Sidebar Ads

banner image

Ada Pungli Di Sekolahan? Begini Cara Melaporkannya

Bermacam-macam pungutan menanti para orangtua yang mendaftarkan anaknya pada sekolah yang dituju.
Sekolah negeri dan sekolah swasta (non pemerintah) ramai-ramai memungut uang dari para orangtua atas nama sumbangan atau pungutan pendidikan dengan item anggaran berupa uang pembangunan, dana pengembangan 8 standar pendidikan, dana partisipasi, uang seragam, uang buku panduan dan macam-macam jenis pungutan lainnya.

Gambar: mediaindonesia.com

Partisipasi Masyarakat

Pendidikan adalah salah satu jenis layanan dasar yang wajib disediakan negara. Namun demikian, negara tidak memiliki kemampuan pendanaan yang cukup, bahkan setelah konstitusi mengamanatkan alokasi anggaran 20% APBN/APBD untuk sektor pendidikan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, dibuka ruang partisipasi masyarakat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Dalam kedua peraturan ini yang disebut Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.

Sedangkan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Makna mendalam dari frasa partisipasi adalah kesukarelaan peran, sehingga partisipasi orangtua/masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan harus dimaknai sebagai bentuk kesukarelaan peran karena keterpanggilan, bukan pewajiban apalagi yang dikaitkan dengan hak-hak siswa atas proses belajar mengaja.

Ketika dilekati sifat bahkan norma pewajiban, ada berbagai konsekwensi hukum yang melekat atau bisa dilekati di dalamnya. Pemahaman pihak sekolah yang masih beragam mengenai bentuk partisipasi yang boleh dan yang tidak boleh menjadi pintu masuk suburnya sumbangan yang berbau pungutan (liar).

Akibatnya, dalam setiap musim penerimaan peserta didik baru (PPDB), partisipasi masyarakat kerap muncul dalam bentuk berupa; Uang Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran, Uang Pendaftaran Masuk, Uang Tes Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll), Uang Bangku/Kursi (Waiting List), Uang Pembangunan/Sumbangan Pengembangan Institusi, Uang Infaq untuk Pengembangan Institusi, Uang Pembelian (bahan) Seragam, Batik, Baju Olahraga, Uang Pembelian Buku, LKS, Uang SPP, Uang Pembayaran ekstra Kurikuler, Les, Praktikum, Uang Makan Minum, Uang Komite Sekolah, Uang Study Tour, Uang Kebersihan dan Keamanan, Uang Ujian, Uang Pendaftaran Ulang (pada saat kenaikan kelas) dan Uang Wisuda (Kelulusan).

Pungutan Liar

Kapan suatu pungutan disebut Pungutan Sah dan kapan dianyatakan tidak sah (pungutana liar)? Pungutan disebut sah jika memiliki dasar hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dipungut oleh orang/petugas yang memiliki kewenangan untuk memungut.

Dan disebut tidak sah jika pungutan tidak memiliki dasar hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau dipungut oleh orang/petugas yang tidak memiliki kewenangan untuk memungut.

Jika sekolah adalah lembaga publik yang tunduk pada hukum administrasi publik maka dua unsur pungutan tersebut haruslah dipenuhi agar tidak disebut melakukan pungutan liar (pungli).

Sekolah mestinya tidak melakukan pungutan hanya semata dengan dasar kesepakatan bersama komite kecuali jika sekolah bukan lembaga publik dan tunduk pada hukum privat.

Jika pun demikian, sekolah harus mematuhi syarat-syarat sahnya suatu kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Hukum Perdata. Dengan demikian perlu diatur bahwa apakah pungutan di sekolah adalah sejenis retribusi, pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ataukah jenis pungutan lain yang legal.

Harus ada payung hukum yang memberikan kewenangan kepada kepala sekolah untuk melakukan pungutan. Pungutan di sekolah negeri setiap bulan/tahun bukan angka yang terbilang kecil.

Sebagai gambaran saja, jika tiap bulan sekolah memungut uang sebesar Rp 150.000/siswa dari total 1.000 siswa di sekolah itu, maka setiap bulan akan terkumpul uang sebanyak Rp 150 juta atau per tahun sebesar Rp 1,8 miliar. Dari jumlah ini dapat dihitung berapa kebutuhan untuk pembiayaan office boy, satpam, guru honorer dan kebutuhan lainnya. Sisa dana selebihnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan sekolah sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Pasal 52 Peraturan Pemerintah tersebut menegaskan bahwa pungutan oleh satuan pendidikan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Pertama, didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Kedua, perencanaan investasi dan atau operasi diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.

Ketiga, dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan.

Keempat, tidak dipungut dari peserta didik atau orangtua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis.

Kelima, digunakan sesuai dengan dan tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

Keenam, sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Ketujuh, tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan.

Kedelapan, pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.

Jika tidak memenuhi syarat diatas, silakan melaporkan ke alamat Unit Layanan Terpadu SMS: 0811 976929; Telepon: (021) 5703303, 57903020; email: pengaduan@kemdikbud.go.id; http://ultkemdikbud.go.id/. Posko Pengaduan Itjen. Kemendikbud SMS: 0811 9958 020; posel: pengaduan.itjen@kemdikbud.go.id, LAPOR! 1708; http://lapor.go.id/. Saber Pungli 193 dan 821 1213 1323; SMS: 1193; posel: lapor@saberpungli.id, Kanal Informasi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota atau Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di Daerah.

Solusi Alternatif

Pertama, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu membuat Peraturan Daerah tentang Pendanaan Pendidikan. Perda ini selanjutnya diikuti dengan edaran dinas pendidikan terkait larangan pungutan sekolah setelah menetapkan unit cost atau riil cost siswa per tahun.

Dengan demikian jika ada pungutan yang melampaui kebutuhan riil siswa pertahun dimaksud, maka pertanyaannya adalah pungutan tersebut untuk pembiayaan apa.

Kedua, membangun kesamaan pemahaman sekolah dan stake holder lain mengenai pungutan yang boleh dan tidak boleh.

Ketiga, menyusun petunjuk teknis untuk sekolah mengenai penggalangan partisipasi berupa sumbangan masyarakat untuk membedakan sumbangan, pungutan dan iuran.

Keempat, membangun sistem akuntabilitas dan transparansi anggaran Sekolah. Kelima, membuat sekolah percontohan yang pengelolaannya berbasis sumbangan sukarela.

Oleh: Darius Beda Daton, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Editor: Putra
Sumber: Pos Kupang Cetak
Link:
 http://kupang.tribunnews.com/amp/2018/07/26/inilah-daftar-pungutan-liar-sekolah-dan-petunjuk-cara-melaporkannya
Ada Pungli Di Sekolahan? Begini Cara Melaporkannya Ada Pungli Di Sekolahan? Begini Cara Melaporkannya Reviewed by Erhaje88 Blog on July 31, 2018 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.