Oleh: Aldinshah Vijayabwana
Amar maruf nahi munkar bukan istilah asing bagi umat Islam. Berkali-kali istilah ini digaungkan dalam kajian-kajian Islam di masyarakat. Tulisan ini mencoba membahas sedikit tentang amar maruf nahi munkar.
Secara umum istilah 'amar maruf nahi munkar' memiliki arti 'mengajak pada kebaikan, mencegah dari keburukan'. Istilah ini diambil dari ayat Alquran yang artinya:
“Dan ajaklah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Amar ma'ruf nahi munkar, dalam ayat diatas adalah wajib bagi setiap Muslim. Prinsip dasar amar ma'ruf nahi munkar adalah 'mengajak' dan 'mencegah'. Bukan 'menyuruh' atau 'melarang', apalagi 'memaksa'. Oleh karena itu, melakukan amar maruf nahi munkar ada caranya sendiri.
Bagaimana cara kita melakukan amar maruf nahi munkar?
Pada dasarnya, ada sebuah hadits yang artinya:
"Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim)
Dari ketiga cara yang dianjurkan Rasulullah tersebut, dua cara pertama sering disalahpahami oleh umat Islam. 'Dengan tangan' diartikan sebagai tindakan yang keras dan menonjolkan kesalahan orang itu. 'Dengan lisan' diartikan sebagai kata-kata yang keras sehingga hati yang mendengar jadi sakit.
'Dengan tangan', menurut Kyai Affan Martadi , bukan berarti dengan cara-cara keras. Beliau mengartikan bahwa 'dengan tangan' itu, tangan kita menunjukkan yang baik itu seperti apa, sementara lisan kita membantu menjelaskan bahasa tubuh kita mengenai itu. Contohnya adalah ketika kita melihat ada yang buang sampah sembarangan. Tepuk pundaknya, sapa dengan baik, contohkan bagaimana membuang sampah di tempatnya.
'Dengan lisan', tentu saja kita menggunakan bahasa yang baik dalam mengajak menuju kebaikan. Dan tingkat terakhir yaitu 'dengan hati', cukup hati kita yang membenci kemungkaran itu dan mendoakan yang terbaik.
Patut kita perhatikan bahwa kita mengutamakan untuk mengajak pada kebaikan, tentunya dengan cara yang baik. Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. ketika menghadapi Firaun, Allah swt. tetap memerintahkan pada beliau untuk berlaku lembut,
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)
Kita tahu bahwa Firaun dalam perspektif Islam adalah seorang yang sangat buruk. Namun, Allah tidak memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk bertindak kasar dalam mengajak Fir'aun ke jalan Allah. Allah justru menekankan perintah agar tetap berlaku lemah lembut.
Saya juga tergelitik untuk membahas bahwa perintah amar maruf nahi munkar ini diikuti dengan perintah bersabar. Apa menariknya?
Mengajak pada kebaikan bukanlah hal yang mudah. Sebagai contoh adalah upaya untuk menyadarkan masyarakat, khususnya saudara muslim kita, akan bahaya hoax. Masih banyak di antara kita, terutama saudara kita sesama muslim, yang belum dapat menerima apa yang sudah disampaikan, meskipun kita sudah menjelaskan sejelas mungkin dan dengan cara sebaik mungkin.
Di sini kita temui bahwa sangat tepat jika perintah amar maruf nahi munkar disandingkan dengan perintah bersabar. Tetap bersabar, menyampaikan yang baik dengan cara yang baik pula sekalipun situasinya sangat tidak mengenakkan. Karena tujuan awal kita memang mengajak, bukan memaksa. Sambil mendoakan yang baik, sambil mengajak dengan cara yang lembut, dan bersabar untuk tetap menggunakan cara yang baik.
Tak jarang kita lupa bahwa tujuan kita ber-amar maruf nahi munkar adalah bukan untuk memaksa orang mengikuti kita, dan inilah yang membuat kita 'bergeser' jadi menggunakan cara yang kurang tepat. Ketika kita 'bergeser', menggunakan cara yang kurang tepat untuk ber-amar maruf nahi munkar, ini menimbulkan masalah baru.
Maksud kita mencegah dari kemunkaran, justru menimbulkan kemunkaran baru lagi. Maksud kita mengajak pada kebaikan, justru kebaikannya tidak dapat.
Sebagai contoh klasik, mengajak pada kebaikan namun dengan cara marah, sok benar, dan semacamnya hanya akan menimbulkan kejengkelan dan kedongkolan di kedua pihak. Poin kebaikan yang ingin disampaikan tidak 'gol'. Malah yang ada debat terus, dan ujung-ujungnya merusak tali silaturahmi.
Amar maruf nahi munkar, utamanya poin amar maruf, memang harus dilakukan bil maruf, alias dengan cara yang baik.
(Facebook/aldinshah)
Amar maruf nahi munkar bukan istilah asing bagi umat Islam. Berkali-kali istilah ini digaungkan dalam kajian-kajian Islam di masyarakat. Tulisan ini mencoba membahas sedikit tentang amar maruf nahi munkar.
Secara umum istilah 'amar maruf nahi munkar' memiliki arti 'mengajak pada kebaikan, mencegah dari keburukan'. Istilah ini diambil dari ayat Alquran yang artinya:
“Dan ajaklah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Bagaimana cara kita melakukan amar maruf nahi munkar?
Pada dasarnya, ada sebuah hadits yang artinya:
"Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim)
Dari ketiga cara yang dianjurkan Rasulullah tersebut, dua cara pertama sering disalahpahami oleh umat Islam. 'Dengan tangan' diartikan sebagai tindakan yang keras dan menonjolkan kesalahan orang itu. 'Dengan lisan' diartikan sebagai kata-kata yang keras sehingga hati yang mendengar jadi sakit.
'Dengan tangan', menurut Kyai Affan Martadi , bukan berarti dengan cara-cara keras. Beliau mengartikan bahwa 'dengan tangan' itu, tangan kita menunjukkan yang baik itu seperti apa, sementara lisan kita membantu menjelaskan bahasa tubuh kita mengenai itu. Contohnya adalah ketika kita melihat ada yang buang sampah sembarangan. Tepuk pundaknya, sapa dengan baik, contohkan bagaimana membuang sampah di tempatnya.
'Dengan lisan', tentu saja kita menggunakan bahasa yang baik dalam mengajak menuju kebaikan. Dan tingkat terakhir yaitu 'dengan hati', cukup hati kita yang membenci kemungkaran itu dan mendoakan yang terbaik.
Patut kita perhatikan bahwa kita mengutamakan untuk mengajak pada kebaikan, tentunya dengan cara yang baik. Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. ketika menghadapi Firaun, Allah swt. tetap memerintahkan pada beliau untuk berlaku lembut,
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)
Kita tahu bahwa Firaun dalam perspektif Islam adalah seorang yang sangat buruk. Namun, Allah tidak memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk bertindak kasar dalam mengajak Fir'aun ke jalan Allah. Allah justru menekankan perintah agar tetap berlaku lemah lembut.
Saya juga tergelitik untuk membahas bahwa perintah amar maruf nahi munkar ini diikuti dengan perintah bersabar. Apa menariknya?
Mengajak pada kebaikan bukanlah hal yang mudah. Sebagai contoh adalah upaya untuk menyadarkan masyarakat, khususnya saudara muslim kita, akan bahaya hoax. Masih banyak di antara kita, terutama saudara kita sesama muslim, yang belum dapat menerima apa yang sudah disampaikan, meskipun kita sudah menjelaskan sejelas mungkin dan dengan cara sebaik mungkin.
Di sini kita temui bahwa sangat tepat jika perintah amar maruf nahi munkar disandingkan dengan perintah bersabar. Tetap bersabar, menyampaikan yang baik dengan cara yang baik pula sekalipun situasinya sangat tidak mengenakkan. Karena tujuan awal kita memang mengajak, bukan memaksa. Sambil mendoakan yang baik, sambil mengajak dengan cara yang lembut, dan bersabar untuk tetap menggunakan cara yang baik.
Tak jarang kita lupa bahwa tujuan kita ber-amar maruf nahi munkar adalah bukan untuk memaksa orang mengikuti kita, dan inilah yang membuat kita 'bergeser' jadi menggunakan cara yang kurang tepat. Ketika kita 'bergeser', menggunakan cara yang kurang tepat untuk ber-amar maruf nahi munkar, ini menimbulkan masalah baru.
Maksud kita mencegah dari kemunkaran, justru menimbulkan kemunkaran baru lagi. Maksud kita mengajak pada kebaikan, justru kebaikannya tidak dapat.
Sebagai contoh klasik, mengajak pada kebaikan namun dengan cara marah, sok benar, dan semacamnya hanya akan menimbulkan kejengkelan dan kedongkolan di kedua pihak. Poin kebaikan yang ingin disampaikan tidak 'gol'. Malah yang ada debat terus, dan ujung-ujungnya merusak tali silaturahmi.
Amar maruf nahi munkar, utamanya poin amar maruf, memang harus dilakukan bil maruf, alias dengan cara yang baik.
(Facebook/aldinshah)
Ketika Slogan Amar Ma'ruf Nahi Munkar Disalahpahami
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
September 09, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE