Sidebar Ads

banner image

Gus Mus: Kita Hidup di Jaman Yang Brengsek

"Bagaimana jika Anda berdua tidak ada? Siapa yang meneruskan? Bagaimana nanti kami-kami ini?"



Ngalap berkah Nisfu Sya'ban dengan melihat lebih dekat dua sahabat yang sama-sama alim nan adib. Samudera ilmu yang masih beruntung kita 'menangi' di zaman akhir yang brengsek ini. Kyai Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Habib Quraish Shihab. Dipandu oleh Najwa Shihab, putri sang Habib. Acara tapping Mata Najwa ini berlangsung hangat, dengan guyon-guyon khas pesantren, tanpa mengurangi luapan ilmu dari beliau berdua.

Satu momen yang bikin merinding dan mbrebes mili adalah ketika Mbak Najwa Shihab bertanya kepada Gus Mus dan Habib Quraish: Bagaimana jika nanti kami kehilangan anda berdua? "Saya belum bisa membayangkan bagaimana nanti ditinggal Abi (Habib Quraish) dan Abah (Gus Mus), bagaimana jika Anda berdua tidak ada, siapa yang akan meneruskan? bagaimana nanti kami-kami ini?" Tanya Najwa dengan terisak. Sebagai seorang jurnalis yang dikenal tajam dan konfrontatif dalam bertanya, Najwa kali ini lain. Dia bukan Najwa si jurnalis lugas dan tajam, melainkan si Najwa seorang putri kecil yang khawatir, selayaknya seorang anak yang takut ditinggal mati orangtuanya. Saya sendiri nyaris mbrebes mili. Hadirin terdiam sejenak. Suasana mendadak senyap.

Habib Quraish dan Gus Mus terdiam cukup lama sebelum menjawab pertanyaan itu. Gus Mus akhirnya menjawab dengan yakin: tidak perlu khawatir! Banyak tokoh-tokoh muda yang akan lebih mumpuni dari beliau berdua dan menyesuaikan zamannya. Hanya tinggal menunggu waktunya saja anak-anak muda ini muncul ke permukaan. Wong maut itu kepastian. Dawuh Gus Mus, kita biasa saja lah dalam menghadapi sesuatunya. Termasuk dalam beragama. Kita sudah diperingatkan, kita ini hidup di jaman yang brengsek, karena sebaik-baik jaman adalah jaman Nabi (beneran, Gus Mus pakai istilah jaman brengsek) Maka kita harus banyak-banyak syukur, dan merasa beruntung masih diberi iman di jaman yang brengsek.

Habib Quraish pun demikian. Tidak ada alasan bagi kita untuk bersedih sepeninggal beliau berdua. Beliau dawuh: "Kita semua manusia, pasti merasakan kehilangan. Kalau bukan kita yang pergi, pasti dia yang pergi. Akan tetapi yang pergi bukan hilang. Pada hakikatnya ia pasti menanti kita untuk bertemu kembali di Shirath.." Beliau juga menyambung dengan bahasan istilah shirat al-mustaqim. Shirat ini, bagi Habib, adalah jalan besar. Lain halnya Sabil, karena Sabil adalah jalan kecil. Di dunia ini kita menempuh Sabil masing-masing, jalan-jalan kecil. Jika kita konsisten menempuh Sabil ini, pada akhirnya nanti akan bersama-sama bertemu kembali di Shirat.

Duh Gusti, pertemukan kami hamba-hamba yang wagu ini dengan Shirat para alim adib seperti beliau berdua. Rabbi fanfa'na bi barkatihim.. 😢🙏

"Mengukur dalam sungai jangan pakai tubuh kita sendiri. Bagi orang tinggi, sungai dianggap dangkal. Kalau orang cebol, di sungai dangkal pun dia akan tenggelam. Maka dalam segala sesuatunya kita harus pakai ukuran orang banyak, jangan diri sendiri yang dijadikan ukuran. Nabi selama mengimami shalat tidak pernah dirasani oleh jamaahnya, tidak pernah berlama-lama karena menggunakan ukuran perasaan jamaahnya.." Gus Mus.

"Syiar itu berasal dari kata syu'ur, perasaan. Maka syiar harus diukur sesuai dengan perasaan orang yang kita tuju. Hidayah itu satu suku kata dengan hadiah. Maka perlu dikemas baik, dibungkus indah, tidak dilempar begitu saja. Amar makruf nahi munkar saja perlu beberapa prasyarat, tidak bisa dilakukan begitu saja. Amar makruf nahi munkar tidak bisa dijadikan alasan untuk membenci satu golongan.." Habib Quraish Shihab.
(Facebook/AlanuOfficial)
Gus Mus: Kita Hidup di Jaman Yang Brengsek Gus Mus: Kita Hidup di Jaman Yang Brengsek Reviewed by Erhaje88 Blog on May 13, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.