Sidebar Ads

banner image

NU Garis Lurus Dan Kesombongan Kultural

Oleh: Semar Bodronoyo


"Hanya satu yang aku tahu, bahwa aku tidak tahu apa-apa" (Socrates)

Apa makna dari kalimat diatas? Tak lain dan tak bukan, itulah wujud sikap rendah hati. Meski dia orang yang tahu, tapi merasa tidak perlu menganggap dirinya paling tahu.



Tidak pernah ada orang yang lurus mengklaim dirinya paling lurus, seraya menuduh orang lain tidak lurus dan berada di jalan kebathilan.

Jika ada yang seperti itu, maka sudah cukup menjadi alasan bahwa orang tersebut bukan orang yang lurus.

Jika ada orang merasa ber-NU (di) Garis Lurus (NUGL), maka secara implisit ia telah menuduh bahwa diluar dirinya adalah tidak lurus.

Seraya berkhutbah bahwa ia pengikut NU Mbah Hasyim Asy'ari, dan bukan pengikut NU Gus Dur, apalagi NU Kiai Said Aqil, maka sejatinya ia telah merobohkan tiang NU, seperti sekumpulan rayap yang terus menggerogoti tiang-tiang rumah.

NU didirikan atas istikharah syaikhona Kiai Kholil Bangkalan, melalui ijtihad Hadrayus Sheikh Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syamsuri, lalu bagaimana mungkin orang orang atau sekelompok yang mengaku mencintai NU, tapi tindakannya justru membuat sekat dan memecah belah NU? Tidak ada orang yang lebih sombong dari orang yang mengklaim dirinya paling lurus.

Sudah seberapa besarkah khidmad pengabdian yang kau berikan untuk NU? Sudah seberapa banyakkah harta, tenaga dan pikiran yang kau berikan untuk mengurus lembaga-lembaga Maarif, masjid-masjid, dan pengajian di lingkungan warga NU? Sudah sejauh manakah kontribusi yang kau sumbangkan untuk membangun dan merawat warga NU?
Jika semua yang kau berikan hanyalah sebesar ujung kuku, maka tak usah merasa menjadi pihak paling penting dan paling bertanggung jawab atas keberlangsungan NU.

Jika kau tidak sependapat pola kepemimpinan Kiai Said, bukankah telah disediakan mekanisme paling elegan untuk mengungkapkan ketidaksepahaman tersebut?

Muktamar adalah mekanisme legal dan bermartabat yang telah menjadi konsensus organisasi. Atau setidak-tidaknya, dapat pula ditempuh Muktamar Luar Biasa untuk "mengadili" atau bahkan "melengserkan" kepemimpinan yang sah.

Jika kau merasa tidak mampu, dan pasti tidak akan pernah mampu, maka sadarilah, bahwa kau memang "bukan apa-apa" dan "bukan siapa-siapa" di dalam NU.

Jika kau merasa sudah tidak nyaman dengan  pola konsensus organisasi, maka lebih baik keluar dari NU dan dirikanlah organisasi baru tanpa harus membawa embel-embel nama NU. Perjuangkan lah "garis lurus" yang kau yakini lurus itu. Di sana, kau bebas berjihad, berjuang, dan mengabdi, tanpa ada pihak lain yanh menghadangnya.

Buktikan..! Buktikan bahwa kau bukan sekedar "anak bawang", bukan sekedar "besar pasak daripada tiang".

Puluhan juta warga Nahdliyyin yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, mereka menaruh harapan besar atas kepemimpinan Kiai Said, agar NU terus maju, berkembang pesat, dan bisa melebarkan sayap kiprahnya lebih luas, bukan hanya di level nasional, tapi juga di dunia internasional.

Maka, jalan yang kau anggap lurus itu, sejatinya adalah jalan bengkok. Baginda Nabi SAW dalam Sahih Muslim bersabda, "Barangsiapa memecah belah jamaah lalu dia mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah".

Sadarilah, NUGL adalah sebuah kesombongan kultural, karena boleh jadi, kau adalah "raja" kecil di lingkungan struktur sosial dan kultural komunitas tempat kau berpijak.
Tapi NUGL, kini telah dimanfaatkan oleh simpatisan Wahabi, aktivis HTI, untuk mengail di air keruh. Mereka secara terstruktur dan massif terus menyerang NU, mendelegitimasi kepemimpinan yang sah, sembari mengklaim sebagai pengikut barisan NUGL.

Dinamika pemikiran di NU itu memang tidak homogen. Ada yang cenderung konservatif, yang umumnya berlatar belakang pesantren dan pendidikan Timur Tengah. Tapi ada juga yang dinamis-progresif. Mereka adalah berlatar belakang pendidikan pesantren, lalu bersentuhan dengan pendidikan modern.

Maka, terjadilah sintesa pemikiran khazanah Islam klasik bertemu dengan filsafat kritis dan teori sosial modern.
Karena itu, dinamika pemikiran itu harus dilihat sebagai nilai lebih, yang dapat memperkaya perkembangan khazanah pemikiran di didalam NU.
Jadi, stop NUGL. Belajarlah untuk menjam'iyyah.

Wallahu A'lam..



"Mereka yang tidak suka NU melakukan berbagai cara untuk mengajak umat Islam agar semakin membenci NU. Padahal negara Muslim di seluruh dunia saat ini banyak yang belajar kepada Nahdlatul Ulama (NU) tentang bagaimana membina dan mengelola Islam yang damai, ramah, dan santun. Banyak orang mengaku-ngaku sebagai NU Garis Lurus, NU Garis Suci, atau pecinta NU yang justru menghancurkan NU dengan membuat opini-opini yang menebar kebencian dan memunculkan perpecahan. Tragisnya bahkan orang NU sendiri yang notabene punya pengaruh besar di mata publik ikut terhanyut dalam hasutan dan hinaan oleh mereka para pembenci NU. Tidak dipungkiri gagasan “ISLAM NUSANTARA” bisa menjadi MAGNET BESAR dalam membangun besarnya kekuatan ISLAM di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan oleh media-media pembenci NU dijadikan LAHAN untuk menghancurkan NU dari dalam seolah-olah NU telah diboncengi oleh Liberal, Syiah, dan Wahabi". [HABIB MUHAMMAD LUTHFI] (Rais Aam Jam'iyah ahlith thariqah mu'tabaroh an-nahdliyah)
NU Garis Lurus Dan Kesombongan Kultural NU Garis Lurus Dan Kesombongan Kultural Reviewed by Erhaje88 Blog on January 25, 2018 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.