Warga netizen rata-rata pernah membaca meme yang kira-kira seperti ini: "Di dunia ini terdapat empat jenis manusia yang sulit untuk dinasehati, yang pertama adalah manusia yang jatuh cinta, kedua adalah suporter sepakbola, ketiga adalah pendukung salah satu pasangan presiden dan yang keempat adalah suporter bola yang sedang jatuh cinta sekaligus pendukung capres." Benarkah demikian?
Tiga jenis manusia di atas (anggap saja yang keempat versi paling ruwet) memang tidak sepenuhnya sama, namun punya banyak kemiripan. Kemiripannya adalah kesemuanya berurusan rasa suka dan usaha mempertahankan kepercayaan/keyakinan (belief) akan masa depan.
Sebagai manusia, kita membutuhkan keyakinan-keyakinan untuk hidup. Psikologi kognitif menyebut hal ini sebagai jalan pintas yang ditempuh manusia untuk menghemat energi dalam memandang dunia dan mengharapkan apa yang akan terjadi di masa depan.
Mengapa cenderung memilih jalan pintas? Karena dunia kita terlalu rumit untuk dipahami secara menyeluruh. Kompleksitas dunia akan menghalangi manusia untuk menyiapkan antisipasi dan juga perilaku saa menghadapinya.
Tuntutan untuk menyesuaikan diri secara terus menerus memungkinkan manusia untuk membuat penyederhaan dalam bentuk keyakinan. Misalnya bagi pendukung pak Jokowi, meyakini bahwa kinerja pak Jokowi memuaskan dan oleh karena itu mendukung untuk melanjutkan jabatan pada periode kedua adalah sebuah strategi sederhana.
Lebih sederhana daripada harus repot-repot untuk mengevaluasi kinerja secara menyeluruh dan memberikan kritik atau bahkan mencoba melihat kompetensi caon penantangnya. Begitu juga sebaliknya --bagi pendukung pak Prabowo---pokoknya Indonesia harus dipimpin oleh beliau agar menjadi makmur dan terbebas dari semua permasalahan. Kedua perspektif pendukung tersebut jelas merupakan penyederhanaan atas kompleksitas masalah bangsa.
Otak manusia sangat unik dan rumit, sehingga harus berevolusi secara efisien untuk menghemat energi. Sebagai mesin prediksi, ia harus mengambil jalan pintas untuk pengenalan pola dengan cepat. Padahal secara terus menerus otak menerima informasi dari lingkungan lewat seluruh indera, tak terhitung jumlahnya.
Sebuah keyakinan memungkinkan otak untuk menyaring informasi yang komplek, memungkinkannya untuk dengan cepat mengkategorikan dan mengevaluasi informasi dan melompat ke kesimpulan. Misalnya, keyakinan sering kali berkaitan dengan memahami penyebab berbagai hal: Jika 'b' diikuti 'a', maka 'a' dapat diasumsikan sebagai penyebab 'b'. Jika Indonesia sedang dalam masalah besar, maka presiden adalah manusia yang paling menentukan atas terpecahkannya masalah tersebut. Jika memilih presiden, maka Prabowo (atau Jokowi) adalah jawabannya.
Terdapat banyak celah dalam argumen yang dilontarkan oleh pendukung fanatik presiden, hal tersebut memang digunakan untuk membuat ekstrapolasi dan asumsi berdasarkan informasi yang tidak lengkap dan berdasarkan kesamaan dengan pola yang sebelumnya dikenal. Kebanyakan argumen mereka adalah pemaparan kesimpulan. Mengapa demikian? Karena pengetahuan manusia terbatas, sehingga otak berada pada titik untuk memilih antara efisiensi dan akurasi. Baca ulasan lengkap artikel ini di sini
Tiga jenis manusia di atas (anggap saja yang keempat versi paling ruwet) memang tidak sepenuhnya sama, namun punya banyak kemiripan. Kemiripannya adalah kesemuanya berurusan rasa suka dan usaha mempertahankan kepercayaan/keyakinan (belief) akan masa depan.
meme Tipe orang yang sulit dinasehati/whatsApp
Sebagai manusia, kita membutuhkan keyakinan-keyakinan untuk hidup. Psikologi kognitif menyebut hal ini sebagai jalan pintas yang ditempuh manusia untuk menghemat energi dalam memandang dunia dan mengharapkan apa yang akan terjadi di masa depan.
Mengapa cenderung memilih jalan pintas? Karena dunia kita terlalu rumit untuk dipahami secara menyeluruh. Kompleksitas dunia akan menghalangi manusia untuk menyiapkan antisipasi dan juga perilaku saa menghadapinya.
Tuntutan untuk menyesuaikan diri secara terus menerus memungkinkan manusia untuk membuat penyederhaan dalam bentuk keyakinan. Misalnya bagi pendukung pak Jokowi, meyakini bahwa kinerja pak Jokowi memuaskan dan oleh karena itu mendukung untuk melanjutkan jabatan pada periode kedua adalah sebuah strategi sederhana.
Lebih sederhana daripada harus repot-repot untuk mengevaluasi kinerja secara menyeluruh dan memberikan kritik atau bahkan mencoba melihat kompetensi caon penantangnya. Begitu juga sebaliknya --bagi pendukung pak Prabowo---pokoknya Indonesia harus dipimpin oleh beliau agar menjadi makmur dan terbebas dari semua permasalahan. Kedua perspektif pendukung tersebut jelas merupakan penyederhanaan atas kompleksitas masalah bangsa.
Otak manusia sangat unik dan rumit, sehingga harus berevolusi secara efisien untuk menghemat energi. Sebagai mesin prediksi, ia harus mengambil jalan pintas untuk pengenalan pola dengan cepat. Padahal secara terus menerus otak menerima informasi dari lingkungan lewat seluruh indera, tak terhitung jumlahnya.
Sebuah keyakinan memungkinkan otak untuk menyaring informasi yang komplek, memungkinkannya untuk dengan cepat mengkategorikan dan mengevaluasi informasi dan melompat ke kesimpulan. Misalnya, keyakinan sering kali berkaitan dengan memahami penyebab berbagai hal: Jika 'b' diikuti 'a', maka 'a' dapat diasumsikan sebagai penyebab 'b'. Jika Indonesia sedang dalam masalah besar, maka presiden adalah manusia yang paling menentukan atas terpecahkannya masalah tersebut. Jika memilih presiden, maka Prabowo (atau Jokowi) adalah jawabannya.
Terdapat banyak celah dalam argumen yang dilontarkan oleh pendukung fanatik presiden, hal tersebut memang digunakan untuk membuat ekstrapolasi dan asumsi berdasarkan informasi yang tidak lengkap dan berdasarkan kesamaan dengan pola yang sebelumnya dikenal. Kebanyakan argumen mereka adalah pemaparan kesimpulan. Mengapa demikian? Karena pengetahuan manusia terbatas, sehingga otak berada pada titik untuk memilih antara efisiensi dan akurasi. Baca ulasan lengkap artikel ini di sini
Pendukung Capres, Satu Dari TigA Orang Yang Sulit Dinasehati
Reviewed by Erhaje88 Blog
on
October 16, 2018
Rating:
No comments:
Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE