Sidebar Ads

banner image

Rawatlah, Yang Merusak NU Akan Hancur

Oleh: Hosaini Ahmad

Di pagi hari (30/11/2017) saya duduk di kursi sambil membuka file, di situ ada rekaman kiaiku KHR. As'ad Syamsul Arifin, pendiri Pondok
Pesantren Sukorejo yang kalau di NU beliau dikenal sebagai mediator berdirinya Jam'iyah Nahdhatul Ulama', Walaupun saya kurang sepakat beliau dijuluki mediator. Mediator biasanya digunakan untuk mendamaikan dua atau lebih orang dalam berkonflik. Akan tetapi, melihat dari berbagai cerita dan dari rekaman di bawah ini, kata mediator bagi saya kurang tepat digunakan karena beliau diberikan mandat atau perintah dari gurunya Syaikhona Kholil Bangkalan untuk mengantarkan tongkat dan tasbih kepada KH. Hasyim As'ari. Beliau sebagai wasilah, utusan, penyambung, penghubung tali keinginan antara Kiai Kholil dan Kiai Hasyim.



Dari cerita Kiai As'ad, NU didirikan karena berangkat dari kegelisahan ulama nusantara tentang maraknya aqidah dan pemikiran yang seolah-olah ingin mengesampingkan hujjah para ulama dalam memutuskan suatu perkara dan menafikan peran ulama dalam menyebarkan serta memperluas Islam di nusantara. Mereka juga dikhawatirkan meninggalkan kebijaksanaan ulama-ulama salaf beserta kitab-kitabnya.

Disamping itu juga, kelompok tersebut dilindungi oleh penguasa hindia belanda. Maraknya slogan untuk kembali ke Alquran dan hadits membuat resah para ulama pada waktu itu, sehingga mereka para ulama yang berjumlah 66 orang dari seluruh Indonesia bermaksud menghadap Kyai Kholil untuk menyampaikan kegelisahan tersebut. Namun karena Kiai Kholil mempunyai pengaruh dan kharisma yang tinggi membuat para ulama tidak berani mengutarakannya secara langsung. Mereka minta bantuan Kiai Muntaha, menantunya untuk menyampaikan ke Kiai Kholil. Sebelum menghadap, Kyai Kholil sudah memberikan jawabannya melalui santrinya (Kiai Nasib) dengan ayat Al-quran dan menjadi puaslah mereka yang ingin menghadap.

Begitulah ulama dulu seperti Syaikhona Kholil dalam memberikan jawaban kepada siapa pun yang ingin menghadap kepadanya. Sebelum maksud diutarakan, jawaban sudah didapat duluan. Jawaban yang diberikan pun langsung melalui ayat Al-quran. Begitu tingginya ilmu ulama dulu yang tidak hanya cerdas secara akal tapi lebih cerdas secara batin. Perpaduan atau integrasi kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Hal ini lah yang susah kita temukan pada ulama jaman now.

Setelah mendapat kepastian jawaban dari Kiai Kholil saat akan menghadap kepadanya, ulama (di) Jawa mengadakan pertemuan kembali untuk menentukan langkah selanjutnya. Apakah ingin mendirikan kumpulan atau organisasi baru atau berafiliasi dengan organisasi yang sudah ada. Ada pendapat yang penting pada waktu itu dengan merujuk sejarahnya Sunan Ampel. Dengan mengawali bahasa kalau tidak salah Sunan Ampel pernah menulis bahwa ketika beliau bersama ayahandanya ngaji Alquran di Madinah dan bermimpi ketemu Rasulullah, Rasulullah berpesan agar membawa ajaran Islam Ahlu Sunna Wal Jama'ah ke Indonesia karena di Arab tempatnya Islam dilahirkan sudah tidak mampu lagi menerapkan syariat Ahlu Sunnah Wal Jamaah.

Rupa-rupanya pendapat terakhir di atas dan mungkin setelah dilalui dengan istikharah dan direnungkan serta dari beberapa nasehat dalam beberapa pertemuan yang dilakukan, para ulama tertarik untuk mendirikan organisasi baru yang menaungi aqidah dan ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Entah firasat dari mana, rupanya sinyal keinginan dari ulama itu sudah sampai kepada Kiai Kholil. Itu mungkin bagian dari karomah beliau yang dapat memahami keinginan seseorang sebelum tersampaikan atau bisa jadi pesan dari isyarat Allah yang beliau terima. Wallahu a'lam.

Dipanggillah Kiai As'ad untuk menghadap. Waktu itu Kiai As'ad sedang mengaji Al-quran. Kiai As'ad diberi perintah oleh Kiai Kholil untuk mengantarkan tongkat kepada KH. Hasyim As'ari. Sebagai santri, As'ad tidak bertanya untuk apa gerangan tongkat tersebut. Begitulah adab santri dulu. Melakukan perintah tanpa bertanya apalagi membantah, menerima dengan senang hati tanpa mengeluh, tidak bicara sebeum ditanya, tidak curiga walau terasa pahit, tidak akan menolak walau itu susah. Kiai As'ad pada waktu itu langsung siap dan sigap dalam menerima mandat. Walaupun dalam perjalanan banyak hal yang dialami. Mulai dikatakan sebagai orang gila karna bertongkat di usianya yang muda sampai dikatakan sebagai wali. Itu baginya dianggap sebagai ujian dari guru yang dihormati dan diseganinya.

Ketika sampai di kediaman Kiai Hasyim, beliau menyerahkan tongkat yang membuat Kiai Hasyim kaget sekaligus penasaran. Beliau minta penjelasan ke Kiai As'ad apa yang disampaikan Kiai Kholil padanya. Kyai As'ad menyampaikan seperti yang disampaikan Kiai Kholil dengan ayat Alquran, " Apa itu yang ada di tangan kananmu, wahai Musa? Musa berkata, 'ini adalah tongkatku, aku bertelekan kepadanya, dan aku pukul dedaunan dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan lain terhadapnya. Allah berfirman, ' Lemparkanlah tongkat itu, hai Musa!. lalu dilemparkanlah tongkat itu. Maka tiba-tiba menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman, 'peganglah tongkat itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula." Begitu bunyi surah Thaha ayat 17 - 21 yang dibaca dengan bahasa Arab (Alquran) sesuai dengan apa yang dibaca Kiai Kholil padanya. Seketika itu Kiai Hasyim langsung mengerti bahwa tongkat yang diberikan Kiai Kholil padanya bukanlah tongkat sembarangan. Itu adalah tongkat Nabi Musa yang bukan hanya tongkat yang bermateri kayu semata tapi tongkat yang punya kekuatan dan energi yang luar biasa.

Ketika tongkat dalam genggaman yang diberikan Kiai Kholil melalui Kiai As'ad padanya, semakin mantap dan kokohlah keyakinannya untuk mendirikan Jam'iyyah Ulama. Tongkat itu merupakan simbol restu Kiai Kholil padanya untuk segera mendeklarisikan tekadnya sekaligus sebagai restu kepada beliau menjadi panglima berdirinya Nahdhatul Ulama (NU). Tongkat yang bukan hanya sebatang kayu, tapi tongkat yang dapat membelah lautan, menyelamatkan mereka yang beriman dan menenggelamkan bagi mereka yang ingkar. Tongkat yang dapat merubah bentuk menjadi ular yang sanggup menerkam dan memangsa siluman yang ada depannya. Tentunya dengan seizin Allah pada waktu itu.

Tongkat itu memang mempunyai energi yang luar biasa. Ketika pada waktu Nabi Musa digunakan untuk menandingi dan mengalahkan kekuatan sihir kaum Bani Israil dan melawan kekejaman penguasa Fir'aun. Maka untuk konteks hari ini, mungkin tongkat tersebut bisa digunakan sebagai simbol untuk mematahkan kerangka gerakan sihir materialisme dan kapitalisme yang dapat merobohkan pondasi iman orang Islam. Dapat juga dijadikan sebagai benteng bagi penguasa untuk tidak bertindak sewenang-wenang menindas rakyat menggunakan kekuasaannya (abuse of power). Hal itulah yang mungkin tersirat dari simbol tongkat yang diberikan Kiai Kholil kepada Kiai Hasyim sebagai energi positif bagi perjalanan jam'iyyah Nahdhatul Ulama. Bagi hemat saya ini terbukti sejak mulai lahirnya sampai sekarang, NU cukup disegani baik oleh kawan maupun lawan.

Setelah menerima tongkot itu Kiai Hasyim sangat berterima kasih pada Kiai Kholil atas respon positif yang diberikan padanya untuk keberlangsungan pendirian NU. Beliau membulatkan tekadnya dan menyampaikannya kepada Kiai As'ad untuk dihaturkan pada Kiai Kholil bahwa pendirian Jam'iyatul Ulama pasti jadi. Disampaikan dengan bahasa yang dalam dan suara yang bergemetar menandakan ketulusan beliau sebagai motor gerakan berdirinya NU. Kemudian Kiai As'ad pulang dengan minta restu Kiai Hasyim.

Menjelang beberapa bulan kemudian Kiai Kholil memanggil Kiai As'ad kembali untuk menghadap Kiai Hasyim dengan membawa tasbih. Tasbih sebelum diberikan pada Kiai As'ad, dipatre dulu dengan bacaan "Ya Jabbar dan Ya Qahhar". Itu juga yang ditangkap Kiai As'ad untuk mengamalkannya selama perjalanan. Namun tasbih yang mau diberikan Kiai Kholil padanya diminta untuk dikalungkan dilehernya. Hal tersebut dilakukan oleh Kiai As'ad agar tidak mengotori tasbih dengan tangannya karena bukan haknya. Ia juga beralasan untuk tidak berani (tak cangkolang:madura) pada gurunya.

Situasi yang sama dihadapi Kiai As'ad dalam perjalanan saat membawa mandat tersebut. Ada yang mentertawakannya sebagai orang gila ada yang menyebutnya sebagai wali. Apa pun yang orang katakan padanya tak pernah digubrisnya. Sejak melaksanakan mandat yang pertama sampai yang kedua, beliau selalu berpuasa dalam perjalanan, tidak makan dan tidak minum serta tidak merokok. Itulah kehebatan ulama dulu dalam menjalankan amanah. Tanpa disuruh berpuasa, ia melakukannya dengan suka rela. Tanpa diminta untuk tidak bicara, ia melakukannya dengan suka hati. Inilah potret kehidupan santri pada masa lalu. Begitu teguhnya keyakinan yang ia miliki.

Sesampainya di Jombang dan bertemu Kiai Hasyim, beliau haturkan tasbih sebagai amanah dari gurunya. Ketika Kiai Hasyim bertanya pesan dari Kiai Kholil, beliau menyampaikan sesuai apa yang dibaca gurunya "Ya Jabbar Ya Qahhar". Seketika itu Kiai Hasyim bergetar hatinya dan menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya buat gurunya Kiai Kholil atas kepedulian yang amat besar akan berdirinya Jam'iyyatul Ulama dan juga atas sayangnya Kiai Kholil padanya. Kemudian beliau menyampaikan "Barang siapa yang berani sama Jam'iyyatul Ulama (maksudnya NU) hancur".

Pesan di atas cukup sederhana tapi mengandung makna yang cukup dalam. Kalimat tersebut tidak di dasari oleh berkecamuknya emosi negatif dalam diri Kiai Hasyim, tapi lebih pada nilai historis berdirinya NU yang tidak hanya berdasarkan pertimbangan 'aqliyah semata, juga mengandung unsur spiritualitas dan religious. NU tentunya tidak hadir sebagai pelengkap penderita di atas carut marutnya zaman tapi lebih pada sebagai pelita laksana mengandung mutiara di atas langit.


Tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa mereka yang mengatasnamakan perorangan atau kelompok yang berani menantang dan melawan NU menjadi hancur dan habislah riwayatnya di bumi nusantara ini. NU didirikan berkat jasa ulama dan auliya. Didirikan dengan pertimbangan hasil istikhorah yang bersifat spiritual dan religious, juga melalui puasa dan bertapa. Sehingga tidak heran melihat perkembangan NU saat ini. Walau mengalami pasang surut tapi tetap berjaya. Walau mengalami serangan yang bertubi-tubi dari segala arah, tapi tetap berdiri kokoh sampai sekarang. Walau diserang dari luar dan dalam, tapi tetap tegak tegap dan gagah. Insya Allah perjuangan NU sejalan dengan ridha-Nya. Amin.
Rawatlah, Yang Merusak NU Akan Hancur Rawatlah, Yang Merusak NU Akan Hancur Reviewed by Erhaje88 Blog on February 10, 2018 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.