Sidebar Ads

banner image

Ancaman Dan Perusakan Tradisi Lokal Masyarakat Adalah Perilaku Primitif

Sebagaimana diberitakan di sejumlah media, sekelompok orang diketahui merusak kelengkapan acara menjelang gelaran budaya Sedekah Laut di Pantai Baru, Bantul Yogyakarta dengan dalih syirik dan maksiat. https://detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-4255067/lokasi-sedekah-laut-bantul-diobrak-abrik-9-orang-diciduk-polisi


Sementara di Banyuwangi, Front Pembela Islam (FPI) mengeluarkan surat pernyataan sikap yang sempat viral di media sosial. Surat bernomor 0003/SK/DPW-FPI Banyuwangi/II/ 1440/Tanggal 11 Oktober 2018 itu berisi kecaman terhadap acara Gandrung Sewu yang akan digelar di Pantai Boom, Banyuwangi. "Kegiatan itu akan mengundang semakin banyak bencana di bumi, khususnya di tanah Banyuwangi," kecam FPI dalam surat yang ditandatangani Ketua Tanfidzi Agus Iskandar dan Sekretaris Yudo Prayitno.

Kejadian serupa terdapat pula di Sumenep. sebuah Ormas (DDII) diketahui berkirim surat kepada pemerintah setempat agar acara Rokat Tase' Madura yang merupakan tradisi nelayan di Sumenep dilarang dengan dalih syirik dan mengundang bencana gempa bumi dan tsunami.

Aksi-aksi dangkal puritan bahkan kasar dan tidak peka budaya lokal sebagaimana ditunjukkan oleh peristiwa-peristiwa tersebut adalah penyakit sosial dan fakta tidak dipahaminya tradisi dan kearifan lokal sebagai gugusan benteng yang memiliki nilai penting dalam menjaga identitas kebudayaan masyarakatnya.


Cara pandang etis yang memojokkan tradisi lokal masyarakat demikian tidak saja memicu benturan dan bersifat reaktif tapi juga mereduksi nilai-nilai yang lahir dari rahim kebudayaan rakyat itu sendiri, yang seharusnya justru membutuhkan upaya untuk makin digali pesan-pesan yang terkandung didalamnya demi selanjutnya diselaraskan dan diperkuat dengan nilai-nilai baru tanpa kehilangan makna kemanfaatannya, keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa.

Dalam konteks dakwah, pelajaran dari strategi Walisongo adalah pesan sejarah yang tak dapat diabaikan begitu saja untuk menjadikan agama Islam mampu dengan mudah tersiar di tengah masyarakat, jauh dari cara-cara konfrontatif yang justru dapat menimbulkan resistensi. Terlebih tradisi seperti Petik Laut justru sebenarnya baru muncul di era kebudayaan Islam.

Tradisi larung sesaji sendiri belum dikenal pada era Majapahit. Bahkan cerita tentang Nyi Roro Kidul pun tidak ada. Artinya, tradisi larung sesaji baru muncul pada era lslam yang dimulai pada pertengahan abad 14.


Tradisi ini diawali dari tradisi melarung tabut yang di sejumlah tempat disebut Mahesa Lawung, kepala kerbau. Itu merupakan lambang melarung kepala Husein yang gugur di Karbala, sebagaimana tradisi larung tabut di berbagai pantai di Sumatera.

Terkait dengan narasi bahwa jika Tradisi Petik Laut atau Larung Sesaji dapat menjadi sebab utama bencana alam, logika warasnya adalah mustinya setiap tahun pasti terjadi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, angin puting beliung, banjir bandang dll, karena tradisi itu dilaksanakan tiap tahun selama berabad-abad.

Terkait Festival Banyuwangi yang salah satunya menampilkan tari kolosal Gandrung Sewu yang dipermasalahkan adalah satu dari rangkaian acara festival tahunan yang di dalamnya juga terdapat rangkaian acara lain seperti festival santri, festival kopi serta kuntulan caruk atau hadrah kuntul yang merupakan kesenian khas Banyuwangi.

Tradisi sebagai bagian dari lanskap kebudayaan yang lebih luas yang meliputi nilai sosial, ekonomi, hingga spiritual adalah capaian yang tidak secara instan terbentuk hingga melekat menjadi bagian dari watak dan kekuatan soaial auatu maayarakat. Tentu memperlakukannya tidak dengan cara-cara bekasakan terlebih serampangan menggunakan motif-motif agama, karena ketergerusan nilai kebudayaan lokal sama halnya memaksakan erosi terjadi dalam tubuh bangsa yang besar ini.

Atas ketiga kejadian tersebut, Lesbumi mengecamnya terutama seperti yang sudah terjadi di Bantul. Apapun motif di belakangnya serangan tersebut adalah cara-cara primitif yang tidak sepatutnya dilapisi dengan dalih agama yang terjadi di sebuah negara kesatuan yang kaya budaya dan di atur dalam tata nilai kebangsaan yang beradab serta berlandaskan hukum. Semoga hal serupa tidak terjadi di tempat lain.

Lesbumi PBNU
Ancaman Dan Perusakan Tradisi Lokal Masyarakat Adalah Perilaku Primitif Ancaman Dan Perusakan Tradisi Lokal Masyarakat Adalah Perilaku Primitif Reviewed by Erhaje88 Blog on October 14, 2018 Rating: 5

No comments:

Erhaje88 tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Stay Connected

Powered by Blogger.