari Suci Nyepi.
Dijelaskan juga, telah dilakukan pembahasan bersama antara perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Pemprov Bali yang diwakili Diskominfos, PHDI Bali, MUI Bali, Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG) Bali, Walubi Bali, Keuskupan Denpasar dengan penyelenggara jasa internet di Jakarta ihwal Nyepi tanpa internet. Diharapkan umat beragama lain yang berdomisili di Bali bisa menghormati keputusan tersebut.
Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Provinsi Bali, I Komang Agus Widiantara, menilai arahan untuk mematikan internet selama Nyepi bukan persoalan serius. masyarakat yang tidak terbiasa dengan suasana sepi akan beralih ke internet untuk mencari hiburan. Dengan adanya larangan akses internet, umat Hindu diharapkan bisa lebih nyaman menjalani Nyepi.
https://beritagar.id/artikel/berita/nyepi-tanpa-internet-jadi-nilai-tambah-pariwisata-bali
Pada dasarnya, Nyepi berasal dari kata sepi, sunyi, dan senyap. Ini berarti tahun baru dimulai dengan menyepi tanpa adanya aktivitas seperti biasa. Bahkan, semua pelayanan umum termasuk bandara pun ditutup. Hanya rumah sakit yang buka saat Nyepi.
I Made Argawa /Beritagar.id
Sebelum Nyepi dimulai, ada beberapa rangkaian ritual yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali, yaitu melasti, bhatara nyejer, tawur kesanga, ngerupuk, dan catur brata penyepian.
Umat Hindu akan memulai upacara melasti sebelum Nyepi. Acara akan diadakan di kawasan pantai, sumber mata air dan danau yang disucikan. Melasti memiliki makna menyucikan benda yang disakralkan oleh umat Hindu. Umat yang bermukim dekat pantai umumnya melakukan prosesi Melasti ke laut, dan yang tinggal di daerah pegunungan melaksanakan ke danau atau ke sumber mata air terdekat. Sementara untuk umat yang jauh dari laut atau danau, bisa melakukan ritual di sumber mata air terdekat.
Upacara melasti dianggap sebagai ngayudang malaning gumi ngamet tirta amerta, yang berarti menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan. Dalam kepercayaan agama Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai asal Tirta Amerta atau air kehidupan.
Saat melakukan melasti, orang-orang akan datang dengan membawa perangkat-perangkat keramat peribadahan, yaitu arca, pratima, dan pralingga dari pura yang ada di wilayah masing-masing untuk disucikan. Tak lupa mereka membawa sesajian sebagai pelengkap upacara.
Setelah upacara melast selesai, upacara dilanjutkan dengan Bhatara Nyejer atau berdoa di Pura atau Bale Agung di masing-masing kawasan. Kemudian, dilakukan Tawur Kesanga atau persembahan kurban di Pura Besakih.
Tawur Kesanga bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia, dan manusia dengan lingkungan.
Pada akhir acara, tawur kesanga ditutup dengan acara ngerupuk, yaitu ritual berkeliling pemukiman sambil menebar nasi tawur sambil menyebarkan asal dupa atau obor beramai-ramai. Ngerupuk identik dengan pawai ogoh - ogoh, patung berbentuk raksasa jahat yang menjadi simbol negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di sekeliling kehidupan manusia.
Makna dari ritual ini adalah untuk mengusir si roh jahat dan serta menetralkan semua kekuatan dan pengaruh negatif "bhutakala" yakni roh atau makhluk yang tidak kelihatan secara kasat mata.
Ritual terakhir dilaksanakan pada hari Nyepi dengan melangsungkan catur brata penyepian, yaitu kegiatan berdiam diri di dalam rumah serta melakukan empat pantangan, yaitu tidak melakukan kegiatan (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).
Pada pelaksanaannya, catur brata penyepian akan diawasi oleh petugas keamanan desa adat yang disebut Pecalang. Bagi yang melanggar empat pantangan akan diberikan sanksi sesuai kesalahan.
Nyepi Tanpa Internet Di Bali
Bahkan, kebiasaan swafoto (selfie ) pun dilarang saat Nyepi. Tahun kemarin dan tahun ini, pihak PHDI Bali meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar layanan internet untuk daerah Bali dihentikan selama catur brata penyepian. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar masyarakat tidak melakukan swafoto dan mengunggahnya ke media sosial dan sibuk dengan hiburan di dunia maya.
Menurit Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata atau ASITA Bali, I Ketut Ardana, menghapus internet saat Nyepi adalah perkembangan budaya Bali. Sama seperti ogoh-ogoh yang baru muncul sekitar tahun 1980-an. Pawai ogoh-ogoh menjadi hal unik dan menarik wisatawan donestik maupun wisatawan mancanegara.
Seluruh penyelenggara jasa internet atau provider akan mematikan layanan selama Hari Raya Nyepi di Bali. Hal tersebut telah disepakati saat pertemuan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Corporate Communications Telkomsel Bali-Nusa Tenggara, Teni Ginaya, menyebutkan tidak menjadi soal jika internet dimatikan selama satu hari saat Nyepi. "Kami mengikuti instruksi pemerintah saja," ujarnya.
Untuk tahun ini layanan internet di Bali akan berhenti mulai Kamis, 7 Maret 2019 pukul 06.00 WITA hingga Jumat 8 Maret 2019 pukul 06.00 WITA.
Pemerintah Provinsi Bali dalam rilisnya menyebutkan, imbauan Nyepi tanpa internet di Bali merujuk pada surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika menindaklanjuti Surat Gubernur Bali Nomor 027/1342/Set/Diskominfos tanggal 21 Pebruari 2019 perihal Bebas Internet pada Hari Suci Nyepi.
Dijelaskan juga, telah dilakukan pembahasan bersama antara perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Pemprov Bali yang diwakili Diskominfos, PHDI Bali, MUI Bali, Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG) Bali, Walubi Bali, Keuskupan Denpasar dengan penyelenggara jasa internet di Jakarta ihwal Nyepi tanpa internet. Diharapkan umat beragama lain yang berdomisili di Bali bisa menghormati keputusan tersebut.
Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Provinsi Bali, I Komang Agus Widiantara, menilai arahan untuk mematikan internet selama Nyepi bukan persoalan serius. masyarakat yang tidak terbiasa dengan suasana sepi akan beralih ke internet untuk mencari hiburan. Dengan adanya larangan akses internet, umat Hindu diharapkan bisa lebih nyaman menjalani Nyepi.
https://beritagar.id/artikel/berita/nyepi-tanpa-internet-jadi-nilai-tambah-pariwisata-bali
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
March 06, 2019
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE