Oleh: Muhammad Ishom*
Tawadhu’ atau rendah hati merupakan salah satu sikap terpuji sebab itu merupakan akhlak orang mukmin sejati. Seseorang yang bersikap sebaliknya–takabur–sangat dibenci oleh Allah SWT. Orang takabur diancam tidak akan masuk surga sampai ia bertobat dan tidak lagi menjadi orang takabur. Al-allâmah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya, Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (hal. 148-149), menjelaskan tanda-tanda orang tawadhu’ sebagai berikut:
ﻓﻤﻦ ﺃﻣﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺘﻮﺍﺿﻊ ﺣﺐُّ ﺍﻟﺨﻤﻮﻝ ﻭﻛﺮﺍﻫﻴﺔ ﺍﻟﺸﻬﺮﺓ ﻭﻗﺒﻮﻝ ﺍﻟﺤﻖ ﻣﻤﻦ ﺟﺎﺀ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺷﺮﻳﻒ ﺃﻭ ﻭﺿﻴﻊ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻣﺤﺒﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﻣﺨﺎﻟﻄﺘﻬﻢ ﻭﻣﺠﺎﻟﺴﺘﻬﻢ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻛﻤﺎﻝ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺤﻘﻮﻕ ﺍﻹﺧﻮﺍﻥ ﺣﺴﺐ ﺍﻹﻣﻜﺎﻥ ﻣﻊ ﺷﻜﺮ ﻣﻦ ﻗﺎﻡ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺤﻘﻪ ﻭﻋﺬﺭﻣﻦ ﻗﺼَّﺮ .
“Tanda-tanda orang tawadhu’, antara lain, adalah lebih senang tidak dikenal dari pada menjadi orang terkenal; bersedia menerima kebenaran dari siapapun asalnya baik dari kalangan orang terpandang maupun dari kalangan orang yang rendah kedudukannya; mencintai fakir miskin dan tidak segan-segan duduk bersama mereka; bersedia mengurusi dan menuanikan kepentingan orang lain dengan sebaik mungkin; berterima kasih kepada orang-orang yang telah menunaikan hak yang dibebankan atas mereka, sementara memaafkan mereka yang melalaikannya.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan bahwa tanda-tanda orang tawadhu’ adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak suka atau tidak berambisi menjadi orang terkenal. Orang seperti ini menghindari penonjolan diri atau mencari muka demi meraih popularitas. Artinya orang tawadhu’ sekaligus adalah orang yang ikhlas bekerja tanpa pamrih mendapatkan kemasyhuran di tengah-tengah masyarakat, apalagi mencari pujian.
Kedua, menjunjung tinggi kebenaran dan bersedia menerimanya tanpa memandang hal-hal duniawi, seperti status sosial, dari orang yang menyatakannya. Hal ini sejalan dengan nasihat Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berbunyi, “La tanzhur ilâ man qâla, wandhur ilâ ma qâla (Jangan melihat siapa yang mengatakan, lihatlah apa yang dikatakannya)." Jadi orang tawadhu’ sekaligus adalah orang yang sportif atau jujur.
Ketiga, tidak segan-segan untuk bergaul dengan fakir miskin, dan bahkan secara tulus mencintai mereka. Hal ini persis seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW sebagaimana dikisahkan dalam kitab Maulid Al-Barzanji, karya Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, sebagai berikut: “Wakâna shallallâhu alaihi wassalam syadidal haya’i wattwadhu’i.... yuhibbul fuqarâ’a wal masâkina wayajlisu ma’ahum .” (Rasulullah SAW adalah pribadi yang sangat pemalu dan amat tawadhu’... beliau mencintai fakir miskin dan tidak segan-segan bergaul dengan duduk bersama mereka.)
Keempat, ringan tangan dalam membantu orang-orang yang memerlukan bantuan sehingga bersedia bertindak atas nama mereka. Ia tidak merasa turun derajat jika yang ia bantu ternyata dari kalangan yang lebih rendah atau orang-orang biasa. Dengan kata lain orang tawadhu’ tidak suka bersikap diskriminatif sehingga hanya bersedia membantu orang-orang yang sederajat atau lebih tinggi saja.
Kelima, tidak merasa berat untuk mengucapkan terima kasih kepada siapa saja yang telah membantu menunaikan kewajibannya, karena suatu alasan, tanpa memandang status sosialnya. Ketika ternyata ada yang lalai dalam membatu, ia tidak keberatan untuk memaafkannya.
Dengan kata lain orang tawadhu’ tentu berterima kasih atas kebaikan orang lain dan tidak keberatan untuk memaafkan mereka yang telah berbuat salah.
Kelima tanda tawadhu’ sebagaimana ditunjukkan oleh Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad di atas tentu saja bersifat terbuka, dalam arti tanda-tandanya tidak hanya sebatas itu. Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca dalam kitab Maulid Al-Barzanji, halaman 123, sebagai kelanjutan atau kelengkapan dari apa yang telah diuraikan sedikit tentang contoh-contoh kerendahan hati (tawadhu’) Rasulullah SAW pada poin ketiga di atas. (NU Online)
*Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tawadhu’ atau rendah hati merupakan salah satu sikap terpuji sebab itu merupakan akhlak orang mukmin sejati. Seseorang yang bersikap sebaliknya–takabur–sangat dibenci oleh Allah SWT. Orang takabur diancam tidak akan masuk surga sampai ia bertobat dan tidak lagi menjadi orang takabur. Al-allâmah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya, Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (hal. 148-149), menjelaskan tanda-tanda orang tawadhu’ sebagai berikut:
"Termasuk menentang takdir adalah manakala seseorang menjelekkan saudaranya dengan perkara (catat) yang di luar kehendaknya" (Imam Abdullah Al Haddad)
ﻓﻤﻦ ﺃﻣﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺘﻮﺍﺿﻊ ﺣﺐُّ ﺍﻟﺨﻤﻮﻝ ﻭﻛﺮﺍﻫﻴﺔ ﺍﻟﺸﻬﺮﺓ ﻭﻗﺒﻮﻝ ﺍﻟﺤﻖ ﻣﻤﻦ ﺟﺎﺀ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺷﺮﻳﻒ ﺃﻭ ﻭﺿﻴﻊ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻣﺤﺒﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﻣﺨﺎﻟﻄﺘﻬﻢ ﻭﻣﺠﺎﻟﺴﺘﻬﻢ . ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻛﻤﺎﻝ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺤﻘﻮﻕ ﺍﻹﺧﻮﺍﻥ ﺣﺴﺐ ﺍﻹﻣﻜﺎﻥ ﻣﻊ ﺷﻜﺮ ﻣﻦ ﻗﺎﻡ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺤﻘﻪ ﻭﻋﺬﺭﻣﻦ ﻗﺼَّﺮ .
“Tanda-tanda orang tawadhu’, antara lain, adalah lebih senang tidak dikenal dari pada menjadi orang terkenal; bersedia menerima kebenaran dari siapapun asalnya baik dari kalangan orang terpandang maupun dari kalangan orang yang rendah kedudukannya; mencintai fakir miskin dan tidak segan-segan duduk bersama mereka; bersedia mengurusi dan menuanikan kepentingan orang lain dengan sebaik mungkin; berterima kasih kepada orang-orang yang telah menunaikan hak yang dibebankan atas mereka, sementara memaafkan mereka yang melalaikannya.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan bahwa tanda-tanda orang tawadhu’ adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak suka atau tidak berambisi menjadi orang terkenal. Orang seperti ini menghindari penonjolan diri atau mencari muka demi meraih popularitas. Artinya orang tawadhu’ sekaligus adalah orang yang ikhlas bekerja tanpa pamrih mendapatkan kemasyhuran di tengah-tengah masyarakat, apalagi mencari pujian.
Kedua, menjunjung tinggi kebenaran dan bersedia menerimanya tanpa memandang hal-hal duniawi, seperti status sosial, dari orang yang menyatakannya. Hal ini sejalan dengan nasihat Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berbunyi, “La tanzhur ilâ man qâla, wandhur ilâ ma qâla (Jangan melihat siapa yang mengatakan, lihatlah apa yang dikatakannya)." Jadi orang tawadhu’ sekaligus adalah orang yang sportif atau jujur.
Ketiga, tidak segan-segan untuk bergaul dengan fakir miskin, dan bahkan secara tulus mencintai mereka. Hal ini persis seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW sebagaimana dikisahkan dalam kitab Maulid Al-Barzanji, karya Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, sebagai berikut: “Wakâna shallallâhu alaihi wassalam syadidal haya’i wattwadhu’i.... yuhibbul fuqarâ’a wal masâkina wayajlisu ma’ahum .” (Rasulullah SAW adalah pribadi yang sangat pemalu dan amat tawadhu’... beliau mencintai fakir miskin dan tidak segan-segan bergaul dengan duduk bersama mereka.)
Keempat, ringan tangan dalam membantu orang-orang yang memerlukan bantuan sehingga bersedia bertindak atas nama mereka. Ia tidak merasa turun derajat jika yang ia bantu ternyata dari kalangan yang lebih rendah atau orang-orang biasa. Dengan kata lain orang tawadhu’ tidak suka bersikap diskriminatif sehingga hanya bersedia membantu orang-orang yang sederajat atau lebih tinggi saja.
Kelima, tidak merasa berat untuk mengucapkan terima kasih kepada siapa saja yang telah membantu menunaikan kewajibannya, karena suatu alasan, tanpa memandang status sosialnya. Ketika ternyata ada yang lalai dalam membatu, ia tidak keberatan untuk memaafkannya.
Dengan kata lain orang tawadhu’ tentu berterima kasih atas kebaikan orang lain dan tidak keberatan untuk memaafkan mereka yang telah berbuat salah.
Kelima tanda tawadhu’ sebagaimana ditunjukkan oleh Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad di atas tentu saja bersifat terbuka, dalam arti tanda-tandanya tidak hanya sebatas itu. Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca dalam kitab Maulid Al-Barzanji, halaman 123, sebagai kelanjutan atau kelengkapan dari apa yang telah diuraikan sedikit tentang contoh-contoh kerendahan hati (tawadhu’) Rasulullah SAW pada poin ketiga di atas. (NU Online)
*Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Kalam Sayyid Abdullah Al - Haddad, Lima Tanda Sifat Tawadhu'
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
November 07, 2017
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE