Sidebar Ads

banner image

Hukum Dan Ketentuan Lainnya Dalam Ibadah Qurban

A. Pengertian Qurban
Kata qurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Yang dimaksud dari kata qurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah agama disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari kata qurban atau udhhiyah dalam pengertian syara, ialah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.

B. Hukum Qurban
Ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah qurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Ketentuan qurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah qurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).

C. Keutamaan Qurban
Menyembelih hewan qurban adalah suatu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas informasi dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam , antara lain:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﻋَﻤِﻞَ ﺁﺩَﻣِﻲٌّ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞٍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦْ ﺇِﻫْﺮَﺍﻕِ ﺍﻟﺪَّﻡِ ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﺘَﺄْﺗِﻲ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺑِﻘُﺮُﻭﻧِﻬَﺎ ﻭَﺃَﺷْﻌَﺎﺭِﻫَﺎ ﻭَﺃَﻇْﻠَﺎﻓِﻬَﺎ ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟﺪَّﻡَ ﻟَﻴَﻘَﻊُ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑِﻤَﻜَﺎﻥٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳَﻘَﻊَ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻓَﻄِﻴﺒُﻮﺍ ﺑِﻬَﺎ ﻧَﻔْﺴًﺎ
"Aisyah menuturkan dari Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”
(Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk qurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya. Kemudian hewan itu digambarkan secara metaphoris akan menjadi kendaraanya untuk berjalan melewati shirath. Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridhaan Allah kepada orang yang melakukan ibadah kurban tersebut. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)

Hukum, Makna, Jenis Hewan, dan Ketentuan Ibadah Kurban ilustrasi (independent.co.uk,)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Masih banyak lagi sabda Nabi yang lain, menjelaskan tentang keutamaan berkurban. Bahkan pada hadits terakhir, disebutkan bahwa orang yang sudah mampu berkorban, tetapi tidak mau melaksanakanya, maka ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainya.
Ibadah qurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, qurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang Muslim. Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah qurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya.

D. Hakikat Qurban Qurban dalam dimensi vertikal adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah supaya mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan dalam dimensi sosial, qurban bertujuan untuk menggembirakan kaum faqir pada Hari Raya Adha, sebagaimana pada Hari Raya Fitri mereka digembirakan dengan Zakat Fitrah. Karena itu, daging qurban hendaklah diberikan kepada mereka yang membutuhkan, boleh menyisakan secukupnya untuk dikonsumsi keluarga yang berqurban, dengan tetap mengutamakan kaum faqir dan miskin.
Allah berfirman:
ﻓَﻜُﻠُﻮﺍ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﺃَﻃْﻌِﻤُﻮﺍ ﺍﻟْﺒَﺎﺋِﺲَ ﺍﻟْﻔَﻘِﻴﺮَ “Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28)
Dengan demikian qurban merupakan salah satu ibadah yang dapat menjalin hubungan vertikal dan horizontal.

E. Kriteria Hewan Qurban
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk qurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah onta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Agar ibadah qurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berqurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan qurban, yaitu:

Baca juga:
Hukum Upah Jagal Dengan Sebagian Daging Atau Kulit Hewan


a. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.” (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
c. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.
(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).
Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh :
ﺃَﺭْﺑَﻊٌ ﻟَﺎ ﺗَﺠُﻮﺯُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺿَﺎﺣِﻲِّ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌَﻮْﺭَﺍﺀُ ﺑَﻴِّﻦٌ ﻋَﻮَﺭُﻫَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮِﻳﻀَﺔُ ﺑَﻴِّﻦٌ ﻣَﺮَﺿُﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﻌَﺮْﺟَﺎﺀُ ﺑَﻴِّﻦٌ ﻇَﻠْﻌُﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﻜَﺴِﻴﺮُ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻟَﺎ ﺗَﻨْﻘَﻰ “Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)
Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah qurban, yaitu; Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan qurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat fisik).

Baca artikel terkait:
Hewan Yang Tidak Boleh Untuk Qurban Dan Syarat-Syaratnya


F. Ketentuan Qurban
Berqurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan onta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berqurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut:
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﺤَﺮْﻧَﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﺎﻡَ ﺍﻟْﺤُﺪَﻳْﺒِﻴَﺔِ ﺍﻟْﺒَﺪَﻧَﺔَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﻭَﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒْﻌَﺔٍ Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123).
Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berqurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam :
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻣَﺮَ ﺑِﻜَﺒْﺶٍ ﺃَﻗْﺮَﻥَ ﻓَﺄُﺗِﻲَ ﺑِﻪِ ﻟِﻴُﻀَﺤِّﻲَ ﺑِﻪِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻬَﺎ ﻳَﺎ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﻫَﻠُﻤِّﻲ ﺍﻟْﻤُﺪْﻳَﺔَ ‏( ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺴﻜﻴﻦ ‏) ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺍﺷْﺤَﺬِﻳﻬَﺎ ﺑِﺤَﺠَﺮٍ ﻓَﻔَﻌَﻠَﺖْ ﺛُﻢَّ ﺃَﺧَﺬَﻫَﺎ ﻭَﺃَﺧَﺬَ ﺍﻟْﻜَﺒْﺶَ ﻓَﺄَﺿْﺠَﻌَﻪُ ﺛُﻢَّ ﺫَﺑَﺤَﻪُ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺑِﺎﺳْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺗَﻘَﺒَّﻞْ ﻣِﻦْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﺁﻝِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺔِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺛُﻢَّ ﺿَﺤَّﻰ ﺑِﻪِ . “Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ , menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan qurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad” tidak bisa dipahami bahwa qurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut. Apabila dipahami bahwa berqurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berqurban. Dengan demikian, pemahaman bahwa satu domba bisa untuk berqurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi, dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas.

G. Waktu Pelaksanaan Qurban
Waktu menyembelih qurban dimulai setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi (pembagian) daging qurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. Ketiga bagian itu, (1) untuk faqir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya. Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging qurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada faqir miskin lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga bermanfaat. Mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kesalahan. Wallahu a’lam bish shawâb.
KH Zakky Mubarak , Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Sumber: NU Online
Hukum Dan Ketentuan Lainnya Dalam Ibadah Qurban Hukum Dan Ketentuan Lainnya Dalam Ibadah Qurban Reviewed by Erhaje88 Blog on August 27, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.