Sejak penyusunan draft bahtsul masail Komisi maudlui'iyyah, Pra Munas dan Munas NU 27 Februari - 1 Maret 2019 di pondok pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo Kota Banjar, PWNU Jawa Timur konsisten mengusung ide bahwa non muslim dalam suatu negara bangsa tidak dapat masuk dalam kategori kafir dzimmi, mu'ahad, musta'man, apalagi harbi, sebab tidak memenuhi kategori-kategori tersebut, sebagaimana permasalahan senada pernah dibahas dan diputuskan dalam bahtsul masail PWNU Jawa Timur 37 tahun yang lalu, tepatnya pada 1982 di PP Salafiyah Asembagus Situbondo.
Karenanya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mereka adalah warga negara atau muwathin yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan setara sebagaimana lainnya.
Alhamdulillah ide ini mendapatkan sambutan yang positif dari para Kiai NU semenjak proses penyusunan draf, Pra Munas dan forum Munas NU. Lalu mana dalil dan rujukannya? Sabarlah kawan, mari kita tunggu bersama keputusan lengkapnya.
*Update:
Tidak Boleh Memanghil "Hai Kafir"
Munas NU 2019 sebenarnya fokus membahas status non muslim dalam negara bangsa seperti Indonesia. Dalam forum disepakati, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara status non muslim seperti di Indonesia adalah muwathin atau warganegara yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan setara sebagaimana warganegara lainnya. Mereka tidak masuk dalam kategori kafir dzimmi, muahad, musta'man, apalagi harbi. Tidak masuk kategori itu dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tetap berstatus kafir.
ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﻨْﻴَﺔِ ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟِﺎﺳْﺘِﺤْﻠَﺎﻝِ ﻭَﺭَﺩِّ ﺍﻟْﻤَﻈَﺎﻟِﻢِ ﻟَﻮْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻴَﻬُﻮﺩِﻱٍّ ﺃَﻭْ ﻣَﺠُﻮﺳِﻲٍّ ﻳَﺎ ﻛَﺎﻓِﺮُ ﻳَﺄْﺛَﻢُ ﺇﻥْ ﺷَﻖَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ . ﺍﻫـ . ﻭَﻣُﻘْﺘَﻀَﺎﻩُ ﺃَﻥْ ﻳُﻌَﺰَّﺭَ ﻟِﺎﺭْﺗِﻜَﺎﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﺃَﻭْﺟَﺐَ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢَ . ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ، ٥ / ٤٧ .
"Dalam kitab Al-Qunyah dari Bab Al-Istihlal dan Raddul Madhalim terdapat keterangan: "Andaikan seseorang berkata kepada Yahudi atau Majusi: 'Hai Kafir', maka ia berdosa jika ucapan itu berat baginya (menyinggungnya). Konsekuensinya, pelakunya seharusnya ditakzir karena melakukan tindakan yang membuatnya berdosa." (Dikutip dari kitab Al-Bahrur Raiq, Juz 5 halaman 47).
Ini yang melatari bahwa dalam konteks sosial kemasyarakatan seorang muslim semestinya tidak memanggil non muslim dengan panggilan yang sensitif 'Hai Kafir', seiring dalam ranah akidah Islam tetap mantap menganggap mereka sebagai kafir atau orang yang tidak beriman.
Ide ini disampaikan oleh delegasi dari PWNU Jawa Timur tepatnya oleh Kiai Muhammad Hamim HR (Hamim Hr) dan disimak secara seksama oleh seluruh musyawirin. Sesederhana demikian kan?
Delegasi PWNU Jawa Timur Komisi Maudhu'iyyah:
1. KH Romadlon Khotib
2. KH Ahmad Asyhar Shofwan M.Pd.I.
3. K Ahmad Fauzi Hamzah Syam
4. Ahmad Muntaha AM (Taha Ahmadmun)
5. K Arifuddin M.Pd.I (Arif Uddin Abi Hanaya)
6. K Muhammad Hamim HR (Hamim Hr)
Status Non Muslim Dalam Munas NU
Klarifikasi dari salah satu LBM PWNU Jatim yang berada di komisi Maudluiyah Munas NU, Kyai Arifuddin Abi Hanaya:
Perlu saya jelaskan terkait hasil Batshul Masail tersebut kebetulan sekali saya ikut langsung dalam forum bahtsul masail itu. Karena ternyata sudah banyak yang salah paham. Dan bahkan menghujat NU. Padahal mereka tidak tahu kronologi masalah yang sebenarnya.
Dalam bahtsu masail kemarin tidak ada yang menyatakan non muslim di Indonesia tidak disebut kafir tapi yang benar tidak bisa dikategorikan kafir dzimmy, kafir mustaman, kafir mua'had dan harby. Ini bukan berarti mereka tidak kafir. Ibarot yang dibacakan hanya menyatakan orang orang non muslim yang tidak memerangi Islam hidup damai dengan kita adalah Musallmin (ini mungkin istilah yang baru dalam konteks fiqh) yang kemarin oleh musyawirin disepakati non muslim Indonesia adalah warga negara biasa yang tidak boleh dimusuhi, mereka punya hak yang sama dengan kita dalam konteks kenegaraan.
Ada satu ibarot kitab yg menjelaskan bahwa memanggil kafir kepada orang orang non muslim yang tidak memusuhi kita, jika kata kata itu menyakitkan mereka hukumnya tidak boleh.
Tapi ini tidak berarti menghilangkan status non muslim sebagai kafir dalam i'tiqod kita. Hanya saja kata kata kafir itu tidak perlu kita florkan dan kita labelkan kepada mereka secara terang terangan karena akan menyakiti mereka.
Sebagai warga NU harus bisa menjelaskan masalah ini.
Oleh: Ahmad Muntaha A. M (Sekretaris LBM NU Jatim)
Karenanya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mereka adalah warga negara atau muwathin yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan setara sebagaimana lainnya.
Alhamdulillah ide ini mendapatkan sambutan yang positif dari para Kiai NU semenjak proses penyusunan draf, Pra Munas dan forum Munas NU. Lalu mana dalil dan rujukannya? Sabarlah kawan, mari kita tunggu bersama keputusan lengkapnya.
*Update:
Tidak Boleh Memanghil "Hai Kafir"
Munas NU 2019 sebenarnya fokus membahas status non muslim dalam negara bangsa seperti Indonesia. Dalam forum disepakati, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara status non muslim seperti di Indonesia adalah muwathin atau warganegara yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan setara sebagaimana warganegara lainnya. Mereka tidak masuk dalam kategori kafir dzimmi, muahad, musta'man, apalagi harbi. Tidak masuk kategori itu dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tetap berstatus kafir.
ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﻨْﻴَﺔِ ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟِﺎﺳْﺘِﺤْﻠَﺎﻝِ ﻭَﺭَﺩِّ ﺍﻟْﻤَﻈَﺎﻟِﻢِ ﻟَﻮْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻴَﻬُﻮﺩِﻱٍّ ﺃَﻭْ ﻣَﺠُﻮﺳِﻲٍّ ﻳَﺎ ﻛَﺎﻓِﺮُ ﻳَﺄْﺛَﻢُ ﺇﻥْ ﺷَﻖَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ . ﺍﻫـ . ﻭَﻣُﻘْﺘَﻀَﺎﻩُ ﺃَﻥْ ﻳُﻌَﺰَّﺭَ ﻟِﺎﺭْﺗِﻜَﺎﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﺃَﻭْﺟَﺐَ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢَ . ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ، ٥ / ٤٧ .
"Dalam kitab Al-Qunyah dari Bab Al-Istihlal dan Raddul Madhalim terdapat keterangan: "Andaikan seseorang berkata kepada Yahudi atau Majusi: 'Hai Kafir', maka ia berdosa jika ucapan itu berat baginya (menyinggungnya). Konsekuensinya, pelakunya seharusnya ditakzir karena melakukan tindakan yang membuatnya berdosa." (Dikutip dari kitab Al-Bahrur Raiq, Juz 5 halaman 47).
Ini yang melatari bahwa dalam konteks sosial kemasyarakatan seorang muslim semestinya tidak memanggil non muslim dengan panggilan yang sensitif 'Hai Kafir', seiring dalam ranah akidah Islam tetap mantap menganggap mereka sebagai kafir atau orang yang tidak beriman.
Ide ini disampaikan oleh delegasi dari PWNU Jawa Timur tepatnya oleh Kiai Muhammad Hamim HR (Hamim Hr) dan disimak secara seksama oleh seluruh musyawirin. Sesederhana demikian kan?
Delegasi PWNU Jawa Timur Komisi Maudhu'iyyah:
1. KH Romadlon Khotib
2. KH Ahmad Asyhar Shofwan M.Pd.I.
3. K Ahmad Fauzi Hamzah Syam
4. Ahmad Muntaha AM (Taha Ahmadmun)
5. K Arifuddin M.Pd.I (Arif Uddin Abi Hanaya)
6. K Muhammad Hamim HR (Hamim Hr)
Status Non Muslim Dalam Munas NU
Klarifikasi dari salah satu LBM PWNU Jatim yang berada di komisi Maudluiyah Munas NU, Kyai Arifuddin Abi Hanaya:
Perlu saya jelaskan terkait hasil Batshul Masail tersebut kebetulan sekali saya ikut langsung dalam forum bahtsul masail itu. Karena ternyata sudah banyak yang salah paham. Dan bahkan menghujat NU. Padahal mereka tidak tahu kronologi masalah yang sebenarnya.
Dalam bahtsu masail kemarin tidak ada yang menyatakan non muslim di Indonesia tidak disebut kafir tapi yang benar tidak bisa dikategorikan kafir dzimmy, kafir mustaman, kafir mua'had dan harby. Ini bukan berarti mereka tidak kafir. Ibarot yang dibacakan hanya menyatakan orang orang non muslim yang tidak memerangi Islam hidup damai dengan kita adalah Musallmin (ini mungkin istilah yang baru dalam konteks fiqh) yang kemarin oleh musyawirin disepakati non muslim Indonesia adalah warga negara biasa yang tidak boleh dimusuhi, mereka punya hak yang sama dengan kita dalam konteks kenegaraan.
Ada satu ibarot kitab yg menjelaskan bahwa memanggil kafir kepada orang orang non muslim yang tidak memusuhi kita, jika kata kata itu menyakitkan mereka hukumnya tidak boleh.
Tapi ini tidak berarti menghilangkan status non muslim sebagai kafir dalam i'tiqod kita. Hanya saja kata kata kafir itu tidak perlu kita florkan dan kita labelkan kepada mereka secara terang terangan karena akan menyakiti mereka.
Sebagai warga NU harus bisa menjelaskan masalah ini.
Oleh: Ahmad Muntaha A. M (Sekretaris LBM NU Jatim)
Status Non-Muslim Di Indonesia
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
March 02, 2019
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE