Sidebar Ads

banner image

Media Sosial Bukan Tempat Jual Kayu Bakar

Oleh : Vinanda Febriani
Media sosial saat ini ancapkali menjerumuskan seseorang menjadi bernasib buruk atau bermasa depan buruk. Ya, banyak kasus yang terjadi saat ini akibat dari penyalahgunaan media sosial sebagai tempat bersosialisasi. Layaknya pisau, media sosial dapat menjadi suatu hal yang membahayakan apabila disalahgunakan, namun juga dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat apabila digunakan dengan baik dan bijak.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membuat kita sebagai pengguna terkadang seolah menjadi semakin bodoh karenanya. Terkadang kita lalai dalam penggunaan aplikasi terutama sosial media yang seharusnya menjadi tempat bersilaturahmi, berbagi cerita dan informasi, namun malah jadi sumber malapetaka seperti kekerasan, pelecehan, pencemaran nama baik, fitnah, adu domba dan lain sebagainya. Apabila hal tersebut terus dilakukan, maka akan berakibat buruk terhadap pemikiran, pemahaman, masa depan seseorang atau suatu oknum.

Beberapa hari yang lalu, para pegiat media sosial di gemparkan dengan kasus penebar Hoax dan fitnah di dunia media sosial yang menurut saya itu sangat besar, karena organisasi terstruktur yang disebut "Saracen" itu membajak sekitar 800.000 akun media sosial terutama Facebook. Ya, ini bukan satu-satunya kasus yang ada di Indonesia saat ini. Sebenarnya, kasus ini merupakan satu dari berapa ribu kasus penebar kebencian yang ada pada dunia maya, sosial media terutama. Kejahatan media sosial ini sangat keji, karena 800.000 akun tersebut menyebarkan berita Hoax, sara, fitnah, provokatif dan segala yang berbau negatif kepada publik. Yang lebih menyedihkan lagi, akun tersebut merupakan akun bayaran yang sengaja dikloning supaya menebarkan kebencian, menjatuhkan karakter seseorang atau suatu oknum dihadapan publik. Sungguh keji sekali perbuatan itu.
Apabila saat ini masyarakat menyalahgunakan media sosial sebagai sarana untuk menebarkan emosi, kebencian dan hal yang berbau menjatuhkan seseorang atau suatu oknum, maka kedepannya tetaplah seperti itu, "Membunuh karakter seseorang".

Media sosial bukanlah tempat menjual kayu bakar. Pembawa kayu bakar atau yang biasa disebut pembawa fitnah (dalam Al-Qur’an surah Al-Lahab Ayat 4 digambarkan untuk isteri dari Abu Lahab yang gemar menfitnah Nabi Muhammad SAW). Sehingga, menjual kayu bakar sama artinya dengan menjual fitnah. Sedangkan "Al fitnatu Asyaddu Minal Qotl ( … ﺍﻟﻔِﺘْﻨَﺔُ ﺃَﺷَﺪُّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘَﺘْﻞِ … Qs Al-Baqoroh ayat 191) yang berartikan "Fitnah lebih kejam dari pembunuhan")".
Sedangkan menurut KBBI, fit-nah (n) perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik dan merugikan kehormatan orang): — adalah perbuatan yang tidak terpuji.

Fitnah sekecil apapun tetap saja lebih kejam daripada pembunuhan.
Di media sosial, terutama facebook, Whatsapp, dan youtube saya banyak menemukan ujaran kebencian terutama fitnah terhadap seseorang, kelompok atau suatu golongan tertentu. Tujuannya tak lain adalah politik. Terlebih, saat ini hampir mendekati penyelenggaraan Pilkada serentak pada tahun 2018, sehingga media sosial penuh dengan kampanye-kampanye calon pilihan mereka. Alhasil seperti yang kita ketahui, di media sosial banyak akun yang berkoar-koar supaya masyarakat lebih mendukung calon A dan mendiskreditkan calon lainnya.
Disini saya mulai berfikir "Bisakah orang bersaing secara sehat, Kampanye tanpa menjelekkan, mendiskreditkan calon lainnya?" seakan upaya tersebut sudah mendarah daging, apabila yang didukungnya tersebut kalah, nah pastinya akan menjadi suatu kontroversi panjang yang tak kunjung selesai. Seperti pengalaman Pilpres tahun 2014 yang sampai saat ini konflik perbedaan pendapat masih saja dipermasalahkan. Padahal, semenjak kurang lebih tiga tahun lalu sudah sah Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia atas dasar hasil keputusan perhitungan suara rakyat se-Indonesia. Akan tetapi, konflik pilkada hingga saat ini tak kunjung usai jua. Malah semakin memanas. Mereka melampiaskan amarahnya tersebut dengan clotehan provokatif di media sosial.

Saat ini, media sosial rawan menjadi medan tempur. Sehingga, media sosial kini menjadi media pemecah belah yang sagat berbahaya jika kita tidak mewaspadainya. Banyak orang terdoktrin menjadi "jahat" karena media sosial. Begitu pula sebaliknya, ada juga yang menjadi baik karena pengaruh media sosial. Terkadang, seseorang yang sekiranya kejam di media sosial namun ketika di dunia nyata dia biasa saja, tidak dapat berkutik seperti ketika ia berada di media sosial. Begitu pula sebaliknya. Orang yang berani berkutik di media sosial belum tentu berani berkutik di dunia nyata. Padaha di dunia maya (sosial media) banyak terdapat akun palsu yang merupakan akun kloningan (bayaran) atau akun abal-abal.
Jika kita tidak teliti dan mewaspadai segala macam berita yang di sebarkan oleh media sosial, maka kita akan mudah termakan berita tersebut.

Terlebih jika kita tidak mau tabayyun, mengklarifikasi benar tidaknya berita tersebut, padahal di media sosial (terutama portal informasi / blog, web dll) banyak berita yang di pelintirkan, diputar balikkan dan memang sengaja dibuat untuk mengundang perpecahan. Sehingga jika kita tidak benar-benar teliti dan waspada, kita akan mudah termakan olehnya. Oleh karenanya berhati-hatilah, "media sosial bukan tempat jual kayu bakar".
Salam akal sehat
Borobudur, 30 Agustus 2017.
Media Sosial Bukan Tempat Jual Kayu Bakar Media Sosial Bukan Tempat Jual Kayu Bakar Reviewed by Erhaje88 Blog on August 31, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.