Sidebar Ads

banner image

Nyadran, Tradisi Masyarakat Jawa Untuk Mengingat Kematian



Tradisi Nyadran atau biasa disebut dengan Sadranan adalah sebuah tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Islam Jawa,
terutama sebagian besar masyarakat Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa sansekerta Sraddha yang berarti Keyakinan. Dalam bahasa Jawa, nyadran berasal dari kata Sadran yang artinya ruwah, syakban. Tradisi Nyadran atau sadranan ini biasanya dilakukan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, yakni berupa serangkaian upacara Ziarah kubur, membersihkan makam dan mendoakan arwah leluhur atau kerabat yang sudah meninggal.

Dalam tradisi nyadran atau sadranan biasanya diakhiri dengan Selamatan atau Kenduri yang dilakukan oleh masyarakat dalam suatu wilayah Dusun, Desa atau Kelurahan, dimana dalam acara ini semua warga masyarakat Dusun atau Desa melakukan makan bersama di area sekitar Makam, setelah mereka selesai melakukan kegiatan Ziarah kubur, membersihkan makam dan mendoakan arwah leluhur atau kerabat yang sudah meninggal dan dimakamkan di makam tersebut.

Pelaksanaan tradisi nyadran di daerah saya biasanya dilakukan sebelum bulan puasa pada hari Jumat, dimana untuk setiap Dusun atau Desa berbeda-beda waktu pelaksanaannya sesuai dengan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun di masing-masing dusun atau desa. Ada yang melakukan tradisi nyadran pada hari Jumat Kliwon, ada juga dusun atau desa yang melakukannya pada hari Jumat Wage atau hari-hari Jumat Lainnya, kalau untuk Desa saya biasanya tradisi nyadran ini dilakukan pada hari Jumat Pon.

Selain ziarah kubur, membersihkan makam, membaca doa dan makan bersama diarea sekitar makam, saat ini seiring dengan perkembangan jaman untuk memeriahkan tradisi Nyadran biasanya setiap dusun atau desa mengisinya dengan mengadakan acara tambahan, sebagai contoh misalnya dengan mengadakan acara pentas seni Kuda Lumping, Topengan, Pagelaran Wayang Kulit, dan lain-lain untuk memberikan hiburan kepada masyarakat sekitar.

Nyadran sebenarnya berasal dari tradisi Hindu-Budha, dimana terdapat juga tradisi serupa dengan nyadran yaitu tradisi Craddha, namun setelah Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13, para Walisongo menggabungkan tradisi tersebut pada dakwah yang mereka lakukan dengan tujuan agar Agama Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat dan tidak berbenturan dengan kepercayaan dan tradisi yang sudah ada.

Para Wali tidak menghapus atau menghilangkan tradisi Nyadran, akan tetapi menyelaraskan dan mengisinya dengan ajaran-ajaran islam, sebagai contoh misalnya tradisi craddha pada masa Hindu-Budha biasanya menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai perlengkapan ritualnya, kemudian pada tradisi nyadran para wali menggantinya dengan membaca ayat Al-Quran, Tahlil dan doa, ditambah dengan acara makan bersama yang merupakan acara selamatan atau kenduri.
Nyadran, Tradisi Masyarakat Jawa Untuk Mengingat Kematian Nyadran, Tradisi Masyarakat Jawa Untuk Mengingat Kematian Reviewed by Erhaje88 Blog on May 13, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.