Oleh:
Kamis (2/11/2017), cuaca Klaten cerah bersinar, sesuai dengan harapan masyarakat Desa Jatinom khususnya. Sebab, hari itu adalah hari pertama Festival Yaa Qowiyyu. Festival Yaa Qowiyyu merupakan ritual penyebaran kue Apem yang dahulu dipelopori oleh penyebar agama Islam di wilayah Jatinom, Klaten yaitu Ki Ageng Gribig.
Sejarah Panjang Yaa Qowiyyu
Ki Ageng Gribig atau kerap disapa Sunan Gribig adalah keturunan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, yang diyakini merupakan Putra dari Prabu Wasi Jolodoro. Menurut catatan dari berbagai sumber, Beliau memang senang berkelana ke tempat-tempat jauh untuk menimba ilmu dan menyebar agama Islam, salah satunya adalah desa Jatinom Klaten.
Festival Yaa Qowiyyu berawal saat Ki Ageng Gribig pulang dari menunaikan ibadah Haji dari Tanah Suci Mekkah dengan membawa oleh-oleh kue untuk dibagikan kepada murid-muridnya di Jatinom. Namun, karena jumlah muridnya sangat banyak, kue yang Beliau bawa tidak mencukupi. Akhirnya, Beliau membuat kue dari bahan tepung beras, yang kemudian disebut dengan kue Apem. Kabarnya, nama "Apem" itu berasal dari bahasa Arab yaitu "Affan" yang berarti ampunan.
Sebelum membagikan Kue tersebut, Ki Ageng membacakan doa "yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin",yang intinya merupakan doa memohon kekuatan untuk kaum muslimin. Dari doa itulah, nama Festival Apem diambil, yaitu Yaa Qowiyyu.
Acara inti Yaa Qowiyyuselalu dipusatkan di Masjid Besar Jatinom Klaten, yang berada satu komplek dengan makam Ki Ageng Gribig. Namun, berbagai sumber juga meyakini bahwa makam Ki Ageng Gribig juga berada di Malang. Beberapa sumber lain mengatakan bukti-bukti kuat yang meyakini bahwa makam Ki Ageng Gribig berada di Jatinom Klaten ini. Tapi Entahlah, sejarah biasanya multi versi.
Agama dan Budaya Membaur Dalam Yaa Qowiyyu
Festival Yaa Qowiyyu juga dikenal dengan nama Saparan, karena festival tahunan ini selalu dilaksanakan pada bulan Sapar, bulan kedua penanggalan Jawa. Meskipun penyelenggaraanya di desa Jatinom, namun pelaksanaannya dikelola oleh pemerintah daerah, sebab Yaa Qowiyyu merupakan sejarah besar bagi umat Islam di Klaten, yang harus selalu dilestarikan.
Di banyak daerah, khususnya pulau Jawa, penyebaran agama Islam memang kerap melalui sisi seni dan budaya lokal. Yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang diperingati setiap tahunnya, seperti Yaa Qowiyyu ini.
Tak jarang ditemui perdebatan antara Agama dan Budaya lokal, yang sebenarnya tak perlu. Sebab, semuanya kembali pada kepercayaan masing-masing. Pada event Yaa Qowiyyu ini, Agama dan budaya lokal tampak harmonis. Ketika adat lokal Jawa (mulai dari pakaian, seni pertunjukan hingga makanan) berkolaborasi memeriahkan prosesi simbolis memohon ampunan dan kekuatan dari Alloh SWT melalui Festival Yaa Qowiyyu. Sungguh kolaborasi yang sangat indah dipandang.
Yaa Qowiyyu Wujud Gotong Royong Masyarakat Jatinom dan Sekitarnya
Setiap tahun, sekitar 4 - 6 ton apem dibagikan kepada masyarakat. Apem dalam jumlah besar itu merupakan sumbangan warga sekitar, yang diserahkan kepada panitia Festival Yaa Qowiyyu. Di sinilah wujud gotong royong warga sekitar untuk melestarikan sejarah agama dan budaya.
Selain itu, pemberian Apem oleh masyarakat ini dimaknai sebagai salah satu wujud rasa syukur atas rezeki yang meraka terima. Bersyukur dengan cara berbagi pada sesama. Sebagian Apem dari masyarakat disusun dalam 2 gunungan Apem yang diarak keliling desa, sisanya disimpan untuk dibagikan pada hari Jumat (3/11/2017).
Prosesi Arak-Arakan Gunungan Apem Yaa Qowiyyu
Pada arak-arakan Apem Yaa Qowiyyu tahun ini, dua Gunungan Apem pertama kali diletakkan di rumah Bapak H Subakdi Susilo Widagdo, salah satu tokoh masyarakat Desa Jatinom Klaten. Sebelum kedua gunungan Apem tersebut diarak, terlebih dahulu dipertontonkan kesenian Reog Ponorogo yang dilakoni oleh warga sekitar. Lantunan alat musik Jawa plus suara Pecut lakon Reog, menambah semangat warga sekitar untuk berjalan mengarak gunungan Apem.
Setelah sekitar 30 menit atraksi Reog Ponorogo, tim pembawa gunungan Apem pun bersiap. Oh iya, anggota tim yang membawa gunungan apem tidak sembarang, harus orang yang memiliki garis keturunan dengan pembawa gunungan tahun-tahun sebelumnya. Kabarnya, Mereka masih trah Ki Ageng Gribig. Kedua gunungan Apem dibawa menuju Kantor Kecamatan Jatinom. Selama perjalanan, gunungan Apem dikawal dan diamankan oleh organisasi masyarakat, salah satunya adalah Sedulur Klaten Bersinar (SKB) yang dipercaya menjadi pengaman "Ring 1". Sedulur Klaten Bersinar (SKB) merupakan organisasi sosial masyarakat Klaten yang fokus membantu masyarakat Klaten yang membutuhkan, mulai dari bantuan tenaga, donasi SEMBAKO hingga bedah rumah. Semua dilakukan secara sukarela.
Pengamanan itu penting untuk memastikan bahwa jumlah Apem di gunungan tetap utuh, belum boleh diambil masyarakat yang telah antri menonton di pinggir jalur arak-arakan gunungan Apem. Di bagian belakang iring-iringan guungan Apem, pengamanan diserahkan pada pasukan Reog Ponorogo.
Sesampainya di Kantor Kecamatan Jatinom, Gunungan Apem sudah ditunggu oleh berbagai pejabat daerah, perwakilan TNI/Polri dan tokoh masyarakat. Sebelum prosesi serah terima gunungan Apem ke pajabat daerah, terlebih dahulu dipertontonkan seni beladiri dari perguruan silat setempat. Mulai dari pertunjukan ilmu kanuragan, hingga ilmu kebatinan.
Setelah prosesi serah terima di tingkat Kecamatan, kemudian arak-arakan dipimpin oleh Ki Guntur Geni untuk menuju Masjid Alit (Masjid Kecil) Jatinom. Pada jalur tersebut, iring-iringan gunungan semakin ramai dengan kehadiran Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Purna Klaten pada baris depan dan dikawal berbagai organisasi masyarakat Klaten lainnya.
Selama perjalanan menuju Masjid Alit, tim pengamanan dari TNI/Polri tampak sigap membuka jalan yang telah dipadati masyarakat yang antusias untuk melihat dan mengabadikan momen tahunan ini. Anggota komunitas Sedulur Klaten Bersinar (SKB) pun semakin merapatkan barisan untuk tetap menjaga keutuhan gunungan Apem.
Serah Terima Gunungan Apem Di Masjid Alit Jatinom | Foto dok. pribadi
Setelah beberapa saat diletakkan di halaman Masjid Alit dan melalui prosesi serah terima, kedua gunungan Apem tersebut kembali di arak menuju lokasi tujuan terakhir yaitu Masjid Besar Jatinom. Di Halaman Masjid Besar, gunungan apem diterima oleh tokoh agama Jatinom. Selanjutnya, kedua gunungan diinapkan di salah satu pendopo samping Masjid Besar, untuk dibagikan keesokan harinya.
Pembagian Apem Yaa Wowiyyu
Inilah acara puncak dari Yaa Qowiyyu, yaitu membagikan ribuan kue Apem pada masyarakat. Kabarnya, tahun ini kue Apem yang dibagikan mencapai 5 ton. Pembagian tersebut dilaksanakan di sebuah lapangan di kompleks pemakanan Ki Ageng Gribig. Karena pentingnya puncak acara Yaa Qowiyyu ini, Menteri Perindustrian Erlangga Hartarto "turun gunung" ke Jatinom untuk menyaksikan prosesi sebaran Apem. Pun begitu dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang turut hadir memeriahkan acara, menemani Plt. Bupati Klaten, Sri Mulyani.
Sempat berbincang dengan masyarakat sekitar mengenai antusiasme mereka menyambut dan melaksanakan festival Yaa Qowiyyu. Sebagian besar menyatakan bahwa acara ini bukan sekedar untuk mengingat sejarah atau berebut apem, tetapi lebih ke semangat kebersamaan dan kerukunan. Bersama sama menyiapkan acara, membuat dan berbagi Apem. Bahkan, berebut Apem saat puncak acara sebaran pun tetap rukun. Itulah esensi dari Festival Gunungan Apem Yaa Qowiyyu.
Semoga Kita selalu bisa mengambil dan meresapi setiap nilai positif dari berbagai aktifitas kehidupan. Aamiin.
(kompasiana)
Kamis (2/11/2017), cuaca Klaten cerah bersinar, sesuai dengan harapan masyarakat Desa Jatinom khususnya. Sebab, hari itu adalah hari pertama Festival Yaa Qowiyyu. Festival Yaa Qowiyyu merupakan ritual penyebaran kue Apem yang dahulu dipelopori oleh penyebar agama Islam di wilayah Jatinom, Klaten yaitu Ki Ageng Gribig.
Gunungan Apem Yaa Qowiyyu | foto dok. Yosep Efendi
Sejarah Panjang Yaa Qowiyyu
Ki Ageng Gribig atau kerap disapa Sunan Gribig adalah keturunan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, yang diyakini merupakan Putra dari Prabu Wasi Jolodoro. Menurut catatan dari berbagai sumber, Beliau memang senang berkelana ke tempat-tempat jauh untuk menimba ilmu dan menyebar agama Islam, salah satunya adalah desa Jatinom Klaten.
Festival Yaa Qowiyyu berawal saat Ki Ageng Gribig pulang dari menunaikan ibadah Haji dari Tanah Suci Mekkah dengan membawa oleh-oleh kue untuk dibagikan kepada murid-muridnya di Jatinom. Namun, karena jumlah muridnya sangat banyak, kue yang Beliau bawa tidak mencukupi. Akhirnya, Beliau membuat kue dari bahan tepung beras, yang kemudian disebut dengan kue Apem. Kabarnya, nama "Apem" itu berasal dari bahasa Arab yaitu "Affan" yang berarti ampunan.
Sebelum membagikan Kue tersebut, Ki Ageng membacakan doa "yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin",yang intinya merupakan doa memohon kekuatan untuk kaum muslimin. Dari doa itulah, nama Festival Apem diambil, yaitu Yaa Qowiyyu.
Acara inti Yaa Qowiyyuselalu dipusatkan di Masjid Besar Jatinom Klaten, yang berada satu komplek dengan makam Ki Ageng Gribig. Namun, berbagai sumber juga meyakini bahwa makam Ki Ageng Gribig juga berada di Malang. Beberapa sumber lain mengatakan bukti-bukti kuat yang meyakini bahwa makam Ki Ageng Gribig berada di Jatinom Klaten ini. Tapi Entahlah, sejarah biasanya multi versi.
Agama dan Budaya Membaur Dalam Yaa Qowiyyu
Festival Yaa Qowiyyu juga dikenal dengan nama Saparan, karena festival tahunan ini selalu dilaksanakan pada bulan Sapar, bulan kedua penanggalan Jawa. Meskipun penyelenggaraanya di desa Jatinom, namun pelaksanaannya dikelola oleh pemerintah daerah, sebab Yaa Qowiyyu merupakan sejarah besar bagi umat Islam di Klaten, yang harus selalu dilestarikan.
Di banyak daerah, khususnya pulau Jawa, penyebaran agama Islam memang kerap melalui sisi seni dan budaya lokal. Yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang diperingati setiap tahunnya, seperti Yaa Qowiyyu ini.
Tak jarang ditemui perdebatan antara Agama dan Budaya lokal, yang sebenarnya tak perlu. Sebab, semuanya kembali pada kepercayaan masing-masing. Pada event Yaa Qowiyyu ini, Agama dan budaya lokal tampak harmonis. Ketika adat lokal Jawa (mulai dari pakaian, seni pertunjukan hingga makanan) berkolaborasi memeriahkan prosesi simbolis memohon ampunan dan kekuatan dari Alloh SWT melalui Festival Yaa Qowiyyu. Sungguh kolaborasi yang sangat indah dipandang.
Yaa Qowiyyu Wujud Gotong Royong Masyarakat Jatinom dan Sekitarnya
Setiap tahun, sekitar 4 - 6 ton apem dibagikan kepada masyarakat. Apem dalam jumlah besar itu merupakan sumbangan warga sekitar, yang diserahkan kepada panitia Festival Yaa Qowiyyu. Di sinilah wujud gotong royong warga sekitar untuk melestarikan sejarah agama dan budaya.
Selain itu, pemberian Apem oleh masyarakat ini dimaknai sebagai salah satu wujud rasa syukur atas rezeki yang meraka terima. Bersyukur dengan cara berbagi pada sesama. Sebagian Apem dari masyarakat disusun dalam 2 gunungan Apem yang diarak keliling desa, sisanya disimpan untuk dibagikan pada hari Jumat (3/11/2017).
Prosesi Arak-Arakan Gunungan Apem Yaa Qowiyyu
Pada arak-arakan Apem Yaa Qowiyyu tahun ini, dua Gunungan Apem pertama kali diletakkan di rumah Bapak H Subakdi Susilo Widagdo, salah satu tokoh masyarakat Desa Jatinom Klaten. Sebelum kedua gunungan Apem tersebut diarak, terlebih dahulu dipertontonkan kesenian Reog Ponorogo yang dilakoni oleh warga sekitar. Lantunan alat musik Jawa plus suara Pecut lakon Reog, menambah semangat warga sekitar untuk berjalan mengarak gunungan Apem.
Gunungan Apem | Foto dok. Yosep Efendi
Setelah sekitar 30 menit atraksi Reog Ponorogo, tim pembawa gunungan Apem pun bersiap. Oh iya, anggota tim yang membawa gunungan apem tidak sembarang, harus orang yang memiliki garis keturunan dengan pembawa gunungan tahun-tahun sebelumnya. Kabarnya, Mereka masih trah Ki Ageng Gribig. Kedua gunungan Apem dibawa menuju Kantor Kecamatan Jatinom. Selama perjalanan, gunungan Apem dikawal dan diamankan oleh organisasi masyarakat, salah satunya adalah Sedulur Klaten Bersinar (SKB) yang dipercaya menjadi pengaman "Ring 1". Sedulur Klaten Bersinar (SKB) merupakan organisasi sosial masyarakat Klaten yang fokus membantu masyarakat Klaten yang membutuhkan, mulai dari bantuan tenaga, donasi SEMBAKO hingga bedah rumah. Semua dilakukan secara sukarela.
Pengamanan itu penting untuk memastikan bahwa jumlah Apem di gunungan tetap utuh, belum boleh diambil masyarakat yang telah antri menonton di pinggir jalur arak-arakan gunungan Apem. Di bagian belakang iring-iringan guungan Apem, pengamanan diserahkan pada pasukan Reog Ponorogo.
Sesampainya di Kantor Kecamatan Jatinom, Gunungan Apem sudah ditunggu oleh berbagai pejabat daerah, perwakilan TNI/Polri dan tokoh masyarakat. Sebelum prosesi serah terima gunungan Apem ke pajabat daerah, terlebih dahulu dipertontonkan seni beladiri dari perguruan silat setempat. Mulai dari pertunjukan ilmu kanuragan, hingga ilmu kebatinan.
Setelah prosesi serah terima di tingkat Kecamatan, kemudian arak-arakan dipimpin oleh Ki Guntur Geni untuk menuju Masjid Alit (Masjid Kecil) Jatinom. Pada jalur tersebut, iring-iringan gunungan semakin ramai dengan kehadiran Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Purna Klaten pada baris depan dan dikawal berbagai organisasi masyarakat Klaten lainnya.
Selama perjalanan menuju Masjid Alit, tim pengamanan dari TNI/Polri tampak sigap membuka jalan yang telah dipadati masyarakat yang antusias untuk melihat dan mengabadikan momen tahunan ini. Anggota komunitas Sedulur Klaten Bersinar (SKB) pun semakin merapatkan barisan untuk tetap menjaga keutuhan gunungan Apem.
Gunungan Apem dikawal oleh Komunitas SKB | Foto dok. Yosep Efendi
Serah Terima Gunungan Apem Di Masjid Alit Jatinom | Foto dok. pribadi
Setelah beberapa saat diletakkan di halaman Masjid Alit dan melalui prosesi serah terima, kedua gunungan Apem tersebut kembali di arak menuju lokasi tujuan terakhir yaitu Masjid Besar Jatinom. Di Halaman Masjid Besar, gunungan apem diterima oleh tokoh agama Jatinom. Selanjutnya, kedua gunungan diinapkan di salah satu pendopo samping Masjid Besar, untuk dibagikan keesokan harinya.
Gunungan Apem Tiba di Masjid Besar Jatinom | Foto dok. Yosep Efendi
Pembagian Apem Yaa Wowiyyu
Inilah acara puncak dari Yaa Qowiyyu, yaitu membagikan ribuan kue Apem pada masyarakat. Kabarnya, tahun ini kue Apem yang dibagikan mencapai 5 ton. Pembagian tersebut dilaksanakan di sebuah lapangan di kompleks pemakanan Ki Ageng Gribig. Karena pentingnya puncak acara Yaa Qowiyyu ini, Menteri Perindustrian Erlangga Hartarto "turun gunung" ke Jatinom untuk menyaksikan prosesi sebaran Apem. Pun begitu dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang turut hadir memeriahkan acara, menemani Plt. Bupati Klaten, Sri Mulyani.
Sempat berbincang dengan masyarakat sekitar mengenai antusiasme mereka menyambut dan melaksanakan festival Yaa Qowiyyu. Sebagian besar menyatakan bahwa acara ini bukan sekedar untuk mengingat sejarah atau berebut apem, tetapi lebih ke semangat kebersamaan dan kerukunan. Bersama sama menyiapkan acara, membuat dan berbagi Apem. Bahkan, berebut Apem saat puncak acara sebaran pun tetap rukun. Itulah esensi dari Festival Gunungan Apem Yaa Qowiyyu.
Semoga Kita selalu bisa mengambil dan meresapi setiap nilai positif dari berbagai aktifitas kehidupan. Aamiin.
(kompasiana)
Festival Ya Qowiyyu, Sejarah Panjang Kolaborasi Agama dan Budaya Lokal
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
November 04, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE