Membawa sehelai bendera hitam bercetak kaligrafi putih berlafalkan kalimat tauhid La Ilaha Ilallah Muhammadurrasulullah di dalam tas ranselnya, simpatisan aksi Peduli
Rohingya , MSH, 19 tahun, mengaku bukan anggota organisasi masyarakat Islam tertentu.
Ia berkilah jika bendera yang dibawanya adalah bendera Islam. Tidak ada sangkut pautnya dengan ormas (organisasi masyarakat) manapun.
Simpatisan aksi Peduli Rohingya yang juga mahasiswa sebuah universitas negeri di Solo Raya itu dimintai keterangan oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Boyolali, Ajun Komisaris Miftahul Huda, pada Jumat sore usai menabrak Perwira Urusan Sub Bagian Humas Polres Boyolali Inspektur Dua Widarto. Saat itu, Widarto dan sejumlah anggota polisi lain sedang melaksanakan operasi simpatik di depan Markas Kepolisian Sektor Selo, wilayah perbatasan Kabupaten Boyolali dan Magelang. Karena gugup dan pernah ditilang sebelumnya, MSH tidak bisa mengendalikan sepeda motor matiknya. Akhirnya ia menabrak Widarto. Perwira menengah inipun mengalami luka memar di kaki kanannya dan telepon selulernya pecah.
Pemuda asal Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak, Boyolali itu sengaja membawa bendera tersebut untuk dikibarkan saat mengikuti Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Kabupaten Magelang, sekitar 1,5 kilometer dari Candi Borobudur. Saat ditanya Kasat reskrim Boyolali, AKP Miftahul Huda, “Kenapa tidak bawa bendera merah putih saja?” , MSH hanya terdiam.
Di hadapan sejumlah penyidik Polres Boyolali, MSH berkali-kali meminta maaf dan menyatakan tidak sengaja menabrak Widarto.
“Tadi saya gugup karena takut ditilang. Karena kemarin saya baru saja ditilang lantaran belum punya SIM (Surat Izin Mengemudi). Mau bikin SIM belum punya uang. Ikut ujian SIM tidak lulus-lulus,” kata MSH.
Oleh Miftahul, MSH dinasehati agar lebih serius belajar mengendarai sepeda motor agar lulus ujian SIM dan tidak melukai pengguna jalan lain bahkan polisi yang sedang bertugas.
Kepala Polres Boyolali Ajun Komisaris Besar Aries Andhi mengatakan pihaknya telah menghubungi orang tua dua simpatisan aksi Peduli Rohingya itu untuk menjemput sekaligus menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan dalam mengendarai sepeda motor.
“Biar nanti mereka dibina orang tua masing-masing,” kata Aries.
(Tempo.co)
Rohingya , MSH, 19 tahun, mengaku bukan anggota organisasi masyarakat Islam tertentu.
Ia berkilah jika bendera yang dibawanya adalah bendera Islam. Tidak ada sangkut pautnya dengan ormas (organisasi masyarakat) manapun.
Peserta aksi Peduli Rohingya di Magelang berinisial MSH (kanan) menunjukkan sehelai bendera yang identik dengan ormas HTI kepada Kasat Reskrim Polres Boyolali AKP Miftahul Huda (kiri), Jumat, 8 September 2017. MSH diperiksa Polres Boyolali karena menabrak seorang polisi yang sedang melakukan razia penyekatan massa di wilayah perbatasan Boyolali-Magelang. (Tempo/Dinda Leo Listy)
Simpatisan aksi Peduli Rohingya yang juga mahasiswa sebuah universitas negeri di Solo Raya itu dimintai keterangan oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Boyolali, Ajun Komisaris Miftahul Huda, pada Jumat sore usai menabrak Perwira Urusan Sub Bagian Humas Polres Boyolali Inspektur Dua Widarto. Saat itu, Widarto dan sejumlah anggota polisi lain sedang melaksanakan operasi simpatik di depan Markas Kepolisian Sektor Selo, wilayah perbatasan Kabupaten Boyolali dan Magelang. Karena gugup dan pernah ditilang sebelumnya, MSH tidak bisa mengendalikan sepeda motor matiknya. Akhirnya ia menabrak Widarto. Perwira menengah inipun mengalami luka memar di kaki kanannya dan telepon selulernya pecah.
Pemuda asal Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak, Boyolali itu sengaja membawa bendera tersebut untuk dikibarkan saat mengikuti Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Kabupaten Magelang, sekitar 1,5 kilometer dari Candi Borobudur. Saat ditanya Kasat reskrim Boyolali, AKP Miftahul Huda, “Kenapa tidak bawa bendera merah putih saja?” , MSH hanya terdiam.
Di hadapan sejumlah penyidik Polres Boyolali, MSH berkali-kali meminta maaf dan menyatakan tidak sengaja menabrak Widarto.
“Tadi saya gugup karena takut ditilang. Karena kemarin saya baru saja ditilang lantaran belum punya SIM (Surat Izin Mengemudi). Mau bikin SIM belum punya uang. Ikut ujian SIM tidak lulus-lulus,” kata MSH.
Oleh Miftahul, MSH dinasehati agar lebih serius belajar mengendarai sepeda motor agar lulus ujian SIM dan tidak melukai pengguna jalan lain bahkan polisi yang sedang bertugas.
Kepala Polres Boyolali Ajun Komisaris Besar Aries Andhi mengatakan pihaknya telah menghubungi orang tua dua simpatisan aksi Peduli Rohingya itu untuk menjemput sekaligus menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan dalam mengendarai sepeda motor.
“Biar nanti mereka dibina orang tua masing-masing,” kata Aries.
(Tempo.co)
Terkait Aksi Peduli Rohingya, Polisi: Kenapa Tidak Bawa Bendera Merah Putih Saja?
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
September 09, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE