Oleh Adnan Ganto
Tahun 2018 ini bank syariah di Indonesia genap berumur 26 tahun sejak bank syariah pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat. Bank ini diinisiasi oleh Mejelis Ulama Indonesoa (MUI) bersama Pemerintah Republik Indonesia.
Saat ini, setelah 26 tahun beroperasi, bank syariah bertambah banyak di pasar keuangan. Jumlah bank syariah saat ini tercatat 196 unit, terdiri atas 13 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS), dan 160 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Lahirnya bank syariah telah mendorong sektor industri keuangan syariah lainnya seperti lembaga akademik, rumah sakit, dan komunitas masyarakat yang peduli dengan perkembangan industri keuangan syariah.
Dukungan pemerintah pun makin terlihat nyata mengokohkan eksistensi perbankan syariah, terutama dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Tak hanya itu, pada 2015 pemerintah juga telah mendirikan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Ini menunjukkan pemihakan yang jelas pemerintah terhadap bank syariah. KNKS ini diharapkan menjadi pilar penting tumbuhnya industri keuangan syariah pada masa mendatang.
Era kebangkitan
Kinerja perbankan syariah mulai memasuki tahap kebangkitan setelah mengalami masa perlambatan beberapa tahun sebelumnya. Data dari Otroritas Jasa Keuangan (0JK) menunjukkan bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah pada akhir 2017 terjadi kenaikan sebesar 24,4% menjadi Rp 379,7 triliun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016.
Dalam amatan saya, ada beberapa keunggulan yang dapat dicapai bank syariah, seperti sistem zakat dan dana sosial lainnya. Pengumpulan zakat dan dana sosial lainya dapat pula menjadi potensi ekonomi yang merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah.
Mengingat umur bank syariah di Indonesia masih sangat muda, maka perbankan syariah perlu memperdalam pendidian dan pelatihan terhadap sumber daya manusia atau istilah syariatnya sumber dana insani.
Di samping itu, manajemen bank syariah harus pula fokus untuk menciptakan inovasi baru yang merupakan produk syariah. Kita semua mengetahui bahwa negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) akan memberlakukan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sektor perbankan pada 2020. Oleh karena itu, bank syariah harus memiliki daya saing tinggi agar tidak tertinggal dari negara-negara lain, terutama di kawasan ASEAN.
Tantangan ke depan
Tantangan berat ke depan yang akan dihadapi lembaga perbankan syariah adalah kemampuan bersaing dengan bank konvesnisonal atau bank-bank komersial lainnya. Dalam konteks ini, ada tiga faktor yang berpengaruh, di mana nasabah perbankan memiliki “pandangan praktis”, yaitu: Pertama, nasabah akan melihat tingkat kepercayaan lembaga keuangan bank syariah.
Kedua, nasabah akan memperhatikan tingkat kenyamanan dan keuntungan yang akan diperoleh jika bertransaksi dan berinvestasi di bank syariah, dan; Ketiga, nasabah akan memperhatikan aspek pelayanan di bank syariah. Nyaman, ramah, dan profesional atau tidak? Oleh karena itu, aspek profesionalitas ini harus benar-benar ditingkatkan oleh pengelola bank syariah, jika ingin memenangkan persaingan yang semakin ketat di sektor perbankan.
Lembaga perbankan syariah harus mampu bersaing dalam tiga faktor tadi, tanpa mengharapkan banyak dukungan dan insentif dari pemerintah. Keunggulan sepenuhnya harus dikondisikan oleh manajemen bank sendiri demi memperbaiki daya saing yang optimal.
Akhirnya, saya mengharapkan agar Bank Syariah dalam penghimpunan zakat, infak, sedekah, wakaf, tabungan haji, serta dana sosial lainnya seharusnya dapat membuka peluang bagi bank syariah dalam memfasilitasi umat untuk ikut serta dalam proses pembangunan ekonomi masyarakat.
* Dr (HC) Adnan Ganto, M.B.A., Penasihat Menteri Pertahanan RI Bidang Ekonomi, dan Penasihat Gubernur Aceh Bidang Ekonomi dan Perbankan, berdomisili di Jakarta.
http://aceh.tribunnews.com/2018/03/01/meningkatkan-daya-saing-bank-syariah
Tahun 2018 ini bank syariah di Indonesia genap berumur 26 tahun sejak bank syariah pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat. Bank ini diinisiasi oleh Mejelis Ulama Indonesoa (MUI) bersama Pemerintah Republik Indonesia.
Saat ini, setelah 26 tahun beroperasi, bank syariah bertambah banyak di pasar keuangan. Jumlah bank syariah saat ini tercatat 196 unit, terdiri atas 13 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS), dan 160 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Lahirnya bank syariah telah mendorong sektor industri keuangan syariah lainnya seperti lembaga akademik, rumah sakit, dan komunitas masyarakat yang peduli dengan perkembangan industri keuangan syariah.
(Bank Muamalat)
Dukungan pemerintah pun makin terlihat nyata mengokohkan eksistensi perbankan syariah, terutama dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Tak hanya itu, pada 2015 pemerintah juga telah mendirikan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Ini menunjukkan pemihakan yang jelas pemerintah terhadap bank syariah. KNKS ini diharapkan menjadi pilar penting tumbuhnya industri keuangan syariah pada masa mendatang.
Era kebangkitan
Kinerja perbankan syariah mulai memasuki tahap kebangkitan setelah mengalami masa perlambatan beberapa tahun sebelumnya. Data dari Otroritas Jasa Keuangan (0JK) menunjukkan bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah pada akhir 2017 terjadi kenaikan sebesar 24,4% menjadi Rp 379,7 triliun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016.
Dalam amatan saya, ada beberapa keunggulan yang dapat dicapai bank syariah, seperti sistem zakat dan dana sosial lainnya. Pengumpulan zakat dan dana sosial lainya dapat pula menjadi potensi ekonomi yang merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah.
Mengingat umur bank syariah di Indonesia masih sangat muda, maka perbankan syariah perlu memperdalam pendidian dan pelatihan terhadap sumber daya manusia atau istilah syariatnya sumber dana insani.
Di samping itu, manajemen bank syariah harus pula fokus untuk menciptakan inovasi baru yang merupakan produk syariah. Kita semua mengetahui bahwa negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) akan memberlakukan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sektor perbankan pada 2020. Oleh karena itu, bank syariah harus memiliki daya saing tinggi agar tidak tertinggal dari negara-negara lain, terutama di kawasan ASEAN.
Tantangan ke depan
Tantangan berat ke depan yang akan dihadapi lembaga perbankan syariah adalah kemampuan bersaing dengan bank konvesnisonal atau bank-bank komersial lainnya. Dalam konteks ini, ada tiga faktor yang berpengaruh, di mana nasabah perbankan memiliki “pandangan praktis”, yaitu: Pertama, nasabah akan melihat tingkat kepercayaan lembaga keuangan bank syariah.
Kedua, nasabah akan memperhatikan tingkat kenyamanan dan keuntungan yang akan diperoleh jika bertransaksi dan berinvestasi di bank syariah, dan; Ketiga, nasabah akan memperhatikan aspek pelayanan di bank syariah. Nyaman, ramah, dan profesional atau tidak? Oleh karena itu, aspek profesionalitas ini harus benar-benar ditingkatkan oleh pengelola bank syariah, jika ingin memenangkan persaingan yang semakin ketat di sektor perbankan.
Lembaga perbankan syariah harus mampu bersaing dalam tiga faktor tadi, tanpa mengharapkan banyak dukungan dan insentif dari pemerintah. Keunggulan sepenuhnya harus dikondisikan oleh manajemen bank sendiri demi memperbaiki daya saing yang optimal.
Akhirnya, saya mengharapkan agar Bank Syariah dalam penghimpunan zakat, infak, sedekah, wakaf, tabungan haji, serta dana sosial lainnya seharusnya dapat membuka peluang bagi bank syariah dalam memfasilitasi umat untuk ikut serta dalam proses pembangunan ekonomi masyarakat.
* Dr (HC) Adnan Ganto, M.B.A., Penasihat Menteri Pertahanan RI Bidang Ekonomi, dan Penasihat Gubernur Aceh Bidang Ekonomi dan Perbankan, berdomisili di Jakarta.
http://aceh.tribunnews.com/2018/03/01/meningkatkan-daya-saing-bank-syariah
Meningkatkan Daya Saing Bank Syari'ah
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
March 11, 2018
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE