Sidebar Ads

banner image

Sang Penantang Jokowi

Presiden Jokowi dan Panglima TNI Gatot Nurman
Oleh:


Semar/Musoffa Irfan
Siapa penantang Jokowi dalam perhelatan Pilpres 2019? Hampir semua jawaban pasti diarahkan ke Prabowo.
Tapi tunggu dulu..
Pertanyaannya adalah, apakah elektabilitas Prabowo masih kuat seperti dulu? Banyak pengamat yang memprediksi bahwa elektabilitas prabowo bakal sulit untuk beranjak naik, atau setidak-tidaknya stagnan, tapi kemungkinan besarnya adalah justru malah merosot turun.

Indikasi tersebut tampaknya sudah terbaca sangat baik oleh SBY, dan oleh karena itu, dalam pertemuan "nasi goreng" di Cikeas, SBY kurang begitu antusias. Begitu juga tindak lanjut dari pertemuan tersebut tidak ada respon balik dari SBY.

Dalam berbagai koalisi di parlemen, Demokrat justru sering bersimpang jalan dengan Gerindra, PKS, dan PAN, tiga parpol yang masih begitu setia dan maaih menaruh harapan kepada Prabowo.

Demokrat, dengan tampilan gaya SBY, sering mengambil posisi "netral". Tapi dalam kenetralan itu, jelas bahwa langkah Demokrat tersebut adalah basa-basi. Posisi yang sebenarnya adalah, Demokrat pro koalisi pemerintah.
Begitu juga, dalam berbagai momentum, SBY mengutus sang putra mahkota untuk terlibat di istana dengan Jokowi. Pun saat Anies-Sandi dilantik jadi gubernur DKI, Agus Yudoyono lebih senang ke Mako Brimob menjenguk Ahok, yang nota-bene memiliki ikatan kuat dengan pendukung Jokowi.

Saya percaya, bahwa feeling politik SBY masih kuat. Dan semua langkah SBY tersebut, tak lain adalah membuka kemungkinan bagi Agus Yudhoyono untuk bisa mendampingi Jokowi dalam perhelatan Pilpres 2019.

Jika elektabilitas Prabowo sulit untuk didongkrak, maka besar kemungkinan, peta persaingan bukan lagi antara Jokowi vs Prabowo..! Pasti ada figur lain yang akan jadi "kuda hitam".
Siapakah "sang kuda hitam itu?"
Tak lain dan tak bukan, dia adalah Anies Baswedan..! Lho..???

Tanda-tanda zaman itu sudah dimunculkan Anies. Ibarat genderang perang, Anies sudah mulai menabuh, meski denga daya pukulan yang masih malu-malu. Saat Anies menghembuskan isu "pribumi", maka itu ibarat pedang bermata dua: diarahkan ke pendukung Jokowi yang plural, dan sekaligus untuk memukul prabowo. Kita tahu, bukankah Prabowo adalah keturunan Cina? Sayangnya, Prabowo kurang sensitif, tapi justru tertawa kegirangan melihat adonan politik yang diramu Anies.

Anies pada awalnya memang lebih dikenal sebagai akademisi, pernah menjadi rektor Universitas Paramadina, warisan Cak Nur (alm. Nur Cholis Madjid: red), sebagai lahan untuk menyuburkan gagasan-gagasan Cak Nur tentang pluralisme, toleransi, dan keberagaman.
Tapi begitu terjun ke gelanggang politik praktis, Anies rupanya lebih memiliki bakat sebagai politisi. Tampil sebagai kekuatan yang tak diperhitungkan dalam perebutan DKI-1, Anies bisa memenangkan kompetisi, meski dengan skenario politik yang oleh banyak pihak dipandang sebagai kompetisi politik paling brutal dlm sejarah demokrasi di negeri ini.

Anies juga diberi anugerah kepiawaian merangkai kata-kata yang terstruktur rapi. Ini modal sangat baik. Bukankah kemenangan SBY dulu, salah satunya juga ditentukan oleh kepiawaiannya mengolah kata-kata yang baik?
Maka dengan kemahiran tersebut, segala carut marut, kegagalan, ketidakmampuan, dan seterusnya, bisa dengan mudah dirasionalkan, dilogikakan, dan dapat dikonstruksikan sesuai citra yang diinginkan. Rakyat pun, bisa jadi akan terkesima dengan janji manis, sedangkan bagaimana cara menepatinya, itu adalah nomor seratus.

Lalu para partai pendukung Prabowo, wabil khusus PKS dan PAN, keduanya akan lebih condong pada personality yang memiliki latar belakang keislaman yang kuat dan kearab-araban. Dua syarat itu, semuanya ditemukan dalam sosok Anies.
Dari kalangan ormas, kaum FPI dan alumni HTI pasti juga lebih mengidola kepada figur Anies ketimbang Prabowo.

Membaca politik adalah membaca dunia yang serba mungkin. Tak ada kawan abadi, tak ada lawan abadi. Yang ada adalah kepentingan abadi.
Namun apakah dengan begitu Anies salah? Tidak..! Karena Anies berhak menentukan garis nasib dan jalan hidupnya sendiri.

Lalu bagaimana dengan Jenderal Gatot? Memang betul, beberapa bulan belakangan ini ambisi politiknya seperti tak terkendali. Sungguh pun begitu, nyaris mustahil ia akan berpasangan dengan Prabowo. Pasangan sesama jenderal bukanlah kombinasi yang menarik untuk mendulang suara. Kecuali kalau dasar acuannya adalah nekad.

Hal yang paling mungkin adalah, jenderal Gatot bersinergi atau merapat ke Anies, dengan posisi yang masih sangat longgar untuk dibicarakan. Peta kemungkinan ini sangat terbuka, lantaran personalitas Gatot sendiri yang sepertinya juga lebih bahagia bercengkerama dengan kelompok Islam kanan. Kombinasi sipil-militer masih dianggap menarik oleh sebagian orang.

Jika semua argumen di atas tidak meleset, maka, Prabowo akan ditinggal sendirian. Prabowo dan partainya, Gerindra, akan kembali meratapi nasib malangnya di 2019.
Tapi tangisan itu pasti akan lebih menyayat, karena Anies, sosok yang telah dibesarkannya, akan memangsa tuannya. Dikhianati kawan sepenanggungan, memang lebih menyakitkan. Mirip lagu dangdut Cita Citata, "Sakitnya tuh disiniiiii....!"
Semoga Pak Prabowo segera menyadari itu..
Sang Penantang Jokowi Sang Penantang Jokowi Reviewed by Erhaje88 Blog on October 25, 2017 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.